Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Penerbangan

Pemerintah Siapkan Maskapai Baru Jika Garuda Ditutup, Inilah Nama Maskapai yang Santer Disebutkan

Kondisi mengkhawatirkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk membuat pemerintah ancang-ancang menyiapkan maskapai pengganti.

(Garuda Indonesia)
Desain masker pada badan pesawat Garuda Indonesia 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Kondisi mengkhawatirkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk membuat pemerintah ancang-ancang menyiapkan maskapai pengganti. Keuangan emiten berkode GIAA ini tengah berdarah-darah.

Garuda masih terlilit hutang menggunung. Masalah lainnya, maskapai flag carrier ini silih berganti menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari para krediturnya yang bisa berujung kepailitan.

Belum lagi, bisnis penerbangan masih dihantui ketidakpastian selama pandemi Covid-19, membuat kinerja keuangan Garuda Indonesia diperkirakan sulit bertahan. Kementerian BUMN sendiri sudah menyatakan secara terbuka bahwa pemerintah tengah menyiapkan maskapai pengganti apabila Garuda Indonesia tak bisa diselamatkan alias terpaksa ditutup.

Adalah Pelita Air Service (PAS) yang dipilih sebagai maskapai pengganti untuk mengisi layanan penerbangan berjadwal menggantikan Garuda Indonesia.

Pelita Air sebenarnya merupakan anak usaha dari PT Pertamina (Persero). Namun saat ini, PAS hanya melayani penerbangan charter.

Sebagai salah satu perusahaan operator pesawat charter terbesar di Indonesia, Pelita Air memiliki bandara sendiri, yakni Bandara Pondok Cabe yang berlokasi di Tangerang Selatan.

Dikutip dari laman resmi perusahaan, Minggu (24/10/2021), Pelita Air Service berdiri pada tahun 1970 atau saat Indonesia mengalami booming minyak di era Orde Baru. Meraup keuntungan besar dari lonjakan produksi dan kenaikan harga minyak dunia, kala itu Pertamina mendirikan banyak anak perusahaan, salah satunya Pelita Air Service.
PAS dibentuk untuk menggantikan divisi udara Pertamina, Pertamina Air Service. Ini karena kebutuhan pengangkutan udara ke daerah terpencil sangat tinggi, terutama di kawasan kantong-kantong tambang minyak BUMN tersebut dari Sabang sampai Merauke.

Penerbangan charter

Selain melayani penerbangan para pejabat dan pegawai Pertamina, Pelita Air melebarkan sayap bisnisnya dengan membuka penerbangan charter untuk transmigrasi, pemadam kebakaran, pengungsi, pelang merah, kargo, pengamatan tumpahan minyak, hingga foto udara.

Pelita Air terus meluas. Kini, bisnisnya juga meliputi layanan penerbangan VVIP, evakuasi medis, survei udara, penyewaan helikopter, hingga pengibaran spanduk dari udara. Pelita Air juga memiliki bisnis yang hampir serupa dengan Garuda Indonesia, yakni bisnis perawatan dan pemeliharaan pesawat.

Bisnis ini dikelola oleh anak usahanya, PT Indopelita Aircraft Services, yang memiliki kemampuan dalam melakukan perawatan dan perbaikan pekerjaan dari lapangan udara milik sendiri di Pondok Cabe yang terdiri dari hangar, gudang, dan landasan sepanjang 2.000 meter.

Pelita Air juga sempat menjajal bisnis penerbangan berjadwal sejak tahun 2000. Namun kemudian bisnis penerbangan reguler ini ditutup pada tahun 2005 dengan alasan perusahaan ingin fokus pada penerbangan charter.

Pelita Air Service mengoperasikan beberapa armada antara lain pesawat rotary wing dan fixed wing untuk melewati seluruh medan Indonesia. Diantaranya, ATR 42-500, ATR 72-500, CASA 212-200, AT 802, Bell 412 EP, Bolkow NBO-105, Sikorsky S76 C++, Sikorsky S76-A, Bell 430.

Kementerian BUMN membenarkan rencana untuk menyiapkan PT Pelita Air Service (PAS) sebagai maskapai berjadwal nasional menggantikan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Persiapan Pelita Air sebagai maskapai berjadwal ini untuk mengantisipasi apabila restrukturisasi dan negosiasi yang sedang dijalani oleh Garuda tak berjalan mulus.

"Kalau mentok ya kita tutup (Garuda), tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar,’" kata Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo.

Menurut Tiko, panggilannya, progres negosiasi dan restrukturisasi utang Garuda Indonesia dilakukan dengan seluruh lender, lessor pesawat, hingga pemegang sukuk global, melibatkan tiga konsultan yang ditunjuk Kementerian Negara BUMN.

Meskipun demikian, negosiasi dengan kreditur dan lessor masih alot dan membutuhkan waktu yang panjang. Salah satu alasannya, pesawat yang digunakan Garuda Indonesia dimiliki puluhan lessor.

Tiko juga menilai opsi penutupan Garuda Indonesia tetap terbuka meski berstatus sebagai maskapai flag carrier. Alasannya, saat ini sudah lazim sebuah negara tidak memiliki maskapai yang melayani penerbangan internasional.

Dia pun beralasan meskipun Garuda Indonesia bisa diselamatkan, nyaris mustahil Garuda Indonesia bisa melayani lagi penerbangan jarak jauh, misalnya ke Eropa. Oleh karena itu, untuk melayani penerbangan internasional, maskapai asing akan digandeng sebagai partner maskapai domestik. (kompas.com)

Baca juga: LIPUTAN KHUSUS : Sejumlah Buruh Tak Bisa Berobat Pakai BPJS karena Perusahaan Nunggak Iuran

Baca juga: Kunci Jawaban Buku Tematik Kelas 6 Tema 6 Soal Pada Halaman 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126

Baca juga: Serikat Karyawan Angkasa Pura II Surati Jokowi, Keberatan Tes PCR Diwajibkan bagi Penumpang Pesawat

Baca juga: OPINI Achmad Sultoni : Meraga dan Menjiwai Bahasa Indonesia

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved