Berita Semarang
Konsep Mikir Tanoto Foundation Bikin Belajar Lebih Asyik
Arifin Nur merasakan perbedaan kompetensi peserta didik setelah gunakan sistem Mikir.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Arifin Nur Hayadi, guru SDN 3 Karangtalun Kidul, Purwojati, Banyumas merasakan perbedaan kompetensi peserta didik setelah menggunakan sistem pembelajaran aktif yakni Mikir yang dikembangkan Tanoto Foundation.
Mikir merupakan akronim dari Mengalami, Interaksi, Komunikasi, dan Refleksi.
Penerapan Mikir ini, dikatakan membuat peningkatan pada motivasi peserta didik, rasa percaya diri, kompetensi, pengetahuan, rasa sosial karena ada interaksi dengan rekan yang lain.
"Respon orangtua juga baik. Katanya dengan pembelajaran menerapkan konsep Mikir, jadi terasa perbedaannya, anak-anak tidak bosan, lebih senang dalam kegiatan pembelajaran," kata Arifin pada program Bincang Santai dengan Tribun Jateng, Kamis (16/12/2021).
Ia menjelaskan konsep Mikir yang ia pelajari pada pelatihan yang diberikan Tanoto Foundation. Pertama, Mengalami.
Siswa harus melakukan kegiatan untuk mempelajari sesuatu atau learning by doing. Pada fase ini, siswa melakukan dan mengamati objek sekitar.
Kedua, Interaksi. Ada proses pertukaran gagasan dua orang atau lebih.
Lalu, Komunikasi. Terdapat proses penyampaian gagasan atau pikiran kepada yang lain.
Terakhir, Refleksi. Yakni proses memikirkan makna dari belajar yang dialami, atau pengalaman belajar.
"Refleksi dipicu dari sejumlah pertanyaan. Antara lain pengetahuan atau kemampuan apa yuang diperoleh dari belajar? Apa yang masih membingungkan dari proses belajar yang dialami siswa? dan sebagainya," terang guru yang juga menjadi Fasilitator Daerah (Fasda) Tanoto di Banyumas ini.
Dengan pendekatan pembelajaran tersebut, para siswa diajak untuk berpikir kreatif, mampu bekerja sama, dan memiliki pemikiran yang kritis.
Ia memberikan contoh implementasi pada pembelajaran matematika yang dilakukannya. Pada pembelajaran sisi dan sudut pada bangun ruang, siswa diminta untuk menemukan benda yang ada di sekitar. Misalnya, kaleng cat, caping petani dan sebagainya.
Dari contoh-contoh benda tersebut, peserta didik bisa menebak berapa titik sudut, sisi, dan rusuk dari kaleng cat yang berbentuk tabung atau caping petani yang berbentuk kerucut.
"Setelah proses pengamatan benda, saya ajak siswa untuk berinteraksi, saling tukar pendapat dengan rekan lain, saling bercerita menemukan apa. Mereka bisa bergurau, ada rasa senang karena saling berinteraksi satu sama lain. Belajar jadi lebih asyik, ini yang dinamakan joyfull learning," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, siswa sering mengalami 'tulen' atau 'metu kelalen' yang bermakna keluar kelas akan lupa pelajaran yang diberikan.