Berita Sejarah
Termasuk Jenderal Kesayangannya Ikut Dibunuh, Begini Reaksi Soekarno Dengar Ada Peristiwa G30SPKI
Mendengar berita para jenderal dibunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September atau G30S PKI 1965. Presiden Soekarno sangat sedih
TRIBUNJATENG.COM - Mendengar berita para jenderal dibunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September atau G30S PKI 1965. Presiden Soekarno sangat sedih
Apalagi mengetahui jenderal kesayangannya juga ikut jadi korban.
Peritiwa malam berdarah itu pada akhirnya menjadi titik balik pergantian kekuasaan di Indonesia.

Diketahui, dalam peristiwa G30S PKI, terdapat sejumlah korban selain 7 jenderak diantaranya AIP Karel Satsuit Tubu, Kapten Pierre Tendean, dan Kolonel Sugiono.
PKI juga membunuh Putri jenderal TNI AH Nasution, Ade Irma Suryani Nasution.
Rasa belasungkawa yang dialami Presiden Soekarno atas gugurnya tujuh jenderal TNI korban G30S/PKI diungkap dalam buku bertajuk 'Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno', Penerbit Buku Kompas 2014.
Baca juga: Sadis, Cewek Ini Bunuh Pacar Sesama Jenis Pakai Gunting, TKP Kini Jadi Angker
Baca juga: Kesaksian Eks Cakrabirawa Penjemput AH Nasution, Bantah Tuduhan Komunis, Rela Disiksa di Penjara
Maulwi selaku pengawal pribadi Bung Karno membenarkan jika presiden Soekarno sangat sedih sekali atas nasib yang menimpa para jenderal TNI yang diculik.
“Presiden sedih sekali atas nasib para jenderal yang diculik, khususnya Jenderal Ahmad Yani, jenderal yang amat disayanginya. Karena nasib para jenderal dan seorang perwira pertama belum diketahui, Presiden memerintahkan saya untuk mencari tahu nasib mereka." tulis Maulwi dalam bukunya.
Pada 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno memanggil semua Panglima Angkatan Bersenjata bersama Waperdam II Leimena dan para pejabat penting lainnya.
Tujuannya segera menyelesaikan persoalan apa yang disebut Gerakan 30 September.
Tindakan Bung Karno itu tak lepas dari dirinya adalah selaku Panglima Tertinggi ABRI.
“Pada tanggal 3 Oktober 1965 pagi, saya menghadap Presiden Soekarno, menyampaikan laporan tentang perkembangan terakhir termasuk penemuan seorang agen polisi,” kata Maulwi yang menjabat sebagai pengawal pribadi Bung Karno dan Wakil Komandan pasukan Tjakrabirawa.
Setelah mempelajari ucapan seorang agen polisi yang bernama Sukitman, Maulwi bersama Letnan Kolonel Ali Ebram dan Sersan Udara PGT Poniran menumpang Jip Toyota No.2 berangkat menuju Halim Perdanakusuma.
Saat penculikan para jenderal 1 Oktober 1965, Sukitman sedang bertugas dan ikut dibawa ke Lubang Buaya, yang akhirnya ditemukan oleh patroli Tjakrabirawa.
Mereka melapor dan bertemu dengan Kolonel AU/PNB Tjokro, perwira piket Halim Perdanakusuma.
“Saya sampaikan maksud kedatangan saya” kata Maulwi.
“Kami dibantu seorang anggota TNI AU berpangkat letnan muda penerbang, mencari lokasi yang diceritakan oleh agen polisi tesebut.”
Jip Toyota selalu membawa satu set generator listrik berkekuatan 1 PK yang sewaktu-waktu dapat digunakan karena pada waktu itu arus listrik sering mati.
Mereka kemudian menemukan sebuah rumah atau pondok kecil di Lubang Buaya yang didekatnya terdapat sebuah pohon besar.
Setelah ditelusuri kemudian ditemukan sebidang tanah yang sudah tidak digunakan, tetapi terlihat tanda mencurigakan seperti baru dipakai.
Di tempat itu ada dedaunan dikorek-korek dan terlihat permukaan sebuah sumur tua.
Akibat tidak memiliki peralatan untuk menggali tanah, mereka meminta bantuan warga sekitar untuk menggali sumur itu.
