Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Regional

Bikin Emosi, Guru Pesantren Bandung Ini Menggagahi Belasan Santri Putri hingga Hamil dan Punya Bayi

Terbongkarnya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Herry Wirawan terhadap belasan santrinya memicu emosi siapa pun.

Editor: moh anhar
DOKUMENTASI TRIBUN JABAR
Herry Wirawan, guru ngaji bejat yang rudapaksa 12 santriwati di bawah umur hingga hamil. 

TRIBUNJATENG.COM, BANDUNG - Terbongkarnya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Herry Wirawan terhadap belasan santrinya memicu emosi siapa pun.

Betapa tidak, Herry Wirawan yang merupakan guru ngaji pondok pesantren terbukti menggagahi belasan santri, dalam rentang waktu 2016 hingga 2021. 

Ada 12 santri putri yang diperdayai, dan 8 diantaranya hamil dan kini sudah melahirkan bayi.

Sangat memprihatinkan, korban santri putri ini masih berusia 13-16 tahun/  

Berikut ini rangkuman fakta-fakat kasus rudakpaksa yang dilancarkan guru ngaji pesantren ini:

Baca juga: Turut Berduka, Wali Kota Bandung Oded M Danial Meninggal saat Akan Jadi Khatib Salat Jumat 

Baca juga: Dedi Mulyadi Sedih sekaligus Takjub Dengar Wali Kota Bandung Meninggal: Cara Pulang Yang Sempurna

Baca juga: Pengakuan MAYH, Guru SD yang Cabuli 15 Siswi saat Jam Istirahat, Kasusnya Gegerkan Cilacap

1. Pertama kali terungkap

Perilaku bejat Herry Wirawan, guru mengaji yang merudapaksa belasan santriwati, kali pertama diketahui oleh keluarga korban yang mengetahui anaknya tengah mengandung.

Keluarga korban itu kemudian melaporkan hal tersebut kepada kepala desa, lalu ke Polda Jabar.

"Ini tebongkarnya oleh seorang ibu yang anaknya (belajar) di sana, yang melihat ada perubahan dalam tubuh anaknya, lalu melaporkan ke kepala desa," ungkap Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari.

AN (34), salah satu keluarga korban yang berasal dari Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, mengungkapkan modus bejat pelaku.

Ia menuturkan, pihak keluarga tidak pernah mengetahui korban tengah dalam masalah, lantaran setiap kali korban pulang ke rumah tidak pernah berkomunikasi karena korban tertutup.

Pelaku pun kerap memaksa korban untuk segera kembali ke pondok pesantren jika sedang pulang ke rumah.

"Anak gak pernah lama ada di rumah, lebih dari tiga atau lima hari si pelaku Herry ini langsung nelpon, dia nyuruh anak kembali ke pondok," ujar Diah saat diwawancarai Tribunjabar.id (Tribun Netwrok), Kamis (9/12/2021).

Pelaku diketahui, Herry tinggal seorang diri di dalam pesantren tersebut, sementara pengajar lainnya tinggal di rumah masing-masing.

AN menjelaskan, pihak keluarga pun pernah bertanya-tanya dengan aturan ketat yang diberlakukan pesantren milik pelaku.

"Kenapa sih kok ketat banget, tapisaat itu kami tidak pernah berburuk sangka, mungkin aturan ketat itu memang sudah diberlakukan oleh pihak pesantren," ucapnya.

Menurutnya, keluarga memilih memasukkan anak ke pesantren tersebut lantaran menawarkan biaya pendidikan gratis.

Baca juga: Wali Kota Bandung Oded M Danial Roboh saat Menuju Mimbar Salat Jumat, Sudah Sakit Sejak Juli 2021

Baca juga: Blusukan, Petugas Gabungan di Blora Gelar Vaksinasi Malam Hari

Tawaran pendidikan gratis tersebut tanpa pikir panjang dipilih, lantaran keluarga korban tidak cukup mampu untuk menyekolahkan anaknya.

"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," ungkap AN.

2. Bayi hasil tindakan bejat pelaku diasuh orang tua korban

Diah Kurniasari mengatakan 8 dari 11 santriwati yang menjadi korban rudakpaksa tersebut semuanya telah melahirkan.

"Selama enam bulan ini semuanya sudah lahir, tadi saya lihat berita di TV masih disebutkan dua korban masih hamil. Tidak, sekarang semua sudah dilahirkan," ujarnya saat menggelar jumpa pers di Kantor P2TP2A Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021) malam.

Ia menuturkan, saat ini semua bayi tersebut sudah dibawa oleh orang tua korban.

Adapun korban saat ini masih menjalani trauma healing di rumah aman P2TP2A.

"Bayinya semuanya sudah ada di ibu korban masing-masing," ucapnya.

Trauma healing yang dilakukan P2TP2A tidak hanya dilakukan kepada korban rudakpaksa, namun juga diberikan kepada orangtua korban.

Diah menjelaskan, sejak awal pihaknya sudah mempersiapkan korban untuk siap, jika suatu saat permasalahan mereka ini terkuak ke publik.

"Kondisi korban saat ini Insya Allah sudah lebih kuat, kami sudah jauh-jauh hari mempersiapkan mereka selama ini untuk siap mengahadapi media," ucapnya.

Korban, menurutnya, masih terikat persaudaraan dengan korban lainnya karena sebelumnya saling ajak untuk bersekolah di pesantren tersebut.

Rata-rata umur korban berusia 13 hingga 15 tahun.

3. Diduga Pakai Dana Bantuan Pemerintah untuk Sewa Hotel

Sementara itu, di balik aksi bejatnya, Herry Wirawan melakukan tindakan tak benar lainnya.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana, mengatakan Herry Wirawan diduga memakai dana bantuan dari pemerintah untuk kepentingannya pribadi.

Seperti menyewa apartemen, hotel dan sebagainya.

Dugaan itu ditemukan berdasarkan hasil penyelidikan tim intelijen selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan.

"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," ucap Asep dalam konferensi persnya, Kamis (9/12/2021)

Karena itu, ancaman hukuman berat akan menanti HW.

Asep menilai tindakan yang dilakukan HW, bukan soal asusila saja, namun juga tindakan kejahatan kemanusiaan.

Kajati Jabar itu pun mengatakan, pihaknya akan terus memantau perkembangan terkait perkara tersebut hingga selesainya masa persidangan.

Sementara itu, Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jabar, Dodi Gazali Emil juga menjelaskan sosok HW dalam melakukan aksi bejat.

Dikatakannya, HW merudapaksa korbanya tidak di satu tempat saja.

"Perbuatan terdakwa Herry Wirawan dilakukan di berbagai tempat," ujarnya saat dihubungi Tribun Jabar (Tribun Network), Rabu (8/12/2021).

Dalam berita acara yang didapatkan Tribun Jabar, pelaku melakukan aksi bejatnya mulai dari di Yayasan KS, Yayasan Pesantren TM.

Kemudian, Pesantren MH, basecamp terdakwa, apartemen TS, dan beberapa hotel di Kota Bandung.

4. Janji pelaku pada korban

Tak hanya itu, pelaku bahkan juga mengiming-imingi para korbannya beragam janji.

Herry, yang mengajar di beberapa pesantren dan pondok, mengiming-imingi korbannya menjadi polisi wanita.

Baca juga: 4,8 Juta Pemudik Diprediksi Masuk Jateng Saat Libur Nataru, Ini Antisipasi Gubernur Ganjar

Baca juga: Turut Berduka, Wali Kota Bandung Oded M Danial Meninggal saat Akan Jadi Khatib Salat Jumat 

Iming-iming tersebut tercantum juga dalam surat dakwaan dan diuraikan dalam poin-poin penjelasan korban.

"Terdakwa menjanjikan akan menjadikan korban polisi wanita," ujar jaksa dalam surat dakwaan yang diterima wartawan, Rabu.

Selain menjadi polisi wanita, pelaku menjanjikan kepada korbannya untuk menjadi pengurus pesantren.

Herry juga menjanjikan kepada korban akan dibiayai kuliah.

"Terdakwa menjanjikan anak akan dibiayai sampai kuliah," ujarnya.

5. Izin operasional pesantren dicabut

Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung telah mengambil langkah strategis untuk menangani kasus rudapaksa yang terjadi di salah satu pondok pesantren di Kota Bandung.

Mulai dari permohonan pembekuan operasional lembaga sampai memastikan keberlansungan pendidikan para korban.

Saat ini, Kemenag RI telah mencabut izin pondok pesantren tersebut.

Kepala Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi menuturkan, sejak kasus ini terkuak Juni lalu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat untuk meninjau ulang operasional lembaga pendidikan tempat HW alias Herry Wirawan, guru rudapaksa santri tersebut mengajar.

"Saat ini sedang proses pencabutan izinnya. Karena yang berwenang mencabut izin yaitu Kemenag RI," ujar Tedi, Kamis (9/12/2021).

Tedi menuturkan, Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang diselenggarakan oleh yayasan pondok pesantren tersebut hanya mendapatkan izin untuk di Antapani.

Sedangkan pesantren yang berlokasi di Cibiru berdiri tanpa izin Kemenag.

"Ketika lokasinya berbeda harus ada izin terpisah, yaitu izin cabang. Pelaku belum urus izin cabang di Cibiru, yang katanya boarding school. Sebelumnya kita tidak mengetahui pendirian cabang di Cibiru," ujarnya.

Selain mengajukan pembekuan lembaga, Tedi juga langsung bergerak cepat menangani keberlanjutan proses pendidikan para santriwati yang terdata di lembaga tersebut. Tujuannya agar bisa segera memindahkan ke lembaga pendidikan lain.

Kendati dari perkembangan kasus yang menjadi korban sebanyak 12 orang, namun Tedi memilih seluruh santriwati yang ada di lembaga pendidikan tersebut untuk dipindahkan.

Total sebanyak 35 orang santriwati yang terdaftar, semuanya difasilitasi.

Baca juga: Harga Cabai Rawit Setan di Kabupaten Tegal Tembus Rp 70 Ribu per Kilogram

Baca juga: Cara Dapat Cuan dari Game Candy Kaboom Aplikasi Penghasil Uang Membayar ke DANA

"Kita rapat dengan provinsi dan seluruh pokja PKPPS berkoordinasi siapa yang akan menampung 35 anak."

"Namun keputusannya tetap itu tergantung kepada anak. Sebagian besar anak mau ke sekolah formal," terangnya.

Menurut Tedy, saat rapat dengan DP3A Jawa Barat dan Polda Jabar, Kemenag ikut pendampingan terhadap kasus tersebut secara proporsional.

"Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut," jelasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjabar.id dengan judul Fakta-fakta Guru Rudapaksa 12 Santriwati, Pelaku Janji Sekolahkan korban hingga Jadi Polisi Wanita

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved