FOKUS
FOKUS : Bisnis Pandemi, Mau Sampai Kapan?
BARU berlaku sekira dua hari, kebijakan wajib PCR ataupun antigen bagi warga yang melakukan perjalanan darat sejauh 250 kilometer hingga lebih
Penulis: deni setiawan | Editor: Catur waskito Edy
oleh Deni Setiawan
Wartawan Tribun Jateng
BARU berlaku sekira dua hari, kebijakan wajib PCR ataupun antigen bagi warga yang melakukan perjalanan darat sejauh 250 kilometer hingga lebih, kini telah dicabut. Termasuk yang lainya semisal menggunakan pesawat.
Apakah karena dr Tirta Mandira Hudhi atau akrab disapa dr Tirta itu? Secara umum mungkin ada pengaruhnya sehingga Kemenhub mencabut kebijakan itu.
Kini, kewajiban PCR telah dicabut, baik perjalanan darat, udara, maupun air. Kemudian mempertegas soal kewajiban antigen dan sudah vaksin minimal dosis pertama.
Utamanya bagi mereka yang hendak melakukan perjalanan. Sebagai bukti, warga diminta membawa surat keterangan hasil negatif dimana tes tersebut dilakukan 1x24 jam sebelum keberangkatan.
Termasuk juga bukti kartu vaksin dimana mereka bisa mengunduh melalui aplikasi PeduliLindungi. Itu bagi yang sedang melakukan perjalanan jauh.
Sedangkan perjalanan rutin dan masih dalam satu aglomerasi perkotaan semisal dari rumah ke kantor atau berbelanja kebutuhan harian, hal itu tidak diwajibkan.
Pertanyaan bernada kritikan dr Tirta memang tepat. Secara logika, memang akan muncul stigma ‘bisnis lagi bisnis lagi’ di masa pandemi ini.
Seperti beberapa obrolan ringan warga di waktu luang sembaringopidi lingkungan tempat tinggal maupun ruang kerja mereka.
“Kalau pejabat pergi ke luar daerah kira-kira mereka bayar biaya PCR tidak, ya? Gimana kalau posisi mereka sedang ada di posisi kita saat ini?” celetuk Khamid, pegawai swasta di Kota Semarang itu.
“Apa karena vaksin gratis, PCR bayar, kemudian bikin aturan wajib PCR kalau mau bepergian?” ucap Joko Pri, warga Kendal.
Ya, tak dimungkiri dan setidaknya ada korelasi kaitan bisnis di masa pandemi ini. Cukup banyak bukti dan dibuktikan ketika bersama ditelusuri. Padahal tujuan mulia awalnya adalah mencegah penyebaran serta penularan Covid-19.
Sebagai contoh di tempat layanan kesehatan swasta. Tak sedikit di antaranya melengkapi dengan menyediakan fasilitas PCR maupun swab antigen. Itu bukan modal yang tak sedikit.
Begitu muncul kebijakan Kemenkes kaitan batas atas tarif PCR, tak sedikit yang terpaksa menghentikan layanan itu. Alasannya masuk akal, yakni karena tidak menutup apa yang dikeluarkan.