Soal Karantina Usai dari Luar Negeri: Banyak Orang Berduit Minta Gratisan
ada 50-60 wisatawan per hari yang memaksa dimasukkan ke Wisma Atlet untuk karantina setelah kepulangannya dari luar negeri.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Aturan karantina bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang pulang dari luar negeri terus menuai polemik, bersamaan dengan keterbatasan tempat karantina gratis yang disediakan pemerintah, dan tarif hotel untuk karantina yang dinilai mahal.
Komandan Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta, Letkol Agus Listiono menyebut, ada 50-60 wisatawan per hari yang memaksa dimasukkan ke Wisma Atlet untuk karantina setelah kepulangannya dari luar negeri.
Pada Selasa (21/12) lalu, tercatat sebanyak 57 wisatawan yang dimasukkan ke Wisma Atlet. Para wisatawan dari luar negeri yang memaksa menjalani karantina kesehatan di Wisma Atlet beralasan tidak memiliki uang.
"Alasannya uang. Rata-rata itu (wisatawan minta karantina di Wisma Atlet-Red) tidak punya uang," katanya, dalam rekam suara, Rabu (22/12).
Padahal, menurut dia, mereka yang meminta untuk karantina secara gratis bertolak belakang dengan penampilannya atau latar belakang perjalanannya di luar negeri.
"Dari segala penampilan glamor dan sebagainya, itu bisa ke luar negeri, jalan-jalan. Dilihat dari paspornya, dilihat dari penampilan, itu berhak (karantina) di hotel, bukan karantina di wisma. Kalau menurut kami, melihat dengan kenyataan yang ada bisa ke luar negeri, harusnya bisa bayar hotel," jelasnya, dilansir dari Kompas.com.
Agus pun tak memiliki solusi untuk wisatawan yang mengaku tidak memiliki duit dan meminta untuk karantina di Wisma Atlet.
Saat ditanya apakah diizinkannya para wisatawan untuk karantina di Wisma Atlet adalah bentuk pelonggaran, Agus membantah hal itu.
Ia berujar, hal itu karena dirinya khawatir disebut arogan, sehingga mengizinkan para wisatawan karantina di wisma.
"Bukan ada kelonggaran. Mau tidak mau. Saya dibilang tidak manusiawi. Nanti saya sebagai petugas dibilang arogan," ucapnya.
Karena tidak ada solusi, Agus mengaku terpaksa memasukkan penumpang dari luar negeri ke Wisma Atlet untuk menjalani karantina kesehatan dengan syarat mereka ditempatkan di akhir antrean.
"Saya memiliki antisipasinya. Dia saya sendirikan, saya kelompokkan, untuk mengikuti jalur setelah yang berhak ke wisma. Dia yang paling terakhir untuk saya kirim ke Wisma (Atlet)," sambungnya.
Menurut dia, banyak wisatawan, terutama WNI, yang tak memahami aturan soal kelompok yang berhak menjalani karantina kesehatan di Wisma Atlet.
Tak sedikit di antara mereka yang memaksa untuk dikarantina di Wisma Atlet. "Banyak wisatawan khususnya WNI yang tidak memahami siapa saja yang boleh ke wisma. Namun, dia memaksakan diri ke wisma," ujar Agus.
Padahal, dalam Ketentuan soal karantina kesehatan tersebut tercantum dalam surat edaran (SE) Satgas Covid-19 Nomor 25 Tahun 2021.
Dalam aturan itu jelas bahwa penumpang dari luar negeri yang bukan pekerja migran Indonesia, pelajar, atau aparatur sipil negara (ASN), wajib melakukan karantina kesehatan di hotel yang berbayar.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Koordinator Penanganan PPKM wilayah Jawa dan Bali, Luhut Binsar Pandjaitan menekankan akan menindak tegas masyarakat yang enggan menjalani karantina di hotel-hotel yang ditunjuk oleh pemerintah.
Terlebih diketahui, orang-orang yang harus menjalani masa karantina tersebut malah mampu menggelontorkan uangnya untuk berbelanja di luar negeri.
"Banyak yang belanja ke luar negeri, shopping, tetapi tidak mau dikarantina di hotel. Padahal dia bisa. Dia minta dikarantina di Wisma Atlet karena gratis. Ini, kami akan mengambil tindakan orang-orang yang seperti ini," ucapnya, dalam keterangan pers terkait evaluasi PPKM secara virtual, Senin (20/12).
Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi menyatakan, berdasarkan data yang diterima Kemenhub tercatat sebanyak 4.000 orang hingga Rabu (22/12) kemarin melakukan perjalanan ke luar negeri melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
"Hal ini tentu mengkhawatirkan sekali, dan kami mengimbau agar masyarakat lebih waspada lagi, dan tidak bepergian ke luar negeri untuk sementara waktu," tuturnya, Rabu (22/12).
Menurutnya, hal tersebut menjadi pembahasan pemerintah dalam rapat koordinasi bersama kementerian dan lembaga, serta membuat pemerintah harus siaga terhadap kemungkinan terburuk. (Kompas.com/Tribunnews)