Guru Berkarya
Penulisan Fonem /e/ Dalam Aksara Jawa
Sebagai mata pelajaran muatan lokal, pembelajaran bahasa Jawa banyak menemui lika-liku di lapangan.
Oleh: Urip Triyono SS, Guru SMPN 2 Jatibarang Kabupaten Brebes
SEBAGAI mata pelajaran muatan lokal, pembelajaran bahasa Jawa banyak menemui lika-liku di lapangan. Terlebih lagi bila diajarkan pada peserta didik pendidikan dasar (SD-SMP), karena pada usia pendidikan dasar kosa kata yang dikuasai peserta didik masih terbatas. Ditambah lagi, bila bahasa yang digunakan dalam keseharian tidak seratus prosen bahasa Jawa standar yang berpusat pada pusat peradaban Jawa, yaitu standar Jogjakarta atau Surakarta.
Salah satu keunikan bahasa selain bersifat manasuka dalam makna (arbitrer) adalah memiliki struktur bahasa yang berbeda antara satu bahasa dengan lainnya. Ciri khas kebahasaan ini menyangkut sistem bunyi, pembentukan kata, pembentukan kalimat, dan sistem semantiknya. Diantara keunikan yang dimiliki bahasa Jawa adalah adanya realisasi fonem yang berpengaruh dalam pembentukan makna suatu satuan ujaran. Begitu pula dalam realisasi suatu fonem pada satuan ujaran berupa kata ataupun kalimat, realisasi fonem ini akan berpengaruh dalam pembentukan makna secara gramatik.
Dalam bahasa Jawa terdapat sebuah bunyi yang disebut dengan istilah e pepet dan e taling, suatu fonem vokal yang dalam penulisan bentuknya sama namun berbeda bila didistiribusikan dalam konteks kalimat. Penulisan variasi fonem e (alofon e) ini akan berubah makna bila disandingkan dengan konteks kalimat, seperti pada kata kesed, yang setidaknya dapat memiliki 3 arti, yaitu ‘alas pembersih kaki’, ‘suka terlambat’, dan ‘bersih dari lemak atau kotorannya sudah hilang’. Antara tulisan e latin berbahasa Indonesia dengan e latin berbahasa Jawa tidak ada perbedaan.
Penulisan fonem /e/ mengalami problematik karena huruf e tidak ada tanda spesifik dalam realisasinya pada kata atau kalimat. Realisasi fonem /e/ dalam pembentukan makna gramatis lebih ditentukan oleh pengetahuan penutur ataupun penanggap akan kosa kata yang mengandung fonem tersebut. Fonem e pepet biasanya ditulis bercaping untuk membedakan dengan fonem e taling. Pada perkembangan dan penggunaan mutakhir memang tidak ada pembeda fonem e pepet dan e taling dalam penulisan huruf latin berbahasa Indonesia maupun berbahasa Jawa, hal yang tentu dapat dijadikan bahan kajian berikutnya (Soekatno, 2021). Namun sekali lagi, permasalah ini hanya masalah kesepakatan saja sebagaimana sifat unik dari sebuah bahasa.
Problem yang muncul pada pembelajaran penulisan aksara Jawa adalah realisasi vokal e yang ditulis sama dalam aksara latin. Anak-anak pada usia sekolah dasar seperti SD dan SMP yang kosakata bahasa Jawanya masih minim akan mengalami kesulitan menentukan apakah huruf e yang terdapat dalam kata tersebut direalisasikan dengan sandhangan swara e taling ataukah e pepet. Sebagai contoh dalam penulisan kata kesed di atas. Peserta didik bahkan tidak akan tahu harus menggunakan sandhangan yang mana karena kosa kata tersebut belum akrab dalam pendengarannya. Peserta didik akan jengah apakah akan menggunakan e pepet ataukah e taling jika tidak memahami makna kata tersebut.
Permasalahan penulisan kata kesed, bila berarti ‘pembersih alas kaki’ dalam aksara Jawa, maka akan digunakan taling ka taling sa dan da pangkon. Bila kesed berarti ‘suka terlambat’, maka tulisan Jawa yang digunakan: ka pepet taling sa dan da pangkon. Bila kesed berarti ’bersih dari debu/kotoran’, maka tulisan Jawanya: ka pepet sa pepet dan da pangkon. Demikian dan seterusnya, bahwa problematika penulisan aksara Latin ke Jawa akan menjadi permasalahan tersendiri dalam pembelajaran bahasa Jawa khususnya pada materi penulisan aksara Jawa sandhangan swara. Sebuah tantangan tersendiri bagi para dwija bahasa Jawa untuk lebih jeli dalam menyampaikan materi ini supaya pemahaman peserta didik tidak bias dan tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran.
Ketepatan penulisan alofon e yang berdistribusi pada kata atau kalimat sangat ditentukan oleh kejelian para guru bahasa Jawa dalam mengidentifikasi satuan bahasa tersebut dalam penggunaan e taling atau e pepet. Penguasaan kosakata sangat dituntut dalam memahami penggunaan variasi fonem vokal ini sebagai penentu kegramatikalan kalimat. (*)