Guru Berkarya
Tingkatkan Pembelajaran Bahasa Jawa melalui Games
Games yang diterapkan, diharapkan mengarah kepada keakuratan (accuracy) dan kelancaran (fluency) tanpa harus meninggalkan unsur fun atau kesenangan.
Oleh: Istikomah SPd, Guru SDN 02 Wiyorowetan Kec Ulujami Kab Pemalang
BAHASA Jawa menjadi mata pelajaran yang tidak populer di sekolah. Selain karena termasuk pelajaran muatan lokal yang alokasinya hanya 2 jam per minggu, belajar bahasa Jawa juga di anggap ndeso atau katrok oleh sebagian besar siswa.
Mereka lebih intens belajar bahasa asing karena terlihat lebih keren. Kondisi ini semakin diperparah ketika orang tua siswa lebih bangga jika anaknya berbahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari dan meninggalkan “rasa njawani”. Sehingga belajar bahasa Jawa lebih asing dari bahasa asing itu sendiri.
Bahasa Jawa merupakan pelajaran yang mempresentasikan ciri khas daerah yang diharapkan agar siswa dapat mengetahui dan mencintai budaya daerahnya sendiri. Dalam bahasa Jawa, siswa diajarkan unggah-ungguh, budi pekerti yang agung yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Unggah-ungguh bahasa adalah sebuah tatanan yang berfungsi untuk mengatur bagaimana seseorang berkomunikasi secara santun atau beradab dengan orang lain menurut Nurhayati (2004:1). Mungkin memang sudah saatnya pelajaran bahasa Jawa memerlukan inovasi karena jika guru masih bertahan pada metode lama yang sekedar ceramah, tanya jawab dan cerita, pelajaran ini akan semakin menjauhkan siswa dari materi belajar bahasa dan sastra Jawa.
Seharusnya pembelajaran di sekolah menuju ke arah kemampuan komunikasi. Dibuat mudah dan menimbulkan rasa penasaran sehingga dapat menstimulasi pembelajar menjadi aktif, mempunyai rasa ingin tahu, tidak takut bertanya dan mempunyai motivasi belajar yang tinggi.
Di SDN 02 Wiyorowetan, guru perlu menata diri lebih matang, memilih metode, strategi dan teknis yang sesuai dengan kondisi kelas. Pendekatan komunikatif harus sering dilakukan dengan cara memperbanyak interaksi dan membiasakan percakapan menggunakan bahasa “krama”.
Siswa tidak hanya sebagai pendengar tapi juga aktif bercerita dan menjawab pertanyaan. Hal ini juga dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan mengapresiasi sastra.
Metode berikutnya adalah dengan permainan. Belajar bahasa dan sastra Jawa akan menjadi pembelajaran menjadi menarik dan gembira serta merangsang daya pikir siswa. Misalnya bermain dengan lagu dolanan anak seperti cublak-cublak suweng, praon, menthok-menthok dan lain-lain.
Edward T. Hall dalam Hadfield (1999: 8-10) menyatakan tentang pentingnya permainan (games) dalam suatu pembelajaran. Salah satu kesalahan terbesar dalam pendidikan adalah overstructuring, yang tidak membolehkan siswa bermain di setiap titik pada proses pendidikan.
Games yang diterapkan, diharapkan mengarah kepada keakuratan (accuracy) dan kelancaran (fluency) tanpa harus meninggalkan unsur fun atau kesenangan. Beberapa teknik yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran bahasa, antara lain kesenjangan informasi (information gap), menerka (guessing), mencari (search), menjodohkan (matching), mengganti, menukar (exchanging), mengumpulkan (collecting), menggabungkan dan menyusun (combining and arranging), teka-teki (puzzles), permainan kartu (card games), dan role play.
Dengan langkah-langkah tersebut diatas, siswa dan guru akan ikut tertantang dan masuk ke dalam sebuah permainan. Permainan dapat dikembangkan terus-menerus menggunakan berbagai ide dan pola, tergantung kebutuhan.
Permainan juga dapat dilakukan dengan bermain kata. Model ini diterapkan untuk tujuan meningkatkan penguasaan kosakata siswa, baik ngoko maupun krama. Wujud permainan ini dilakukan dengan teka-teki silang (TTS), dan skrebel.
Tujuan akhir dari pelajaran mulok bahasa Jawa adalah kemampuan menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Dengan metode yang integratif, yaitu materi bahasa, sastra dan budaya yang saling mendukung dan menyenangkan, semoga kita sebagai guru mampu menumbuhkan kembali rasa cinta generasi muda terhadap bahasa dan budaya daerah sendiri (*)