Konflik Rusia dan Ukraina
Vladimir Putin Tak Terpengaruh Sanksi Ekonomi Kelompok Barat
Presiden Rusia Vladimir Putin terus mengancam keberadaan negara bagian Ukraina. Ini terus terjadi meski invasi pasukannya ke negara tetangganya itu me
TRIBUNJATENG.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin terus mengancam keberadaan negara bagian Ukraina. Ini terus terjadi meski invasi pasukannya ke negara tetangganya itu menghadapi perlawanan keras dan ekonominya semakin sesak oleh sanksi.
Dilansir AFP, dalam upaya terbaru untuk membekukan Moskow dari ekonomi dunia, raksasa pembayaran kartu Visa dan Mastercard yang berbasis di AS mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan operasi di Rusia.
Sementara itu, para pemimpin dunia berjanji untuk bertindak atas serangan gencar yang semakin intensif.
"Pihak berwenang (Ukraina) saat ini harus memahami bahwa jika mereka terus melakukan apa yang mereka lakukan, mereka mempertanyakan masa depan negara Ukraina," kata Putin, Sabtu (5/3/2022)
"Dan jika ini terjadi, mereka akan bertanggung jawab penuh."
Sejak invasi Rusia 10 hari yang lalu, korban ekonomi dan kemanusiaan dari perang telah meningkat, membuat lebih dari satu juta orang melarikan diri dari Ukraina. Para pejabat telah melaporkan ratusan warga sipil tewas.
Kiev telah mendesak Barat untuk meningkatkan bantuan militer ke negara yang terkepung, termasuk pesawat tempur.
Presiden Volodymyr Zelensky memohon tetangga Eropa Timur untuk menyediakan pesawat buatan Rusia yang warganya dilatih untuk terbang.
Sementara itu, Putin meningkatkan peringatan terhadap NATO, mengancam perang yang lebih luas jika zona larangan terbang dibentuk.
Putin menyatakan kalau hal ini terjadi, pasukannya akan melanjutkan serangan mereka terhadap kota utama Ukraina di mana ada kekhawatiran keamanan dan penghentian evakuasi yang direncanakan.
Sementara Zelensky mengkritik NATO karena mengesampingkan zona larangan terbang, Putin berbicara tentang "konsekuensi kolosal dan bencana tidak hanya untuk Eropa tetapi juga seluruh dunia".
"Setiap gerakan ke arah ini akan kami anggap sebagai partisipasi dalam konflik bersenjata oleh negara itu," kata Putin. Dia juga menepis rumor bahwa Kremlin berencana untuk mengumumkan darurat militer di Rusia.
Serangan Hacker
Badan Pengawas Siber Ukraina mengatakan pada Sabtu (5/3/2022) situs web Ukraina telah diserang tanpa henti oleh peretas atau hacker Rusia. Hal itu terjadi sejak negara beruang putih ini melancarkan invasi pada Ukraina.
Berdasarkan postingan Twitter, Layanan Komunikasi Khusus dan Perlindungan Informasi Negara Ukraina yang dikutip dari Reuters.com, mengatakan peretas Rusia terus menyerang sumber daya informasi Ukraina tanpa henti.
Badan Pengawas Siber Ukraina mengatakan, beberapa situs penting seperti situs milik kepresidenan, parlemen, kabinet, kementerian pertahanan dan kementerian dalam negeri ikut terkena penolakan layanan terdistribusi (DDoS) yang bekerja dengan mengarahkan firehose lalu lintas ke server yang ditargetkan, sehingga membuat situs-situs tersebut offline.
Namun Badan Pengawas Siber Ukraina berujar mereka akan tetap bertahan di tengah serangan siber Rusia.
Perang 15 Hari
Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan angkatan bersenjatanya telah menyita rencana pertempuran rahasia yang ditinggalkan oleh tentara Rusia. Dokumen yang diunggah ke Facebook oleh kementerian Pertahanan Ukraina diklaim menunjukkan rencana serangan Rusia ke Ukraina yang akan berlangsung 15 hari.
Isinya menunjukkan rencana perang salah satu unit kelompok taktis batalyon Brigade Infanteri Angkatan Laut Pengawal Terpisah ke-810 dari Armada Laut Hitam Rusia, menurut kementerian negara itu.
Lebih lanjut dikatakan bahwa peta invasi Rusia, tabel tanda panggilan, dan daftar personel ada dalam dokumen.
Unggahan Facebook kementerian mengikuti pengungkapan serupa di situs media sosial oleh Operasi Pasukan Gabungan Ukraina.
“Berkat tindakan sukses salah satu unit Angkatan Bersenjata Ukraina, Rusia tidak hanya kehilangan peralatan dan pasukan,” kata kementerian pertahanan.
"Dalam serangan panik, mereka meninggalkan dokumen rahasia."
Kementerian itu mengatakan bahwa berdasarkan dokumen, Rusia menyetujui invasi ke Ukraina pada 18 Januari. Operasi itu dimaksudkan untuk berlangsung 15 hari dari 20 Februari hingga 6 Maret, kata kementerian itu berdasarkan tinjauan dokumen. (kompas.com/Tribun Jateng Cetak)