Berita Banjarnegara
Kala si Tempe Mulai Kurusan Akibat Harga Kedelai Melonjak di Banjarnegara
Harga kedelai yang melonjak membuat resah para pengusaha produk berbahan kedelai, khususnya tempe.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG. COM, BANJARNEGARA -- Harga kedelai yang melonjak membuat resah para pengusaha produk berbahan kedelai, khususnya tempe.
Kedelai menjadi bahan baku utama pembuatan tempe. Produsen tempe sangat bergantung dengan pasokan kedelai di pasar.
Salbingah, produsen tempe dari Desa Pucungbedug sebenarnya tak enak hati sama pelanggan. Tempe yang ia jual kini berukuran sedikit lebih tipis.
Sebelum pelanggan menanyakan perubahan ukuran tempe itu, ia lebih dulu menjelaskan.
"Tempenya sekarang kurus, " katanya ke pelanggan sembari tertawa, Sabtu (19/2/2022)
Kepada pelanggannya, Salbingah terang-terangan. Ia mengatakan, harga kedelai saat ini melonjak. Ia bisa saja menaikkan harga tempe mengikuti harga bahan baku yang melonjak.
Tapi memutuskan tak menaikkan harga produk tempenya.
Salbingah memilih sedikit memperkecil ukuran tempe agar tetap memeroleh keuntungan. Beruntung, pelanggannya mau mengerti perihal kondisinya.
"Pelanggan juga mengerti, " katanya
Produsen seperti Salbingah tentu pusing. Setiap kali mendengar kabar harga kedelai naik, mereka kebingungan.
Kedelai yang tadinya seharga Rp 10 ribu perkilogram, kini melonjak menjadi Rp 12 ribu perkilogram.
Menaikkan harga tempe adalah pilihan yang berat bagi produsen. Terlebih perekonomian masyarakat saat ini sedang terpuruk karena pandemi.
Sementara tempe sudah menjadi makanan rakyat yang dibutuhkan sehari-hari. Mereka akan keberatan jika harga tempe naik.
Salbingah pun mengakui, pelangannya keberatan jika harga tempe naik. Mereka lebih bisa menerima jika ukuran tempenya yang diperkecil.
"Terutama yang untuk mendoan itu, gak jadi kalau harganya naik, " katanya