Kemudian muncul pasukan RPKAD dipimpin Mayor C.I. Santoso dengan membawa agen polisi Sukitman sebagai petunjuk jalan, dan ikut pula ajudan Jenderal Ahmad Yani, Kapten CPM Subardi.
“Setelah mendapat penjelasan dari kami dan dicocokkan dengan keterangan agen polisi tersebut,” kata Maulwi, “penggalian dilanjutkan.”
Penggalian sulit dilakukan karena lubang sumur itu hanya untuk satu orang, proses penggalian memakan waktu lama.
Penjelasan Komandan RPKAD
Sintong Pandjaitan sebagai komandan RPKAD saat itu berkisah dalam evakuasi jenderal korban G30SPKI.
"Datanglah berita bahwa jenderal yang dibunuh itu berada di Lubang Buaya itulah karena kami satuan tempur yang siap untuk ke Malaysia Jadi perlengkapan kami udah lebih siap dari Kopassus yang lain akhirnya diperintahkan lagi kami pasukan Tanjung sekarang cari di mana mereka dikubur," cerita Sintong di akun Youtube Puspen TNI.
Di kawasan yang saat ini dikenal sebagai Lubang Buaya Sintong dan pasukan RPKAD menemukan sebuah pemandangan mengejutkan.
"Saya melihat di sana banyak kendaraan peraga, itu adalah kendaraan buatan Rusia itu dan juga banyak tulisan-tulisan ada seperti doktrinasi Iya salah satu yang apa itu ingat itu bahwa lapar itu lebih tajam dari pisau gitu, nggak tahu saya apa maksudnya itu ya.
Sintong mengamati dan mencari tahu di mana kira-kira para jenderal itu dikuburkan.
Sebab informasi yang ia terima, para jenderal itu dikubur di lokasi tersebut.
Di daerah yang luas itu ada satu rumah kecil yang tinggal satu orang tua.
"Saya ya minta pada orang tua itu Pak Bapak melihat nggak di sini ada orang dikubur.
"Nggak Nggak Nggak lihat dibilang akhirnya kita bawa lah orang tua ini ada tanah yang apa ini sudah kelihatan itu pak apa untuk sampah itu gitu.
tapi kita nggak percaya juga saya, akhirnya kita gali memang sampah," kata Sintong.

Kata Sintong tumpukan sampah itu memang sengaja dibuat, namun RPKAD melakukan berbagai cara untuk menggali informasi yang ada di lokasi itu.
Dari pemeriksaan terus dilakukan pada semua tempat yang ada di sekitar lokasi hingga mendapati bekas sumur tua.
" Akhirnya saya panggil orang itu lagi, ini apa ini Pak?
" Oh ya ini sumur dulu ini seseorang tersebut bawa ini bekas sumur"
" Saya Jadi curiga itu pasti di sini," bebernya,
Sintong memerintahkan anggota RPKAD untuk membongkar sumur itu.
"Akhirnya kita coba cari ini yang penggali makam sorenya kisa-kira jam 4 itu namun belum dapat meskipun baunya sudah tercium.
Ada kejadian penggali sumur itu pingsan hingga ditarik kembali ke atas.
" Di sini saya berfikir kalau saya menggali tanpa alat pasti tidak bisa, akhirnya saya panggil anak buah saya bernama Nanang yang lulusan Skuba di Surabaya.
" kemudian saya bilang coba dulu minta alat Scuba ke Batujajar.
Ternyata alat tersebut tidak didapati di Batujajar dan kemudian mencoba meminjam di Cilacap namun pun alatnya tak siap digunakan.
Peralatan tersebut akhirnya berhasil dipinjam dari angkatan laut untuk mengevakuasi dan mengidentifikasi jenderal yang jadi korban G30S PKI.
Memasuki jam 6 tim evakuasi mendapat pemberitahuan jika pengangkatan jenazah ditunda hingga esok harinya karena akan disaksikan Soeharto.
Berikut film Penumpasan Penghianatan G30S/PKI yang sempat dilarang pemutarannya (wartakota/tribunjambi.com)
Artikel ini telah tayang di TribunJambi.com dengan judul Soekarno Bersedih 7 Jenderal Terbaik Dibunuh PKI, Lubang Buaya Saksi Peristiwa G30S