Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Smart Women

Ayu Yakin Kesuksesan Klinik Medika Utama Berkat Kerja Keras Karyawan

Ayuningtyas Utami (35) memegang teguh prinsip, keberhasilannya dalam membangun Klinik Medika Utama, merupakan berkat kerja keras karyawan.

Penulis: M Nafiul Haris | Editor: moh anhar
DOKUMENTASI PRIBADI
Ayuningtyas Utami, Pemilik Klinik Medika Utama Semarang 

TRIBUNJATENG.COM - Ayuningtyas Utami (35) memegang teguh prinsip, keberhasilannya dalam membangun Klinik Medika Utama, yang bergerak di bidang kecantikan, merupakan berkat kerja keras karyawan, bukan karena dirinya seorang.

Oleh karena itu, sejak kliniknya mulai beroperasi, persoalan kesejahteraan karyawan menjadi perhatian penting bagi Ayu, sapaan akrabnya, yang tidak boleh diganggu gugat.

Perempuan yang menghabiskan waktu kecil sampai remaja di Kota Bandung tersebut menerapkan sistem karyawan “bisa cetak gaji sendiri” dalam menjalankan usahanya.

Konsepnya itu, kata dia, berdampak positif, yakni membuat perusahaan bisa jalan otomatis atau autopilot, meskipun proses ada pengawasan atau kontrol penuh setiap hari.

Baca juga: Sukai Buku Bertema Biografi, Mita Belajar Arti Sukses Lewat Karya Arianna Huffington

Baca juga: Inilah Sosok Sorot Suami Miliki 8 Istri Akur, Ungkap Cara Berpoligami dan Hubungan di Ranjang

“Saya selaku pimpinan memang seharusnya selalu mengutamakan karyawan bagaimana mereka bisa sejahtera. Jadi, di sini mereka itu cetak gaji sendirim dalam arti ‘apabila kamu bisa berbuat lebih, ada item-item kinerja harus dilakukan, hasilnya (gaji) beda’,” kata Ayu kepada TribunJateng.com.

Ayu mengutarakan, dari sistem yang diterapkan itu sejauh ini perusahaan bisa berjalan dengan sendirinya atau auto pilot.

Ayuningtyas Utami, pemilik Klinik Medika Utama bersama karyawannya
Ayuningtyas Utami, pemilik Klinik Medika Utama bersama karyawannya (DOKUMENTASI PRIBADI)

Bahkan, banyak perusahaan lain di bidang serupa mempelajari manajemen tersebut di tempatnya.

Selain kebijakan karyawan diperkenankan cetak gaji sendiri, setiap pekerja maksimal dua tahun bekerja dipastikan memiliki rumah.

Ayu mendefinisikan kesejahteraan sebagai terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

Atas alasan itu, dia memfasilitasi setiap karyawan untuk menginvestasikan sebagian gaji mereka dalam bentuk emas batangan. Tujuannya, manakala mereka memiliki kebutuhan mendesak, investasi tersebut bisa digunakan.

“Itu mengapa saya dorong, karena sebagai pimpinan saya juga tidak mencontohkan hidup hedon (hedonis—Red), membeli mobil ini dan itu.

Tapi, penuhilah dulu kebutuhan-kebutuhan utama hidup. Jadi, tugas saya juga memastikan mereka setelah dua tahun bekerja memiliki rumah. Kami dari perusahaan membantu menjaminkan ke perbankan, kami juga sediakan subsidi,” paparnya.

Aset

Ayu menjadikan karyawan selayaknya aset usaha lantaran merasakan susah payah ketika awal membangun usaha.

Apabila merasa mampu, kata Ayu, dia akan membantu banyak hal kepada karyawan, terutama untuk membuat mereka akhirnya sejahtera.

“Hal itu saya anggap sebagai upaya menjaga sistem. Sebab, jika karyawan terbagi fokusnya pada saat bekerja, misalnya karena persoalan di keluarga, yang ada justru berdampak pada usaha saya,” kata Ayu.

Ketika sekali waktu ada karyawan yang terpaksa bekerja dari rumah karena anggota keluarga mereka sakit, kata Ayu, dia tidak mempermasalahkannya.

Ada juga sebagian pekerja yang berstatus janda dan memiliki anak yang masih dalam usia pendidikan, pembiayaan sepenuhnya ditanggung perusahaan.

Bahkan ada anak karyawan yang disekolahkan sampai jenjang sarjana.

“Dengan saya yang memperhatikan hal-hal itu, harapan saya, mereka loyal, kerja tidak ingin cepat-cepat pulang atau selesai. Jadi mereka kerja capek itu merasakan ada hasilnya begitu.

Baca juga: Tragedi Tiga Orang Terbakar Hidup-hidup di Rumah Kontrakan Gang Sempit: Mereka tidur

Baca juga: Inilah Sosok Sorot Suami Miliki 8 Istri Akur, Ungkap Cara Berpoligami dan Hubungan di Ranjang

Lalu, kemarin ada yang terlilit utang karena anaknya terkena penyakit autoimun, langsung kami bereskan. Beda halnya, kalau (persoalan utang) itu salah dia, kayak utang bank dan seterusnya,” ujarnya.

