Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Aminuddin : Ancaman Regenerasi Koruptor

SEMAKIN lama, tren pelaku korupsi semakin belia. Tentu tren regenerasi ini menjadi anomali bahwa keterlibatan kelompok muda seharusnya menjadi bagian

Tribun Jateng
Aminuddin 

Ancaman Regenerasi Koruptor
Oleh Aminuddin

SEMAKIN lama, tren pelaku korupsi semakin belia. Tentu tren regenerasi ini menjadi anomali bahwa keterlibatan kelompok muda seharusnya menjadi bagian dari upaya untuk mereformasi sistem politik semakin suram.

Reformasi terhadap sektor kehidupan yang konon dimulai dari generasi muda pun akan semakin jauh panggang dari api. Jika terus dibiarkan, sikap apatis dan apolitis juga akan semakin meresahkan di kalangan anak muda.

Prolog di atas tentu saja bukan tanpa sebab. Hingga kini, sudah banyak kaum muda yang terjun ke dunia politik berakhir tragis dan pesakitan.

Terungkapnya nama Nur Afifah Balqis (NAB) dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Penajam Pasir Utara, Abdul Gafur Mas’ud menjadi fakta bahwa koruptor semakin muda.

NAB yang masih berusia 24 tahun tergolong masih hijau, namun hal itu justru menjadi rekor koruptor termuda.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata saat jumpa pers menyebut, Nur Afifah

Balqis merupakan pihak penampung uang suap yang diduga diterima Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur.
Jika merunut lebih jauh lagi, tidak sedikit politisi muda yang harus pesakitan di dalam penjara.

Sebut saja Mantan ketua umum PPP, M. Rumahurmoziy, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh. Ada juga eks Gubernur Jambi Zumi Zola, yang masih berusia 38 tahun.

Ia dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 3 bulan kurungan.

Selain itu, hakim juga mencabut hak politik Zumi Zola selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.

Kita tahu bahwa NAB, politisi, petinggi partai dan mantan kepala daerah tersebut di atas merupakan salah satu politisi yang mengidentikkan diri dengan kelompok milenial. Kinerja politiknya kerap menghiasi media sosial dengan balutan generasi masa kini.

Kini, sosok yang dianggap sebagai generasi milenial sudah kadung tersangkut masalah korupsi. Mungkin label mereka sebagai generasi milenial masih akan hidup untuk waktu yang cukup lama, namun sebagai politisi milenial sudah mati dan terkubur oleh kecerobohannya sendiri. Mereka sudah menjadi polusi politik.

Jika merujuk pada Indeks Perilaku Anti Korupsi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 2012 hingga 2018 (minus 2016), masyarakat yang berusia di bawah 40 tahun sedikit lebih permisif terhadap korupsi ketimbang yang berusia 40-59 tahun.

Dan, jika dilihat pada tahun 2018, tingkat permisivitas kelompok muda terhadap korupsi juga meningkat ketimbang pada tahun 2017.

Jika diamati dari modus dan operasi korupsi yang dilakukan oleh kaum muda relatif sama dengan korupsi kaum tua yang terlebih dahulu bermalam di rutan KPK, yakni memperdagangkan pengaruh.

Sebagai politisi, tentu saja jangkauannya untuk mempengaruhi kebijakan publik dalam pengisian jabatan sangat diperhitungkan.

Beban ganda

Kasus korupsi yang ramai diisi oleh generasi milenial belakangan ini akan memberikan tantangan ganda terhadap kinerja KPK.

Pertama, KPK tidak hanya dihadapkan kepada proses hukum yang biasa dilakukan oleh tersangka korupsi, namun juga serangan di media sosial.

Sebagai generasi milenial, mereka tentu memiliki banyak cara untuk menghadang laju KPK.

Penggerakan opini publik melalui media sosial tentu menjadi salah satu alternatif untuk mengganggu fokus KPK di luar proses hukum yang berlaku.

Mereka akan mencari cara bagaimana membolak-balikkan opini publik melalui media sosial, sehingga kasus yang dihadapi dianggap sebagai bagian dari kriminalisasi.

Kedua, ketika korupsi sudah benar-benar mewabah di kalangan kaum milenial, tantangan yang mesti dilakukan KPK tidak hanya menangkap semua koruptor dari kalangan anak muda.

Namun juga menyuntikkan lagi energi anti korupsi terhadap kaum muda lainnya yang belum terpapar korupsi.

Misi ini tidak hanya memberikan pendidikan anti korupsi kepada generasi milenial semata, namun juga harus dijadikan isu utama dan strategis bagi kaum milenial sebagai gerakan menyelamatkan bangsa dan negara dari korupsi.

Selain itu juga KPK juga memiliki tugas untuk mendorong terbentuknya kelompok politik anti korupsi. Langkah ini penting dilakukan mengingat akar korupsi selalu terjadi di politik, terutama politisi yang menjadi anggota DPR, petinggi partai, dan lain sejenisnya.

Kasus korupsi yang melanda politisi milenial tentu menjadi beban berat bagi yang sedang berjuang keras menuju kursi legislatif.

Sebab, mereka harus memikul tanggung jawab moral atas rusaknya reputasi generasi milenial karena ulah politisi pragmatis.

Sebagai calon pemimpin bangsa, generasi milenial dihadapkan pada situasi yang sangat sulit dimana ekspektasi publik dinodai oleh oknum politisi.

Di sinilah kemudian generasi milenial yang relatif bersih harus membersihkan namanya di depan publik.

Secara kuantitas, mungkin publik tidak lagi meragukan keterlibatan kaum milenial ke kancah politik. Namun secara kualitas, publik masih meragukan integritas dan kapasitas kaum muda.

Belum lagi kondisi ekses negatif sejak era reformasi hingga kini yang belum juga menelurkan pemimpin muda yang berkualitas. Alhasil, pemimpin kaum muda hanya menjadi isapan jempol belaka.

Problemnya tentu saja karena politisi milenial masih larut dalam kultur politik yang patronatif. Banyak politisi milenial hanya menjadi kacung politisi tua, bahkan harus rela menjadi tangga politik bagi pelestarian kultur politik tua.

Di sinilah kemudian terjadi “tsunami” besar-besaran dalam perjalanan pemimpin politik milenial, yakni hilangnya sosok pemimpin muda yang menjadi harapan baru sejak era reformasi hingga kini.

Oleh sebab itu, tidak ada jalan lain bagi politisi milenial untuk melawan kultur politik patronatif. Gerakan politik anti korupsi harus menjadi antitesa atas iklim politik yang terjadi sekarang ini.

Politisi muda yang sedang berjuang meniti karir politik harus menjadi katalisator politik anti korupsi. Sebab jika tidak segera dilakukan, yang dikhawatirkan justru regenerasi muda yang koruptif. (*)

Baca juga: Buntut Oplosan Maut Renggut Nyawa 2 Remaja di Jepara, 2 Penjual Miras Ditetapkan Tersangka

Baca juga: Rektor USM Bersama 3 Rektor Universitas di Semarang Berikan Paparan Refleksi HPN 2022

Baca juga: Pemkot Semarang dan PPJ Data Pedagang Yaik yang Masuk Johar

Baca juga: Wujudkan Budaya Mutu, LP3M Unsoed Purwokerto Gelar RTM

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved