Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Fokus

Fokus : JHT, Pemerintah (Lagi) Jahat?

JIKA kamu hendak mencairkan dana yang menjadi hak selama ini bekerja, segeralah pensiun atau meminta diputus hubungan kerja (PHK)

Penulis: deni setiawan | Editor: Catur waskito Edy
tribunjateng/grafis/bram
Deni Setiawan Wartawan Tribun Jateng 

Oleh Deni Setiawan

Wartawan Tribun Jateng

JIKA kamu hendak mencairkan dana yang menjadi hak selama ini bekerja, segeralah pensiun atau meminta diputus hubungan kerja (PHK) dengan perusahaan kamu bekerja. Paling lambat pada April 2022.

Sebab, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 mengenai pencairan dana jaminan hari tua (JHT) bakal diberlakukan pada Mei 2022. Bila sudah memasuki bulan itu, hak kamu hanya bisa dicairkan pada usia 56 tahun.

Bila berkaca pada aturan sebelumnya, JHT dapat dicairkan pada satu bulan setelah dirimu berhenti atau diberhentikan dari tempat kamu bekerja selama ini. Sehingga dalam hitungan sederhana, selambat-lambatnya pada Maret ini.

Setidaknya itulah sedikit simpulan obrolan sebagian pekerja yang meraba-raba aturan baru tentang JHT. Bahkan, polemik kaitannya nasib mereka sedang mengalahkan Covid-19 yang saat ini sedang meningkat.

Asumsi lain, setidaknya pula mereka diwajibkan untuk produktif hingga usia 56 tahun di perusahaan tempatnya bekerja. Yang menjadi pertanyaan, apakah perusahaan bersangkutan siap mempekerjakan mereka?

Kecil kemungkinan, jawaban mereka. Apalagi di era seperti saat ini. Dimana perusahaan mencari pekerja muda dan bertahap mengurangi mereka yang ‘sudah tua’, kurang produktif.

Bila yang sudah berumur, secara tidak langsung pula diminta untuk mandiri, mencari pekerjaan yang terikat maupun berwirausaha, bila mampu, baik dari sisi tenaga, pikiran, maupun modalnya.

Tak menampik bila mayoritas menilai Permenaker tersebut telah melukai para pekerja. Menganggap pemerintah jahat akibat munculnya aturan masa pencairan dana JHT. Terlebih di masa pandemi, dimana semua sedang serba susah.

Tetapi berbagai tuduhan tersebut ditampik Menaker Ida Fauziyah. Dia menilai, kebijakan tersebut justru dimaksudkan agar mereka tetap sejahtera di hari tuanya kelak.

Ya, dari penamaannya memanglah sudah tepat, dana tersebut digunakan ketika mereka sudah memasuki masa tua. Tetapi, mengapa harus menahan hak yang di tiap bulan dipotong sebesar 2 persen secara paksa itu. Yang mau tak mau harus ditabung ke pemerintah.

"Jikalau ada pekerja yang menjadi korban PHK sebelum usia 56 tahun, mereka bisa memanfaatkan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP)," kata Ida Fauziyah.

Melalui program bantuan sosial itu, mereka yang mengalami PHK akan mendapatkan 45 persen dari upah yang didapat selama tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya.

Ida Fauziyah juga mengutarakan, meski belum berusia 56 tahun tetapi ingin mencairkan dana hak mereka sebagai pekerja, juga bisa dilakukan. Baik itu dalam kondisi masih aktif atau sudah berhenti bekerja.

Penjabarannya, namun tidak bisa dicairkan 100 persen. Dari dana JHT yang telah tersimpan minimal selama 10 tahun itu, dapat diambil 10 persen untuk keperluan persiapan pensiun atau 30 persen untuk pengadaan rumah.

Nah, benarkah pemerintah jahat? Atau sebenarnya siapa yang jahat. Pemerintah akan menjadi benar-benar jahat ketika bola panas yang bikin gaduh ini tak direspon secara lebih bijak.

Dipastikan jahat, jika nyata-nyata dibiarkan mengalir begitu saja tanpa adawin-win solution yang menguntungkan semua pihak (pekerja, perusahaan, tentu pula pemerintah).(*)

Baca juga: Ngaku Terinspirasi dari Film, Rama Palak Pengelola Distribusi Solar Bermodal Surat Tugas BIN Palsu

Baca juga: Minyak Goreng di Banyumas Langka, Warga Saling Dorong dan Berebut  

Baca juga: Kisah Sedih Supono Pria Sebatangkara yang Ditemukan Tewas di Kamar Kos Jalan Karangsari Semarang

Baca juga: Warga Bantul Dikabarkan Meninggal lalu Hidup Lagi, Ini Faktanya

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved