Kasus Kerangkeng Bupati Langkat Kejahatan Terstruktur
hal tersebut bisa terjadi karena Terbit merupakan pejabat yang mempunyai kekuatan besar untuk mengatur kontrol sosial di wilayah kerjanya.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut, kegiatan dugaan penyiksaan di kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin, sebagai kejahatan terstruktur.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu. Menurut dia, penegak hukum dan masyarakat sekitar disebut tak memandang negatif kerangkeng manusia milik Terbit.
"Informasi yang kami peroleh dari pihak keluarga, ada yang menyatakan bahwa mereka direkomendasikan oleh Kepolisian lokal situ yang orangnya waktu direhabilitasi di tempat TRP (Terbit Rencana Perangin Angin)," katanya, dalam webinar, Minggu (6/2).
Edwin menuturkan, hal tersebut bisa terjadi karena Terbit merupakan pejabat yang mempunyai kekuatan besar untuk mengatur kontrol sosial di wilayah kerjanya.
Sehingga, dia menambahkan, masyarakat bakal menilai langkah Terbit mengurung manusia di kerangkeng merupakan tindakan yang benar.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto meminta seluruh keluarga yang pernah menyerahkan saudaranya ke kerangkeng Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin mau memberi keterangan.
Menurut dia, tak sepantasnya keluarga menyerahkan anak atau kerabatnya ke dalam kerangkeng. Hal itu mengingat orang yang diserahkan memiliki hak asasinya sendiri untuk hidup bebas. Terlebih, mereka punya pilihan dan dalam keadaan cakap.
Bahkan, Jenderal bintang tiga itu tak segan-segan bakal memproses hukum keluarga yang enggan memberi keterangan dan dinilai menutupi kasus ini. Mereka yang tak mau memberikan keterangan akan dianggap pihak yang turut membantu penyekapan puluhan orang.
"Sehingga kalau mereka tidak mendukung atau membantu tugas kepolisian di dalam menuntaskan masalah ini, saya minta ini akan diproses sebagai pihak yang ikut serta membantu kejadian penyekapan di tempat penampungan itu," ucapnya, akhir pekan lalu, dikutip dari Tribun Medan.
Masih dari sumber yang sama, berdasarkan hasil penyelidikan ada laporan tiga orang di dalam kerangkeng tewas. Tewasnya ketiga orang itu antara kurun waktu tahun 2015 hinga 2021. Diduga, mereka tewas akibat dianiaya.
"Tadi laporan ada tiga kalau enggak salah, ada tiga kasus. Ada kejadian tahun 2015, ada kejadian tahun 2021," jelas Agus.
Ia pun mendesak agar penyidik Polda Sumut segera menuntaskan kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin.
Agus menilai, tindakan sang bupati mempekerjakan orang yang dikerangkeng itu didukung kekuatan Organisasi Kemasyarakatan Kepemudaan (OKP). Ia menyebut, ada dugaan keterlibatan organisasi yang dinaungi Bupati Langkat non-aktif di balik kerangkeng yang sudah menahan 656 orang itu.
"Saya rasa itu bukan perbudakan modern. Orang yang mengambil kekuatan, keuntungan dari orang yang tidak berdaya dengan memanfaatkan kekuatan OKP," tandasnya. (Tribunnews)