Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI : Nahdlatul Ulama dan Pesantren untuk Dunia

PENGURUS Besar Nahdlatul Ulama mengadakan rapat tertinggi yaitu Muktamar ke 34 di Lampung yang berlangsung 22-23 Desember 2021

Istimewa/ M Nur Huda
Situasi sidang pleno I Muktamar ke-34 NU di Lampung 

Oleh: Mukhamad Zulfa

Pengurus RMI Nahdlatul Ulama Kota Semarang


PENGURUS Besar Nahdlatul Ulama mengadakan rapat tertinggi yaitu Muktamar ke 34 di Lampung yang berlangsung 22-23 Desember 2021.

Muktamar kali ini mengusung tema "Satu Abad NU: Kemandirian dalam Berkhidmat untuk Peradaban Dunia".

Menyongsong abad kedua organisasi yang berbasis ulama ini mengajak untuk membangun peradaban dunia.

Namun, yang tak bisa ditinggalkan adalah rahim NU yaitu pesantren. Pesantren adalah rumah kecil sedangkan NU adalah rumah besar, oleh karena itu, keduanya harus menjadi satu kesatuan.

Pesantren lebih tua dibandingkan dengan NU bahkan dengan negara Republik Indonesia. Keteguhan dalam bidang pendidikan ini masih dipegang teguh hingga sekarang.

Bermula dari kitab kuning hingga pengembangan unit pendidikan perguruan tinggi sudah banyak tumbuh, mulai dari Ma’had Aly, Sekolah Tinggi, Institut hingga Universitas.

Tentu tanpa meninggalkan jati diri sebagai kaum sarungan. Hal ini membuktikan pesantren mampu mengikuti zaman.

Apabila dilihat lebih mendalam bahwa tugas dan tanggung jawab pesantren adalah mampu mengembangkan dua potensinya, yaitu potensi pendidikan dan potensi kemasyarakatan (MA. Sahal Mahfudh: 1999).

Potensi inilah yang harus menjadi inti dari NU yang telah dilahirkan dari pesantren yang kebanyakan tumbuh subur di pedesaan.

Akan tetapi bukan lokasi tempat dimana pesantren berada, nilai-nilai luhur yang ditanamkan inilah yang terus dijaga.

Apa yang disampaikan Sahal Mahfudh dikuatkan dengan adanya rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi berupa Undang Undang Pesantren (UUP) no. 18 2019 tentang Pesantren. Penambahan itu adalah bidang dakwah yang tak bisa ditinggalkan dari fungsi pesantren.

Tentu UUP ini tidak bisa berbunyi dengan baik bila tidak ada gayung bersambut berbagai elemen di masing-masing pemerintah kabupaten dan kota untuk menerjemahkan UUP agar bermanfaat bagi pesantren.

Pelaksanaan muktamar kali ini, dihadiri 34 Pengurus Wilayah, 521 Pengurus Cabang, 31 Pengurus Cabang Istimewa (di luar Indonesia), serta 14 badan otonom dan 18 lembaga.

Kekuatan ini ditambah 4.630 Majelis Perwakilan Cabang, 57.125 Pengurus Ranting dan 23.370 pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kekuatan struktural

Kekuatan struktural dan kultural ini sudah sampai pada tingkat kabupaten/kota tentu disertai dengan hidupnya kepengurusan di tingkat kecamatan hingga desa/kelurahan.

Ditopang dengan sejumlah struktur yang ada di luar negeri membantu mendiseminasikan pemikiran Islam rahmatan lil alamin ala Indonesia.

Sudah ada tiga Peraturan Menteri Agama, PMA No 30 tahun 2020 tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren, PMA No 31 tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren dan PMA No 32 tahun 2020 tentang Ma’had Aly, tiga PMA tadi baru awal untuk menguatkan pesantren.

Peraturan Presiden no. 82 tahun 2021 Tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren baru saja direvisi kemarin (15/12), terbit Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2021 tentang Dana Abadi di Bidang Pendidikan.

Dalam bidang pengembangan pesantren Abdurrahman Wahid (2016) pernah menulis esai tentang Dinamisasi dan Modernisasi Pesantren.

Tulisan itu cukup lama ditorehkan pada medio 70-an, ketika Gus Dur masih segar memberikan pencerahan melalui tulisan-tulisan yang tajam.

Tulisan itu bila diaplikasikan sekarang masih relevan dan tidak basi walaupun itu sudah lama.

Salah satu pra-syarat yang diajukan Gus Dur adalah mengajak lapis kedua kepemimpinan pesantren untuk ikut mewarnai kebijakan di pesantren. Hal ini sedikit demi sedikit sudah diterapkan pesantren sekarang ini.

Menjaga bangsa

Tentu tak semudah apa yang dikatakan dalam diskusi ataupun debat kusir, garis sejarah telah menorehkan bahwa, perjuangan NU tak hanya untuk Islam. Sebelum dan pascakemerdekaan NU menjadi garda depan menjaga bangsa.

Bahkan hingga sekarangpun komitmen itu terus dijaga.

Secara keseluruhan, NU baik dari pengurus mustasyar, syuriah, tanfidziyyah, lembaga dan badan otonom menjunjung tinggi tujuan organisasi; yaitu Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apabila boleh dikatakan secara sederhana bahwa sejatinya menjaga NU adalah menjaga bangsa.

Nilai kemandirian pesantren ditopang dari karakter yang tumbuh di pesantren bahwa terdapat pekerjaan yang dilakukan itu bernilai ibadah. Kedua, sebagai lembaga pendidikan santri diajarkan untuk mencintai ilmu. Ketiga nilai keikhlasan dan kejujuran.

Ketiga nilai itu menjadi modal dasar bagi santri nanti ketika menjadi alumni. Agar mampu berdaya saing dan berkarakter.

Sang kiai akan memberi pesan kepada santrinya agar selalu menjaga nilai-nilai tersebut. Tentu mengamanati untuk bisa ikut mewarnai di pesantren besar yaitu menjadi pengurus NU.

Nilai-nilai yang ada di NU tidak akan bertolak belakang dengan bangsa ini. Karena warga NU sadar merekalah bagian dari pendiri bangsa ini.

Tidak mungkin akan merusak apa yang telah dicita-citakan oleh para pendiri. Tinggal meneruskan dan ikut mewarnai kehidupan dunia.

Hasil Muktamar Lampung semoga menghasilkan pemimpin yang mampu membawa arah NU menjadi penjaga kedamaian dunia sebagaimana tema yang diusung. Selamat bermuktamar. (*)

Baca juga: Sinopsis Film Blunt Force Trauma Bioskop Trans TV Pukul 23.30 WIB Aksi Koboi Modern

Baca juga: Hotline Semarang : Tempat Usaha di Kota Semarang Boleh Beroperasi Sampai Jam Berapa?

Baca juga: Singapura Vs Indonesia Imbang 1-1 di Leg 1 Semifinal Piala AFF, Apa Makna Skor Itu bagi Asnawi dkk?

Baca juga: Fokus : Menghidupi Kasih dalam Hidup

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved