Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Harga Elpiji

Inilah Alasan Pertamina Naikkan Harga Elpiji Nonsubdisi

PT Pertamina (Persero) menaikkan harga gas elpiji nonsubsidi sejak Sabtu (25/12). Kenaikan harga elpiji tersebut mencapai Rp 2.600 per kilogram.

net
Teka-teki Harga Elpiji 3 Kg Nonsubsidi Terjawab 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) menaikkan harga gas elpiji nonsubsidi sejak Sabtu (25/12). Kenaikan harga elpiji tersebut mencapai Rp 2.600 per kilogram.

"Besaran penyesuaian harga elpiji nonsubsidi yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5 persen berkisar antara Rp 1.600-Rp 2.600 per kilogram," ujar Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Sub Holding Pertamina Commercial & Trading, Irto Ginting, kepada Kompas.com, Senin (27/12).

Menurut dia, adanya perbedaan kenaikan harga elpiji nonsubsidi itu, dimaksudkan untuk mendukung penyeragaman harga elpiji ke depan, serta menciptakan fairness harga antar-daerah.

Irto menjelaskan, penyesuaian harga elpiji nonsubsidi untuk merespon tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) elpiji yang terus naik sepanjang 2021.

Pada November 2021 harganya mencapai 847 dollar AS per metrik ton, tertinggi sejak 2014, atau meningkat 57 persen sejak Januari 2021.

"Penyesuaian harga elpiji nonsubsidi terakhir dilakukan pada 2017. Harga CPA November 2021 tercatat 74 persen lebih tinggi dibandingkan penyesuaian harga 4 tahun yang lalu," jelasnya.

Ia menyebut, harga elpiji Pertamina masih kompetitif, yakni sekitar Rp 11.500 per kilogram per 3 November dibandingkan Vietnam sekitar Rp 23.000 per kilogram, Filipina Rp 26.000 per kilogram, dan Singapura sekitar Rp 31.000 per kilogram.

"Untuk Malaysia dan Thailand harga elpiji memang relatif rendah karena adanya subsidi dari pemerintah masing-masing," tuturnya.

Di sisi lain, Irto menekankan, harga untuk elpiji subsidi 3 kilogram yang secara konsumsi nasional mencapai 92,5 persen tidak mengalami penyesuaian.

Harga gas melon itu tetap mengacu kepada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

"Pertamina akan memastikan stok dan distribusi elpiji berjalan dengan maksimal, serta melanjutkan edukasi penggunaan elpiji yang tepat sasaran," tuturnya.

Subsisi energi

Adapun, realisasi penyerapan subsidi energi hingga November 2021 telah mencapai Rp 102,5 triliun, atau setara dengan 92,7 persen dari pagu anggaran tahun ini.

Realisasi subsidi energi itu naik 15,7 persen dari periode sama tahun lalu senilai Rp 88,6 triliun.

“Penyebabnya karena kenaikan konsumsi barang-barang yang yang disubsidi pemerintah dan meningkatnya harga minyak dan gas.

Rakyat terlindungi, namun APBN harus memikul bebannya,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers APBN KITA, Senin (27/12).

Pemerintah belum memberikan data rinci penyaluran subsidi energi sampai November 2021.

Namun, data hingga Oktober 2021, realisasi subsidi energi terdiri dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) solar dan minyak tanah mencapai 13,13 juta kilo liter (kl), atau naik 10,2 persen dari periode sama tahun lalu sebanyak 11,91 juta kl.

Selain itu, subsidi elpiji tabung 3 kg tercatat mencapai 6,18 juta ton, naik 4,9 persen dari periode sama 2020 sebesar 5,89 juta ton.

Lalu, untuk pelanggan listrik bersubsidi hingga Oktober 2021 tercatat sebanyak 38,10 juta pelanggan, atau meningkat 3,4 persen dari periode sama 2020 sebanyak 36,83 juta pelanggan.

Sementara, volume konsumsi listrik bersubsidi hingga Oktober 2021 tercatat sebesar 52,20 Tera Watt hour (TWh), naik 2,7 persen dari periode sama 2020 sebesar 50,83 TWh.

"Realisasi subsidi energi tersebut termasuk realisasi diskon listrik untuk rumah tangga dan para penggiat UMKM senilai Rp 8,1 triliun," jelas Sri Mulyani.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki menuurkan, prospek subsidi energi di akhir tahun akan cenderung lebih meningkat jika di Desember ini tidak ada kebijakan PPKM.

“Kita ketahui bahwa subsidi energi ini memang terus naik, sedangkan pendapatan negara dan daya beli masyarakat relatif turun.

Meski sudah membaik, tetapi belum mampu mengompensasi ekonomi yang hilang akibat pandemi. Sehingga, pemulihan ekonomi pada saat ini masih jauh dari ekonomi rebound,” terangnya, kepada Kontan.co.id, Senin (27/12).

Ia menilai, prospek subsidi energi di 2022 masih dalam ketidakpastian. Hal itu karena adanya varian omicron covid-19, di mana kebijakan pemerintah untuk menghadapi varian ini dinilai masih belum jelas.

Sebab, Yayan berujar, saat ini pemerintah masih fokus untuk menggenjot sektor riil yang sudah babak belur di kuartal III/2021 dengan penurunan 50 persen dibandingkan dengan kuartal II.

Akan tetapi, ia melihat peluang pertumbuhan ekonomi akan membaik pada 2022. Bisa dimungkinkan jika tidak ada PPKM Level 4 maupun 3, pertumbuhan ekonomi akan terus pulih.

“Mudah-mudahan pada kuartal I/2022, kondisi sudah mulai positif sebagai tabungan pemulihan seperti kondisi pada kuartal II/2021.

Oleh sebab itu, kita harus menjaga momentum agar pandemi tidak menyebar menjadi tolok ukur keberhasilan ekonomi,” imbuhnya. (Kompas.com/Yohana Artha Uly/Kontan/Siti Masitoh)

Baca juga: Hasil Lengkap Liga Inggris, Manchester United Ditahan Imbang Klub Sultan Newcastle

Baca juga: OPINI Ariyadi : PPPK dan Nasib Sekolah Swasta

Baca juga: Sensasi Offroad dengan Jeep Jelajahi Ekstremnya Alas Roban

Baca juga: Kemenag Minta Guru Mengajarkan Ilmu Agama yang Moderat

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved