Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

Riset Agama dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional

Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang melimpah. Keunikan lain dari Indonesia adalah keberagamaan, religiusitas, dan spiritualitasnya.

Editor: rustam aji
tribunjateng/ist
Dr Aji Sofanudin Koordinator Klaster II (Semarang) Bidang Riset Agama pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) 

Oleh Dr Aji Sofanudin
Koordinator Klaster II (Semarang) Bidang Riset Agama pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

INDONESIA adalah negara yang unik.

Keunikan Indonesia dapat dilihat dari dua hal yaitu keberagaman (diversity) dan keberagamaan (religiousity).

Indonesia merupakan negara yang sangat beragam dilihat dari etnis, ras, suku, bahasa, agama, flora dan fauna.

Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang melimpah. Keunikan lain dari Indonesia adalah keberagamaan, religiusitas, dan spiritualitasnya.

Indonesia memiliki enam agama besar dan aliran-aliran kepercayaan yang tumbuh subur di berbagai daerah.

Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang memiliki ratusan ormas keagamaan.

Wujud realitas yang beragam dengan perpaduan berbagai aspirasi yang berkembang membentuk konsensus Indonesia.

Ada aspirasi Jong Java, Jong Borneo, Jong Sumateranen, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Minahasa dan sebagainya yang menyatu; Bhineka Tunggal Ika.

Pancasila merupakan konsensus dan perjumpaan aspirasi seluruh umat beragama.

Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan merupakan nilai-nilai agama. Pancasila mengedepankan substansi atau esensi dari agama.

Dengan menjalankan kewajiban negara hakikatnya sedang menjalankan kewajiban agama.

Pun sebaliknya, mengamalkan kewajiban agama hakikatnya menjalankan kewajiban kenegaraan/kebangsaannya.


Cara Pandang Khas

Indonesia memiliki cara pandang yang khas terkait relasi agama dan negara.

Indonesia bukan negara liberal, sekuler, dan pasar bebas, yang memisahkan secara tegas agama dan negara.

Indonesia bukan seperti negara-negara Barat yang menganggap agama sebagai urusan privat. Indonesia juga bukan negara agama, yang menjadikan agama sebagai dasar negara.

Indonesia tidak menganut konsep addinu waddaulah, integrasi antara agama dan negara sebagaimana Arab Saudi, Pakistan, Irak dan sebagainya.

Indonesia merupakan negara yang agamis yang menempatkan agama sebagai spirit untuk kemajuan bangsa.

Agama menjadi sesuatu yang vital di Indonesia. Salah satunya ada kementerian yang khusus mengurusi bidang agama yakni Kementerian Agama RI.

Indonesia, meminjam istilah Muhammadiyah merupakan negara Darul Ahdi Wa syahadah, negara kesepakatan.

Kesepakatan yang dibangun oleh para founding father, para pendiri bangsa.

Pancasila hakikatnya merupakan kesepakatkan seluruh anak bangsa dari berbagai suku dan agama.

Dalam pandangan Islam, Pancasila adalah manifestasi dari Piagam Madinah, yakni adanya konsensus nasioal “negara” yang dibangun oleh Rasulullah.

Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, Pancasila adalah final. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Darul Ahli, negara kesepkatan, kemudian wa syahadah, bersyahadat, memberikan penegasan pentingnya pembuktian perjanjian itu dalam membangun bangsa dan negara.

Ketika ada pertanyaan dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), mana yang Anda dahulukan antara kewajiban agama atau negara? Mana yang didahulukan antara ayat suci atau ayat konstitusi?Antara duniawi dan ukhrawi?

Pertanyaan ini sesungguhnya bersifat diametrically opposed, pertanyaan yang mempertentangkan, memisahkan, seolah-olah kalau mengerjakan urusan dunia, tidak berimplikasi akhirat.

Pun sebaliknya, kalau mengerjakan urusan akhirat (ritual agama) terlepas dari urusan dunia.

Padahal, urusan duniawi dan ukhrawi seyogyanya tidak dipertentangkan.

Banyak urusan yang sebenarnya bersifat dunia (bekerja, sekolah, dll), dapat bernilai ukhrawi karena niat yang baik (ibadah).

Pun sebaliknya, banyak hal yang sebenarnya urusan ukhrawi (salat, haji, dll), tetapi hanya dinilai duniawi karena buruknya niat.

Niat menjadi faktor penentu nilai suatu aktivitas. Oleh karena itu, urusan duniawi dan ukhrawi tidak bisa dipertentangkan secara diametral.

Dalam menjawab pertanyaan ayat konstitusi atau ayat suci yang harus didahulukan, tentu dibutuhkan konteks.

Dalam konteks apa pertanyaan tersebut disampaikan. Dalam konteks berbangsa dan bernegara yang didahulukan tentu ayat konstitusi.

Dalam konteks menjalankan syariat agama (ritual salat, sembahyang, dsb) tentu menggunakan ayat-ayat suci.

Dengan mengamalkan kewajiban agama, tentu merupakan wujud menjalankan kewajiban berbangsa dan bernegara.

Bagi umat beragama, taat menjalankan konstitusi merupakan wujud dari pengamalan agama. Konteks menjadi sesuatu yang amat penting.

Negara merupakan lingkup besar dimana unit terkecilnya adalah keluarga.

Di unit terkecil saja dibutuhkan perjanjian yang kuat, mitsaqon gholizon, perjanjian sakral apalagi urusan negara.

Setelah membangun kesepakatan, diteruskan mentaati kesepakatan.

Rumah tangga akan langgeng manakala masing-masing pihak, yakni suami dan isteri setia dan taat dalam maghligai perkawinannya.

Oleh karena itu, setia dan taat kepada NKRI merupakan harga mati.

Dalam konteks riset, Indonesia juga memiliki keunikan.

Perpres Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan bahwa BRIN memiliki ketua dewan pengarah yang berasal dari unsur dewan pengarah badan yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pembinaan ideologi Pancasila (BPIP).

Barangkali konsep badan riset yang berada di bawah suatu badan yang menyelenggarakan suatu tugas di bidang ideologi, merupakan satu-satunya di dunia.

Tentu ini tidak serta merta salah, karena memang Indonesia memiliki kekhasan. Riset yang dibangun hendaknya tidak keluar dari haluan Pancasila.

Sejalan dengan itu, dalam konteks Indonesia perlu juga dipikirkan riset yang khusus melakukan Litbangjirap (penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan), invensi dan inovasi di bidang agama.

Organisasi Riset (OR) Agama dan Keagamaan merupakan suatu keniscayaan.

Di negara lain, tidak ada OR yang secara khusus mengurusi agama, pada umumnya masuk dalam Sosial Humaniora. Tetapi ini Indonesia yang memiliki cara pandang unik.

Dalam konteks riset agama, selain berbasis masalah, berbasis best practice, praktik-praktk terbaik pelaksanaan suatu ritual atau tradisi keagamaan, perlu juga dikembangkan riset berbasis mukjizat.

Riset agama di Indonesia perlu menggali berbagai teknologi yang bersumber dari rujukan teks agama.

Lebih penting juga riset keagamaan yang mendorong tumbuhnya “inovasi beragama” dalam kerangka merekatkan persatuan, mendongkrak kemajuan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ulasan di atas hanya cerita, faktualnya usulan OR Agama dan Keagamaan tidak diterima.

Yang ada OR Sosial Humaniora dengan delapan pusat risetnya: (1) PR Masyarakat dan Budaya, (2) PR Politik, (3) PR Kependudukan, (4) PR Kewilayahan, (5) PR Hukum, (6) PR Pendidikan, (7) PR Kerukunan dan Moderasi Beragama, serta (8) PR Agama dan Kepercayaan.

Riset agama dalam BRIN tidak istimewa (bukan tidak penting).

Jika BRIN adalah kampus, mungkin mirip Undip atau UI yang membuka jurusan agama. Bukan seperti UIN yang menjadikan agama sebagai kajian utama.

Wallahu’alam.


Semarang, 20 Januari 2022

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved