Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Harga Bitcoin Terbaru Terus Anjlok, Kini Berada di Level 35.000 Dolar AS

Harga Bitcoin terus mengalami penurunan. Pada Sabtu (22/1/2022) Bitcoin turun 4 persen dan ditransaksikan di sekitar level 35.000 dolar AS.

Editor: m nur huda
www.fendy.web.id
BITCOIN 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Harga Bitcoin terus mengalami penurunan.

Pada Sabtu (22/1/2022) Bitcoin turun 4 persen dan ditransaksikan di sekitar level 35.000 dolar AS.

Melansir Reuters, Bitcoin yang merupakan cryptocurrency terbesar dan paling terkenal di dunia, sekarang harganya hanya setengah dari posisi puncak di level 69.000 dolar AS yang tercipta pada bulan November.

Posisi terakhir Bitcoin berada di 35.049 dolar AS, setelah sempat menyentuh level 34.000 dolar AS menyusul penurunan tajam pada hari Jumat.

Mata uang kripto ini telah mengalami perubahan harga yang liar dan pelaku pasar enggan mengambil risiko di tengah kekhawatiran inflasi dan antisipasi laju kenaikan suku bunga yang lebih agresif dari Federal Reserve AS.

Tak hanya Bitcoin, aset berisiko lainnya juga mengalami kejatuhan pada hari Jumat.

Indeks S&P 500 dan Nasdaq, misalnya, mencatat persentase penurunan mingguan terbesar sejak dimulainya pandemi pada Maret 2020.

Dalam sebuah catatan penelitian pada hari Jumat, Edward Moya, analis pasar senior untuk Amerika di OANDA, mengatakan harga Bitcoin anjlok karena pedagang kripto mengurangi portofolio risiko setelah terjadi 'pertumpahan darah' di saham dan sebelum pertemuan kebijakan Federal Reserve minggu depan.

"Bitcoin tetap berada di zona bahaya dan jika level US$ 37.000 tembus, tidak akan ada banyak dukungan sampai level US$ 30.000," tulis Moya pada hari Jumat.

Sebagai perbandingan, ether, koin yang terhubung ke jaringan blockchain ethereum, turun 6,7 % menjadi US$ 2,396 pada hari Sabtu.

5 Mata Uang Kripto Ini Siap Bersinar di 2022

Raoul Pal, CEO and Co-Founder Real Vision Group & Global Macro Investor, menyebutkan, lima mata uang kripto alternatif alias altcoin bakal berkinerja baik alias bersinar di 2022, bukan Bitcoin apalagi Shiba Inu.

“Tahun 2022 akan menjadi tahun interoperabilitas, jadi kami melihat altcoin layer-1, seperti Terra, Avalanche, Solana, Polygon, Quant, yang berpotensi memberi peluang itu,” katanya kepada CoinMarketCap.

Sedang Bitcoin dan Ethereum, mata uang kripto utama serta terbesar pertama dan kedua di dunia dari sisi market cap, menurut dia, bertindak sebagai investasi dasar.

Selain itu, Pal mengatakan, tahun 2022 juga akan menjadi tahun yang optimistis untuk decentralized finance (DeFi), non-fungible tokens (NFT), dan social tokens.

Mantan eksekutif Goldman Sachs ini bilang, di 2022, bakal lebih banyak adopsi mata uang kripto dari investor besar, seperti bank dan sovereign wealth funds, termasuk dari Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Arab Saudi.

“Saya pikir, bank akan memilikinya, bukan di neraca mereka pada dasarnya, tetapi di buku perdagangan mereka," ujar Pal.

Dan, "Saya pikir, kita akan melihat lebih banyak dana pensiun dan investor institusional, dan saya pikir tahun ini mungkin menjadi tahun sovereign wealth funds,” imbuhnya.

Bitcoin Kehilangan Pamor di Kazakhstan

Setelah terjadi demo besar-besaran di Kazakhstan akibat protes masyarakat terkait kenaikan harga bahan bakar sejak 5 Januari 2022 kemarin. Membuat pemerintah mengambil langkah ekstrem dengan menutup layanan internet.

Penutupan akses internet di Kazakhstan selama kerusuhan berimbas pada lumpuhnya kegiatan penambangan Bitcoin.

Diketahui saat ini Kazakhstan menjadi rumah kedua bagi penambang Bitcoin setelah Amerika Serikat.

Kelumpuhan ini bahkan menyebabkan penurunan pada kekuatan komputasi global bitcoin sebesar 13 %.

Meski begitu, saat ini hampir 80 % kegiatan penambangan legal mulai kembali beroperasi. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Alan Dorjiyev dari Asosiasi Nasional Industri Blockchain dan Pusat Data di Kazakhstan.

“Pemadaman internet menambah kekhawatiran tentang stabilitas dan prospek bisnis karena pengawasan pemerintah yang lebih ketat,” ujar salah satu penambang dikutip dari Reuters.

Meski penambangan Bitcoin sudah mulai beraktifitas, namun tidak menutup kemungkinan para klien lama dari penambang akan mencari negara lain untuk beroperasi.

Tak hanya itu pemadaman internet di Kazakhstan membuat para penambah semakin khawatir dengan stabilitas dan prospek bisnis mereka karena adanya pengawasan pemerintah yang lebih ketat.

Salah satu contonya Vincent Liu, penambang lama China yang pindah haluan ke Kazakhstan untuk meraup keuntungan dari murahnya harga listrik. Liu mengaku perubahan yang terjadi di lingkungan Kazakhstan mendorongnya untuk mengalihkan operasi ke Amerika Utara atau Rusia.

"Dua atau tiga tahun sebelumnya, kami menyebut Kazakhstan sebagai surga industri pertambangan karena lingkungan politik yang stabil dan listrik yang stabil," tambah Liu.

Disisi lain akibat dari adanya penambangan Bitcoin membuat konsumsi listrik negara ini melonjak, terlebih para penambang ilegal yang memakan dua kali daya listrik.

Hal ini terpaksa membuat Kazakhstan mengimpor listrik dan menjatah pasokan domestik lantaran pembangkit listrik tenaga batu bara negara ini sudah tua.

Sejauh ini pemerintah pusat masih mencari solusi untuk menanggulangi permasalahan ini. Namun akibat adanya pemadaman listrik membuat harga bitcoin jatuh di bawah 43 ribu dolar AS per keping setelah meroket pada September 2021 lalu.(*)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Harga Bitcoin Terus Anjlok, Kini Berada di Level 35.000 Dolar AS, Mulai Kehilangan Pamor?

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved