Berita Jakarta
Kompolnas Minta Polisi Tak Reaktif atas Penyaluran Aspirasi, Ini Tanggapan Kapolri dan Jokowi
Kompolnas mendukung intruksi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang meminta anggota dan jajarannya tidak bersikap reaktif
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Kompolnas mendukung intruksi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang meminta anggota dan jajarannya tidak bersikap reaktif saat menyikapi penyampaian aspirasi masyarakat.
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti menyebut, tindakan asal tangkap dinilai tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Hal itu juga berpotensi melanggar Undang-undang yang berlaku.
"Tindakan main tangkap dengan dalih apapun tidak dapat dibenarkan, kecuali orang yang ditangkap membahayakan jiwa Presiden dan masyarakat di sekelilingnya. Alasan melakukan pembinaan dengan cara menangkap seseorang tidak dapat dibenarkan. Hal tersebut melanggar KUHAP, dan merupakan bentuk represif aparat kepolisian," kata Poengky saat dikonfirmasi, Kamis (16/9).
Anggota Polri, kata Poengky, diharapkan bisa memahami dan menganalisa tindakan yang dianggap membahayakan Presiden/VVIP dan tindakan yang merupakan wujud kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat.
"Indonesia adalah negara demokrasi, di mana pendapat dihargai dan dihormati. Jangan sampai tindakan polisi yang berlebihan justru malah merusak citra Presiden dan merusak citra Indonesia sebagai negara demokrasi," jelasnya.
Atas dasar itu, Poengky mengharapkan dapat melaksanakan tugas pengamanan Presiden dengan baik. Khususnya dengan memperhatikan wajah Polri yang humanis, melayani, melindungi, mengayomi, serta menghormati kebebasan mengemukakan pendapat.
"Sebelum kunjungan Presiden dilakukan, polisi di lapangan seharusnya dapat menganalisa potensi-potensi yang akan terjadi, sehingga dapat melakukan upaya-upaya preventif preemtif, dan tidak represif saat Presiden berkunjung," tukasnya.
Poengky sempat menyayangkan adanya penangkapan terhadap para mahasiswa UNS. Pasalnya, para mahasiswa itu dinilai hanya menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Jokowi saat berkunjung ke UNS.
"Kami menyayangkan adanya penangkapan pihak Kepolisian, kepada seseorang di Blitar dan beberapa mahasiswa di Solo, pada saat mereka membentangkan poster pada saat Presiden Jokowi lewat," ujarnya.
Menurut dia, yang dilakukan polisi kepada 10 mahasiswa UNS ini merupakan penangkapan, bukan pengamanan seperti yang ditegaskan polisi. Karena yang ada di dalam KUHP adalah penangkapan, bukan pengamanan.
Untuk itu Poengky meminta agar polisi tidak melakukan tindakan represif kepada para mahasiswa atau warga lain yang ingin mencoba memberikan kritik kepada pemerintah. "Nah tindakan penangkapan yang dikatakan sebagai pengamanan ini sebetulnya, kalau pengamanan itu tidak dikenal di KUHP. Yang ada adalah penangkapan."
"Mereka yang melakukan hal ini jangan disikapi dengan cara yang represif, penangkapan terus kemudian mengedepankan penegakan hukum. Ini adalah cara-cara yang bisa dikatakan represif," ucapnya.
Selain itu, Poengky juga ingin aparat kepolisian bisa berhati-hati dalam bertindak dan lebih mengedepankan tindakan preventif. "Oleh karena itu agar kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat serta demokrasi di Indonesia tidak tercederai," tukasnya.
Senada, anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, meminta agar Polri bijak dan sesuai dengan semangat restorative justice yang diserukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit. "Jadi jangan gampang tangkap orang secara paksa, coba dikembangkanlah dialog pendekatan dengan orang-orang kritis itu yang kita minta," ucapnya.
Jika memang polisi masih menangkap masyarakat sipil tanpa pendekatan humanis dan keadilan restoratif, Arsul mengatakan seruan Kapolri tak dihargai. "Ya sama saja tidak menghargai seruan dengan pimpinannya sendiri kalau di jajaran polisi daerah itu masih melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan semangat keadilan restoratif yang ditekankan Kapolri," tukas politisi PPP itu.