Berita Regional
Buruh Karawang Gugat Ridwan Kamil ke PTUN: Mengecewakan, Jangan Harap Jadi Presiden
Ferry mengatakan, penentuan UMK oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil berdasarkan PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dinilai inkonstutional.
Namun, usulan UMK Karawang tahun 2022 itu direvisi setelah mendengar aspirasi buruh.
Massa Buruh KBB : Jangan Harap Jadi Presiden
Terkait dengan kekecewaan terhadap besaran UMK, massa buruh di Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengancam tidak akan memilih Ridwan Kamil di Pilpres 2024.
Pemkab Bandung Barat sendiri merekomendasikan UMK KBB yang alami kenaikan sebesar 7 persen, sesuai keinginan buruh.
Namun, saat UMK diteken Gubernur Jabar, ternyata kenaikan UMK tidak mencapai 7 persen.
Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) KBB, Budiman mengatakan, para buruh tidak akan mendukung Ridwan Kamil jika jadi mencalonkan diri sebagai calon presiden.
Alasannya, para buruh kecewa terhadap keputusan Ridwan Kamil yang mengabaikan rekomendasi Pemkab Bandung Barat.
"Gubernur Jabar sangat mengecewakan, jangan harap jadi (calon) presiden kita coblos, gak akan ada dukungan penuh (dari buruh)," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (1/12/2021).
Ridwan Kamil dalam menetapkan UMK ini, kata Budiman, hanya memandang dari aspek regulasi pemerintah pusat saja, tetapi tidak memikirkan rekomendasi dari bupati/walikota di Jabar.
Padahal, kata Budiman, sebetulnya gubernur itu memang memiliki diskresi untuk mengabulkan rekomendasi soal kenaikan upah tersebut, seperti yang dilakukan Pemprov Jatim.
"Contoh Jatim ada kenaikan 4 hingga 5 kabupaten/kota yang dianggap ring satunya Jatim. Kalau berdasarkan PP 36 memang tidak naik, tapi kan di situ ada diskresinya gubernur, jadi naik dengan rata-rata Rp 75 ribu atau setara 1,74 persen," kata Budiman.
Sedangkan Gubernur Jabar sendiri, kata dia, hingga saat ini tidak memperhatikan hal kecil seperti itu, sehingga Ridwan Kamil pun dinilai buruh di Bandung Barat tidak melihat kondusifitas wilayah.
"Prinsipnya kalau bagi kami, Gubernur Jabar itu tidak menggunakan hak diskresinya beliau. Jadi, lebih kepada PP nomor 36," ucapnya.
Padahal rekomendasi dari bupati/walikota itu, kata Budiman, tidak asal karena sudah berdasarkan pertimbangan dan masukan saat rapat dewan pengupahan.
Seharusnya hal itu dipertimbangkan dengan menggunakan hak diskresi dan berkomunikasi dengan kementerian.