Kebijakan HET Minyak Goreng Curah Bikin Agen di Pasar Karangayu Pilih Tak Kulakan
Kebijakan harga eceran tertinggi minyak goreng curah Rp 11.500 per liter bikin agen pilih tak kulakan
Penulis: iwan Arifianto | Editor: galih pujo asmoro
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Per 1 Februari, harga eceran tertinggi minyak goreng curah dipatok Rp 11.500 per liter.
Menanggapi kebijakan itu, sejumlah agen dan pedagang minyak goreng di Pasar Karangayu Semarang memilih tidak kulakan produk tersebut.
Saat ini, mereka hanya ingin menghabiskan stok minyak goreng yang sudah terlanjur dibeli, baik curah maupun kemasan.
"Akibat aturan pemerintah minyak goreng satu harga, kami deg-degan tidak berani kulakan minyak goreng baik curah maupun kemasan.
Stok kosong tidak apa-apa," ujar agen minyak goreng Pasar Karangayu, Titin kemarin.
Titin mengaku, kebijakan itu berpotensi merugikannya bila nekat melakukan kulakan minyak goreng.
Ia mengungkapkan, bahkan untuk menghabiskan stok minyak goreng di gudangnya saja, ia rugi.
Sebab, ketika harga minyak goreng terus meroket ia masih memiliki stok 400 karton.
Kerugian yang dideritanya kian bertambah lantaran ada penyeragaman harga yang dilakukan pemerintah.
Pedagang di pasar tradisional seperti dirinya kelimpungan dengan program pemerintah itu.
"Kita kulakan minyak goreng kemasan Desember 2021 lalu Januari 2022 harga naik.
Kemudian kami disuruh menjual seragam sesuai aturan pemerintah, tentu hal itu bikin kami merugi," ujarnya.
Ia pun terpaksa memilih jual rugi ratusan karton minyak goreng kemasan di gudangnya karena tak bisa berlama-lama menahan barang tersebut.
Titin mengaku rugi hampir Rp 10 juta.
"Di jual sekarang rugi, jika dijual nanti kerugian akan lebih besar karena kebijakan pemerintah," sebutnya.
Di sisi lain, ia mengaku telah didatangi beberapa sales produsen minyak goreng kemasan bermerek.
Ia telah didata seperti meminta NPWP dan KTP agar bisa mendapat jatah minyak goreng murah.
Para sales itu berjanji akan mengedrop ratusan karton minyak goreng namun sampai saat ini barang belum datang.
"Saya tidak tahu kenapa barang sampai sekarang belum dikirim, mungkin nanti mepet 1 Februari," jelasnya.
Sementara untuk minyak goreng curah, ia tak mengalami kerugian.
Sebab, sistem pembelian yang dilakukan setiap hari.
Maka ketika muncul kebijakan pemerintah yang mematok harga minyak goreng curah Rp11.500 per liter, ia memilih tidak menjual komoditas itu.
"Jujur saja, muncul aturan itu saya lalu pilih tidak kulakan karena takut merugi," bebernya.
Ditambahkan, ia membeli sebanyak 50 jeriken ukuran 16 kilogram tiap kulakan minyak goreng curah.
Dari produsen, ia membeli seharga Rp 17.800 per kilogram lalu dijualnya Rp 18 ribu per kilogram.
Sebenarnya saat ini masih banyak konsumen yang mencari minyak goreng curah, namun ia memilih mengosongkan stok karena keuntungan tak sepadan.
"Tidak cocok sama keuntungan, satu jerigen keuntungan hanya Rp 5 ribu tapi nanti harga harus diturunkan seperti terjun payung," ucap dia.
Menurutnya, tak hanya dirinya saja yang memilih tidak kulakan minyak goreng curah, akan tetapi hampir seluruh pedagang di Pasar Karangayu.
Sementara pedagang sembako pasar Karangayu, Anto juga memilih tidak menyediakan minyak goreng curah menyusul kebijakan pemerintah yang mematok harga Rp 11.500 per liter.
Anto pilih menunggu perkembangan selanjutnya mengenai minyak goreng setelah 1 Februari mendatang. (*)