Kemudian kebijakan lain yang masih berpihak kepada karyawan lanjutnya, memastikan pekerja memiliki jenjang karier, termasuk pekerja kebersihan sekalipun.

“Total sampai sekarang ada tiga mantan office boy, masing-masing menjabat sebagai staf gudang, kantor, dan beauty, lantaran saya nilai mumpuni,” katanya.

Pisahkan Uang Pribadi dan Perusahaan

Apa rahasia seorang Ayuningtyas Utami dalam membangun Klinik Medika Utama?

“Kuat menahan diri dari godaan duniawi serta pergaulan sosial yang berlebihan,” kata Ayu.

Ayu mengungkapkan, sejauh ini banyak orang beranggapan bahwa mendirikan usaha, terutama pada bidang layanan kecantikan, memerlukan modal yang sangat besar.

Selain tempat yang harus memadai plus tenaga medis mumpuni, klinik kecantikan memerlukan peralatan pendukung juga tidak murah.

“Padahal modal awal saya dulu hanya Rp 2 juta. Biaya itu, saya kumpulkan sedikit demi sedikit selama bekerja saat masih kuliah dan setelah lulus kerja di tempat lain, kurang lebih dua tahun. Cuma saya memang orangnya tidak suka hura-hura, memakai pakaian branded, dan seterusnya. Pokoknya, menahan diri untuk tidak jajan dan musti kuat mental, semua hasil ditabung,” kata Ayu, yang juga berprofesi sebagai dokter tersebut.

Ayu mengungkapkan, dari modal yang bisa dibilang pas-pasan itu ditambah penghasilan bulanan dari bekerja secara rutin diinvestasikan ke dalam bentuk emas batangan.

Selanjutnya, secara perlahan dari hasil usaha yang dikonversikan ke tabungan berupa emas digadaikan begitu terus menerus hingga sekarang berkembang menjadi klinik gigi dan umum.

Dia mengaku, tidak pernah terpikir untuk memiliki usaha sendiri dan mampu berkembang seperti sekarang.

Sebab, ketika Klinik Medika Utama berdiri, pada tahun 2012, motivasi Ayu dalam membangun usaha hanyalah ingin lebih bebas mengatur waktunya sendiri. Y

ang menjadi kunci keberhasilannya, kata dia, sedari awal memulai usaha telah menerapkan manajemen keuangan secara ketat, mulai dari memisahkan uang hasil usaha dan gaji.

“Soal mengatur uang terpisah ini yang kadang tidak dipahami para pengusaha muda atau calon pengusaha. Jadi, saya pun hingga sekarang masih digaji dengan status saya pekerja. Uang usaha diatur terpisah dari rekening gaji pribadi,” terangnya.

Lulusan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu menerangkan, dengan memisahkan uang perusahaan dengan gaji atau uang pribadi bertujuan menghindari penggunaan berlebihan dari gaji.

“Apabila itu terjadi, secara otomatis kebutuhan pribadi menjadi lebih banyak ketimbang perusahaan dan berdampak tidak berkembangnya usaha,” katanya.

Dia mengungkapkan, pilihan menjadi pengusaha juga harus siap disalahkan dalam kondisi apa pun serta mampu menekan ego dan selalu mendahulukan karyawan.

Dengan sistem demikian, hal itu menjadikan perusahaan berjalan sesuai yang diharapkan.

Ayu mengaku, pernah berada di posisi bawah karena ditipu orang. Saat itu dia merugi senilai Rp 4 miliar.

“Pokoknya jangan dilihat kelihatan sekarang enak.

Dulu sekira tahun 2015 saya merugi ditipu orang, tapi bagaimana caranya karyawan tetap gajian, walaupun bosnya hancur ya jangan sampai mereka tahu.

Karena apa? Sistem biar tetap stabil itu kewajiban pimpinan. Ya konsekuensi sebuah usaha pasti ada momen ruginya,” ujarnya

Ayu menegaskan, berpijak dari kejadian itu ia pun belajar bahwa seorang pimpinan tidak boleh asal memerintah, tetapi harus bisa memahami setiap bidang pekerjaan.

Baca juga: Bus Masuk Kolong Flyover, Pas Keluar Mirip Roti Tawar Dibelah Separuh, Belasan Orang Terluka

Baca juga: Tragedi Tiga Orang Terbakar Hidup-hidup di Rumah Kontrakan Gang Sempit: Mereka tidur

Lebih-lebih lanjutnya, berbisnis di bidang kecantikan trennya terus berubah. “Apabila kontrolnya tidak kuat, yang terjadi usaha malah tidak terkendali,” katanya.

Kegagalan pada masa lalu, membuat Ayu belajar banyak hal, mulai dari marketing, proses perekrutan akryawan, perpajakan, IT, dan lainnya.

“Minimal untuk sekadar tahu. Jadi, selaku pimpinan saya belajar, tidak asal menyuruh karyawan , tetapi harus bisa memahami setiap job desk,” jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved