Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Video

Video Siasat Mahasiswa Rantau Unnes Bertahan Hidup Jual Bakso Bakar Difasilitasi Dosen

Mahasiswa rantau dari Kebumen ini harus nyambi bekerja sebagai pedagang bakso bakar di sekitar kampus Unnes, Sekaran Gunungpati, Kota Semarang. Usaha

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -  Berikut ini video siasat mahasiswa rantau Unnes bertahan hidup jual bakso bakar difasilitasi dosen.

Hidup di tengah keterbatasan ekonomi bukanlah satu penghalang bagi Wahib (22), seorang mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (Unnes), dalam meraih pendidikan.

Mahasiswa rantau dari Kebumen ini harus nyambi bekerja sebagai pedagang bakso bakar di sekitar kampus Unnes, Sekaran Gunungpati, Kota Semarang. Usaha ini dilakukan agar dirinya tetap bisa kuliah meskipun dengan dompet cekak.

'rek...rek...rek...' bunyi pisau digoreskan pada alat pembakaran bakso bakar terdengar berisik. Besi yang penuh jelaga berangsur hilang.

Satu persatu jajanan yang telah ditusuk seperti sate dimasukan ke dalam boks yang sudah dinaikan di motor. Tiga orang sibuk dengan aktivitasnya, termasuk Wahib. Mereka bersiap tarik gas berkeliling dengan motor menjajakan bakso bakar dengan jenama 'Endesss'.

Dua rekan Wahib bernasib sama: bekerja paruh waktu untuk mendapatkan tambahan uang kuliah. Menariknya, semua  perlengkapan berdagang dari boks, bahan baku, sepeda motor semuanya difasilitasi seorang dosen.

Dia adalah Andy Suryadi seorang dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Unnes. Andy menamakan 'lapak berjalan'-nya itu Gerobak Penyambung Harapan (GePeHa).

Dinamakan demikian lantaran ia berharap gerobak tersebut menjadi sarana penyambung harapan para mahasiswa dan mahasiswi yang membutuhkan pekerjaan paruh waktu untuk menyambung hidupnya di kampus sampai lulus.

"Mereka (para mahasiswa) ada yang sudah tidak di-cover orangtuanya (uang saku). Ada yang masih di-cover tetapi tidak seberapa. Jangan sampai karena masalah ekonomi, (kuliah) mereka terputus di jalan, kan sayang," kata Andy ketika ditemui di rumahnya di Jalan Gebyog Raya Patemon, Gunungpati, Semarang, Rabu (10/11/2021) sore.

Tentunya bangga, ketika ada mahasiswa yang ikut berdagang  dengan dirinya bisa lulus jadi sarjana dan mendapatkan pekerjaan yang layak ataupun sukses berwirausaha.

Ia bercerita ada satu mahasiswanya dari Tegal yang saat ini sudah 'mentas' dari bangku kuliah dan bekerja di bank. Mendapatkan bekal ilmu kewirausahaan di jalan bersama GePeHa membuatnya tidak puas dengan menjadi pegawai, sehingga dia membuka usaha konveksi dan kayu.

Menjadikan mahasiswa sebagai pelapak banyak dinamika. Lantaran jadwal 'ngelapak' kemungkinan berbenturan dengan agenda kuliah, bimbingan, tugas, dan aktivitas di organisasi kemahasiswaan. Sehingga lapak harus tutup sementara.

Terkadang, bahan-bahan sudah disiapkan, namun tidak bisa dijajakan lantaran sang pelapak memberitahukan tidak bisa berangkat secara mendadak.

Tentunya, hal tersebut berdampak pada kerugian. Belum lagi pada masa pandemi dimana belum semuanya mahasiswa berangkat ke kampus serta cuaca yang tidak mendukung seperti sekarang ini membuat pendapatan menyusut.

"Ada yang pernah menyarankan jangan menggunakan jasa mahasiswa, gunakan orang yang memiliki waktu banyak saja. Saya bergeming. Ada yang melamar, bukan dari mahasiswa, saya tolak. Prioritas saat ini untuk mahasiswa," kata Andy.

Menurutnya, ada titik simpul perubahan dalam diri mahasiswa yang akan merubah nasib keluarganya. Sehingga, asa mereka untuk lulus dari perguruan tinggi dengan perekonomian tertatih-taih, tetap bisa diwujudkan.

"Meskipun secara finansial masih terpontang-panting, pernah sehari hanya mendapatkan omzet Rp 40 ribu, setelah dipotong upah untuk mahasiswa dan modal, jelas rugi banyak. Setidaknya, saya memiliki tabungan kebahagiaan pada dua hal:  pertama, saya sudah bisa ngayem-ngayemi mahasiswa yang pas-pasan secara ekonomi, kedua mereka punya modal jiwa berwirausaha untuk menjadi sukses kelak," ucapnya.

Saat ini, Andy sudah merangkul 10 mahasiswa yang berasal dari berbagai fakultas di Unnes. Bahkan ada satu mahasiswa yang berasal dari kampus lain.

10 mahasiswa tersebut bekerja secara bergantian atau shifting lantaran saat ini hanya ada lima lapak atau gerobak yang beroperasional, tiga lapak bakso bakar, satu lapak corn dog, dan satu gerobak es tebu.

"Saya sudah tidak minta (uang) ke orangtua lagi. Sudah mandiri. Jadi harus jualan," kata Wahib. Dia merupakan mahasiswa yang paling lama ikut berjualan dengan Andy.

Upah dari berjualan, kata dia, digunakan untuk keperluan kuliah dan kebutuhan hidup selama di perantauan.

Hal senada juga diungkapkan Yuliko Priyambudi (25), mahasiswa tingkat akhir Pendidikan Sejarah FIS Unnes. Selain ingin belajar berwirausaha ia juga membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan selama hidup di kota orang untuk menempuh pendidikan.

"Ingin mandiri. Juga karena sudah tidak ada kegiatan di kampus. Saat ini sedang menyusun skripsi sehingga tidak ada kegiatan. Daripada tidak ada aktivitas di kos, lebih baik ikut 'ngelapak'," ucapnya.

Mereka kerap membuka lapak di beberapa titik antara lain di dekat SD Sekaran 1, jembatan dekat Rusunawa Unnes, samping gapura dekat Gang Cempaka, dan di Sampangan.(mam)

TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE :

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved