Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pendidikan

PGRI Jateng Minta Pemerintah Revisi Aturan Rekrutmen PPPK Guru, Masa Pengabdian Dipertimbangkan

Tetapi proses rekrutmen untuk guru PPPK seolah-olah tidak mengakui dan mengakomodasi guru honorer yang sudah lama mengabdi

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Mamdukh Adi Priyanto
Ketua Pengurus Provinsi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah, Muhdi 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Ketua Pengurus Provinsi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah, Muhdi menyatakan telah menerima banyak laporan dari guru honorer terkait rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK guru.

Laporan yang diterima berupa permasalahan terkait proses tes seleksi hingga materi yang diteskan. Rekrutmen PPPK guru dianggap tidak mempertimbangkan rasa keadilan.

Seleksi PPPK disebut juga mengabaikan penghargaan terhadap pengabdian, dan dedikasi guru honorer yang selama ini melaksanakan tugas-tugas pembelajaran dan pelayanan pendidikan dalam situasi darurat kekurangan guru.

"Pemerintah mau selenggarakan tes ya silakan, tapi bagaimana tes itu menghargai mereka atas pengabdiannya, sehingga mereka bisa lolos menjadi PPPK dan statusnya diakui, silakan caranya bagaimana," kata Muhdi, Kamis (30/9/2021).

Menurutnya, dari awal guru honorer meminta untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Namun, pemerintah menghendaki proses perekrutan PPPK. Itu tidak menjadi masalah selama bisa memberikan pengakuan kepada guru yang sudah mengabdi lama.

Tetapi proses rekrutmen untuk guru PPPK seolah-olah tidak mengakui dan mengakomodasi guru honorer yang sudah lama mengabdi. Afirmasi nilai hingga 15 persen dirasa masih sangat pelit.

Muhdi menuturkan, afirmasi seharusnya bisa diberikan lebih banyak hingga 20-25 persen dengan pertimbangan masa kerja.

"Ini kan sudah terjadi yah, tes sudah dilakukan. Kami minta agar tahun depan kebijakan bisa diubah, kami mohon afirmasi ditambah sehingga peluang mereka menjadi PPPK akan lebih besar setelah sekian lama mengabdi. Kompetensi terkait pengetahuan dan keterampilan bisa diajarkan sambil jalan," jelasnya.

Pria yang juga menjabat Rektor Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) ini menuturkan berdasarkan penuturan guru honorer, banyak yang gagal saat menggarap kompetensi teknis.

Muhdi menuturkan hal itu wajar lantaran guru honorer sudah lama mengabdi sehingga bisa saja lupa terkait teori terkait kompetensi teknis guru.

Kemendikbudristek diminta meninjau ulang tingkat kesulitan soal ujian kompetensi teknis dalam seleksi PPPK. Sebab, soal ujian dinilai terlalu menekankan aspek kognitif.

"Mereka sudah lama mengajar, sudah ahli bagaimana cara mengajar. Tidak perlu lagi dites terkait teknis," tegasnya.

Seleksi harus didasarkan nilai kumulatif yang mencakup linearitas, masa kerja, portofolio, prestasi, nilai seleksi kompetensi manajerial, sosio kultural, dan hasil wawancara.

Ia meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) merevisi aturan rekrutmen PPPK guru.

Tak hanya itu, PGRI menuntut agar ada perbaikan manajemen pelaksanaan seleksi. Pasalnya, banyak guru honorer yang tidak mendapatkan pemberitahuan tempat tes hingga hari pelaksanaan.

Muhdi juga menyoroti masih banyaknya guru yang gagal tes administrasi, padahal formasi yang masuk baru sekitar 500 ribu se-Indonesia, sedangkan pemerintah menjanjikan membuka 1 juta guru PPPK.

"Satu juta itu kan artinya sudah ada hitungannya. Yang mendaftar hanya 500 ribu, itu juga banyak yang ditolak. Faktanya, 500 saja tidak dipenuhi, mbok kan ya belum satu juta, ya diterima semua. Kalau yang tidak mengajukan pendaftaran ya itu risiko," katanya.

Pada rekrutmen tahun mendatang, ia meminta agar satu juta formasi guru PPPK harus tercapai. Jika ada daerah yang tidak mengajukan formasi, seharusnya pemerintah bisa mengingatkan kepala daerah.

Berdasarkan pengalaman proses rekrutmen PPPK tahun ini, ada daerah yang mengajukan formasi guru PPPK tidak sebanding dengan kebutuhan jumlah guru yang ada.

"Negara sudah berutang kepada guru honorer. Di saat kelas tidak punya guru, di situ lah guru honorer masuk. Negara mengakui guru honorer melalui data pokok pendidikan atau dapodik, tetapi negara tidak mau bayar, logis nggak?. Makanya PPPK dibuka, ini lah yang mestinya menjadi sarana guru honorer agar statusnya diakui dan kesejahteraannya terjamin," tandasnya.

Oleh karena itu, revisi terhadap peraturan rekrutmen PPPK sebagai solusi untuk mengatasi darurat kekurangan guru. Ia khawatir jika guru terseok-seok tidak bisa mengikuti proses seleksi PPPK akan terjadi kekosongan guru.

Muhdi menambahkan, berharap pemerintah pada tahun depan juga memberikan ruang, menyelenggarakan proses rekrutmen PPPK kepada tenaga administrasi atau tenaga kependidikan.(mam)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved