Muktamar NU
Firli Bahuri Bakal Pidanakan Pembuat Sprilindik KPK Palsu Soal Muktamar NU
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan tak pernah menandatangani surat perintah penyelidikan (sprilindik) terkait pengusutan dugaan korupsi kegiatan Muktam
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan tak pernah menandatangani surat perintah penyelidikan (sprilindik) terkait pengusutan dugaan pungutan kegiatan Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU).
"Saya tidak pernah tanda tangan dokumen tersebut," kata Firli dalam keterangannya, Selasa (21/12/2021).
Firli pun meminta Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto untuk melacak siapa pembuat sprilindik tersebut.
Dia bakal memidanakan pembuat sprilindik palsu itu.
"Mas Karyoto, tolong dilacak dan ungkap karena itu jelas perbuatan pidana," katanya.
Dalam Sprilindik tersebut dituliskan bahwa KPK menerima aduan dari masyarakat terkait adanya pungutan kepada aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Agama (Kemenag) dan pemberian uang dari Kemenag untuk pemenangan salah satu calon kandidat di Mukhtamar ke-34 NU.
Baca juga: KPK Bantah Isu Awasi Muktamar NU, Plt Jubir: Waspada Modus Penipuan
Masih tertulis dalam sprilindik, KPK kemudian mengimbau agar PWNU/PCNU atau masyarakat yang menerima uang dari Kemenag terkait Muktamar ke-34 NU bersedia mengembalikan uang tersebut dan melapor kepada KPK melalui nomor telepon 0811-959-575, 0855-8575-575.
Sprilindik itu dikeluarkan pada 20 Desember 2021 dan dibubuhi tanda tangan Ketua KPK Firli Bahuri. Tak luput terdapat cap KPK di atas tanda tangan tersebut.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan sprilindik tersebut palsu.
"KPK telah memeriksa dan memastikan bahwa surat tersebut palsu. Surat tersebut tidak sesuai dengan tata naskah dinas yang berlaku di KPK," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (21/12/2021).
Ali mengatakan, nomor telepon yang dicantumkan sebagai saluran pengaduan dalam sprilindik dimaksud bukan merupakan nomor saluran Pengaduan Masyarakat KPK.
Waspada Modus Penipuan
KPK bantah isu telah mengeluarkan surat edaran menyoal dugaan pemberian uang dari Kemenag dalam upaya pemenangan calon kandidat di Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama.
KPK memastikan, nomor telepon yang dicantumkan sebagai saluran pengaduan dalam informasi tersebut bukan nomor saluran pengaduan masyarakat KPK.