Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Banyumas

Sejarah Mendoan Banyumas Ditemukan Secara Tidak Sengaja, Kini Menjadi Warisan Budaya Tak Benda

Bagi warga Banyumas dan sekitarnya siapa yang tidak kenal dengan mendoan. Olahan makanan berbahan dasar tempe ini sangat populer.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: moh anhar
TRIBUN JATENG/PERMATA PUTRA SEJATI
Budayawan, Ahmad Tohari saat ditemui Tribunjateng.com, kediamannya, Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, 15 Mei 2019. 

TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Bagi warga Banyumas dan sekitarnya siapa yang tidak kenal dengan mendoan. 

Olahan makanan berbahan dasar tempe ini sangat populer karena banyak kalangan yang menggemarinya. 

Mendoan biasanya disajikan sebagai pelengkap nasi, pecel, atau sekedar camilan. 

Menjadi makanan yang tidak terlepaskan dari kehidupan sehari-hari warga Banyumas, mendoan punya nilai historis tersendiri. 

Belum lama ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan mendoan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb).

Baca juga: Kecelakaan Maut 4 Kendaraan di Kendal, Korban Meninggal Mashudi Pensiunan Polisi Ketiban Truk Boks

Baca juga: Pemkab Semarang Catat Belum Ada Penambahan Kasus Covid-19 dalam Satu Minggu 

Baca juga: Seorang Pria Terjun dari Lantai Enam Hotel di Semarang, Korban Ancang-ancang dan Tabrak Kaca

Sungguh ini menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi warga Banyumas dan sekitarnya. 

Penetapan Warisan Budaya Tak Benda 2021 yang digelar di Jakarta pada Selasa-Sabtu (26-30/10/2021) yang lalu. 

Budayawan Banyumas, Ahmad Tohari bercerita, mendoan ditemukan secara tidak sengaja oleh warga Kabupaten Banyumas. 

Mendoan adalah produk ketidaksengajaan tetapi menjadi lebih populer dari produk yang semula akan dibuat, yaitu keripik tempe. 

Awalnya orang Banyumas akan membuat keripik tempe.

Keripik tempe dibuat dari tempe yang tipis agak lebar.

Bila sudah menjadi keripik tempe kemudian dicelupkan kepada adonan tepung, dengan bumbu garam dan ketumbar. 

Adonan itu kemudian dicelupkan lalu digoreng. 

Untuk menjadi keripik maka harus melalui dua tahapan cara menggorengnya. 

Setelah bahan makanan itu setengah matang, diangkat dahulu dari penggorengan dan didinginkan. 

Baru kemudian digoreng lagi untuk proses kedua kalinya sampai kering, hal itu harus dilakukan dua tahap.

"Jadi dalam keadaan tahap pertama ini, mungkin ada orang yang ngiler kepingin mencoba dan dimakan walaupun itu sebetulnya baru tahap pertama digoreng. 

Ini yang kemudian menjadi makanan yang dinamakan mendoan," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Senin (8/11/2021). 

Dari percobaan itulah kemudian dikembangkan makanan khusus yang dinamakan mendoan.

Makanan mendoan tercipta dari ketidaksengajaan dari makanan keripik tempe yang belum sepenuhnya jadi. 

Pada perkembangannya mendoan menjadi penuh bumbu seperti, seledri, ketumbar, bawang putih, dan muncang.

Tohari menjelaskan kata mendo mempunyai arti 'setengah matang' atau lembek dan bisa juga berarti lemah. 

"Misal, kalau orang lembek itu bisa dikatakan, mentalnya jangan mendo. 

Jangan lemah atau lembek. 

Jadi kata mendo sendiri sering ditasbihkan kepada orang Banyumas yang suka tidak serius dan mengerjakan sesuatu tidak selesai dengan tuntas," terangnya. 

Ahmad Tohari mengaku tidak suka orang Banyumas disebut mempunyai mental mendoan.

Karena ungkapan tersebut kerap dikaitkan kepada orang yang bermalas-malasan.

Ketika masih indekos di dekat Pasar Wage Purwokerto pada 1962, Ahmad Tohari ingat betul sentra keripik dan mendoan. 

Ia sempat indekos di sebelah rumah pemilik mendoan tersebut.

"Mendoan itu sangat pas sekali dinikmati dengan kopi hitam kental dan cabai rawit atau orang sini menyebutnya nyigit," katanya. 

Budayawan pengarang Novel legendaris Ronggeng Dukuh Paruk itu mengetahui persis kapan mendoan ini ditemukan. 

Menurutnya, mendoan ini sudah ada sejak bangsa Indonesia mengenal kedelai lalu membuat tempe. 

Yang mengajari masyarakat pribumi membuat tempe adalah orang Tionghoa.

Warga Indonesia sudah mengenal tempe sejak zaman Demak atau abad ke-15. 

Karena Demak saat itu sangat dipengaruhi budaya cina. 

"Kita sudah mengenal tempe tentu saja olahan turunannya bisa berupa tempe goreng dan bisa jadi mendoan di situ," katanya. 

Pada faktanya, gorengan ini bukan hanya ditemukan di Banyumas saja, tetapi banyak ditemukan di Kabupaten Cilacap, Purbalingga, bahkan Kebumen. 

Ia berharap penetapan WTBp ini tidak menimbulkan polemik asal muasal Mendoan.

Dia mendukung mendoan adalah makanan yang berasal dari wilayah Banyumas Raya. 

Artinya Banyumas bisa berarti Banyumas Raya.

Meskipun secara administratifnya orang Pemkab Banyumas, yang mendaftarkan hal itu. 

"Tidak apa-apa. Karena wilayah sebaran budaya banyumas itu empat kabupaten. Bahkan mungkin menjorok ke Kebumen dan Bumiayu, Kabupaten Brebes," katanya. 

Menurutnya, tidak ada perbedaan signifikan dari Mendoan, hanya ada variasi bumbu dan cita rasa yang unik dan berbeda dari mendoan.

Seorang penjual mendoan asal Sawangan Purwokerto, Siti Andayani mengaku bangga mendoan dijadikan warisan budaya. 

Baca juga: Orang-orang Berlarian Nyebur Sungai Gombong Kebumen Mencari Mbah Daliyah, Anaknya Was-was

Baca juga: Seorang Pria Terjun dari Lantai Enam Hotel di Semarang, Korban Ancang-ancang dan Tabrak Kaca

Baca juga: Peringati Hari Pahlawan, The Wujil Resort Ungaran-Alfamart Beri Bingkisan ke LVRI Kabupaten Semarang

"Memang cita rasanya berbeda, mendoan Banyumas itu. 

Alhamdulillah kalau ditetapkan sebagai warisan budaya," ungkapnya. 

Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Asis Kusumandani menambahkan pengusulan mendoan sudah sejak tahun lalu. 

"Tahun lalu sudah diusulkan dan harapannya mendoan menjadi semakin mendunia," ungkapnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved