Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Paulus Mujiran : Dilema TNI/Polri Menjabat Kepala Daerah

WACANA pengisian posisi kepala daerah untuk pemerintah daerah yang akan habis masa jabatannya dari unsur TNI/Polri sebelum Pilkada serentak 2024

Tribun Jateng
Paulus Mujiran 

Jika alasannya adalah kerawanan di tahun politik jelang 2024 bukankah terdapat fungsi pembinaan teritorial TNI dan pembinaan Kambtibmas Polri untuk mencegah dan mengantisipasi kerawanan.

Ancam demokrasi

Pengembalian jabatan TNI/Polri mengancam demokrasi bahkan dapat dituduh pemerintah tengah berupaya memulihkan konsep dwifungsi ABRI pada era Orde Baru. Apalagi sebelumnya sejumlah TNI/Polri aktif sudah ditunjuk duduk dalam jabatan sipil baik di kementerian maupun lembaga.

Penunjukan ini juga dapat memicu relasi tidak harmonis antara legislatif dan eksekutif karena penjabat kepala daerah ditunjuk oleh pemerintah pusat bukan melalui mekanisme politik DPRD.

Negeri ini sudah jauh melangkah, mengembalikan TNI/Polri ke barak. Jangan hanya gara-gara ada Pemilu 2024 menarik kembali TNI/Polri dan membatasi aparatur sipil yang memenuhi syarat untuk menjadi penjabat kepala daerah. Pemerintah semestinya belajar dari tumbangnya rezim Orde Baru bangunan kekuasaan yang ditopang dwifungsi ABRI cenderung represif amat rentan bagi demokrasi. Pemanggilan kembali TNI/Polri mengancam demokrasi.

Sulit diingkari pendekatan keamanan sebagai alat kekuasaan terbukti melecehkan supremasi sipil. Khittah TNI/Polri adalah menjalankan fungsi pertahanan dan keamanan. Mereka sudah melaksakan fungsi itu dengan cukup profesional jangan lagi diusik untuk politik praktis. Juga ada kemungkinan para penjabat kepala daerah yang berasal dari TNI/Polri cenderung dipilih karena dilirik partai politik selama menjabat kepala daerah.

Ancaman kerawanan Pemilu serentak 2024 tidak seyogyanya dengan mengaktifkan kembali TNI/Polri dalam kancah politik. Karena itu kehendak untuk memanggil kembali tentara dan polisi dalam jabatan sipil harus ditolak.

Lagipula, alasan yuridis dihapuskannya peran sosial politik angkatan bersenjata dalam kehidupan sipil termaktub dalam TAP MPR No VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, yang dikatakan peran sosial politik dalam dwifungsi ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi TNI/Polri yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Polri menegaskan anggota TNI/Polri dilarang menduduki jabatan sipil atau jabatan di luar instansinya kecuali telah mengundurkan diri atau pensiun. Karena itu kehendak mengisi kekosongan sementara sebagai penjabat kepala daerah adalah ahistoris dan tidak bijaksana. (*)

Baca juga: Cara Membuat Donat Tanpa Kentang Tetap Empuk

Baca juga: Hotline Semarang : Pasar Bulu Semarang akan Dibuat Seperti Apa?

Baca juga: Ibu Tak Sanggup Bayar Biaya Persalinan, Bayi Dijual Dukun Beranak

Baca juga: Fokus : Mangrove dan Penyelamatan Bumi

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved