Berita Banyumas
Uripah Tetap Bertahan Produksi Tahu di Tengah Harga Kedelai yang Tak Kunjung Turun
Podusen tahu di Sokaraja Tengah RT 3 RW 7, Banyumas kini tetap bertahan.
Penulis: Imah Masitoh | Editor: sujarwo
“Jualan kalau ngga laku, rugi ya ngga papa. Biasanya Rp. 2.500 ya saya kasih Rp. 2.000 lah. Saya bawa ke pasar 12 masakan paling terjual setengahnya saja,” keluhnya saat diwawancara.
Tahu yang tidak laku terjual akan di goreng, atau direbus kembali untuk dapat dijual esok harinya.
Tahu yang dibuatnya dapat bertahan hingga 3 hari saja mengingat dalam membuatnya tidak menggunakan pengawet.
Seringnya tahu yang dijual tidak habis, ia terpaksa mengurangi produksi tahunya.
Sebelum kenaikan kedelai ia mampu memproduksi tahu sebanyak 70-75 kilogram per harinya.
Sekarang ia hanya mampu memproduksi 12 masakan atau sebanyak 50 kilogram per hari.
“Sehari paling 50 kilo dulu 70-75 kilo. Sekarang 50 kilo juga masih banyak yang ngga kejual,” ungkapnya.
Selain mengurangi jumlah produksi, ia juga mengecilkan ukuran tahu yang diproduksinya agar tidak mengalami kerugian yang besar.
Hal ini juga dikarenakan pembeli yang tidak mau dinaikan harga tahunya.
Sebenarnya ia bisa menyiasati kedelai yang mahal sekarang ini dengan mencampur bahan tahunya menggunakan kedelai impor dan lokal dengan perbandingan khusus.
Namun saat ini kedelai lokalpun tidak ada sama sekali untuk ia dapatkan. Sehingga ia sepenuhnya menggunakan kedelai impor dalam memproduksi tahunya.
Sementara itu harga kedelai impor lebih mahal dari pada kedelai lokal.
“Pakai kedelai impor kalau lokal tahunya agak pahit. Kalau ada kedelai lokal bisa dicampur, kedelai impor 4 kilo dan kedelai lokalnya 1 kilo. Harganya mahalan impor dan kedelai lokal malah ngga ada,” jelasnya.
Limbah dari produksi tahunya juga ia manfaatkan untuk dapat dijual meskipun dengan harga yang sangat murah dan tidak dapat membantu biaya produksi.
Kebutuhan lain seperti membeli minyak goreng dan kayu bakar belum terhitung di biaya produksinya.