Berita Korupsi
FAKTA BARU Kasus Korupsi Bank Jateng Cabang Blora, Ada Proyek Fiktif dan Rekayasa Pengajuan Pinjaman
Dalam persidangan terkuat satu persatu kejanggalan dalam kasus korupsi periode 2018-2019 yang menyeret tiga nama.
Penulis: budi susanto | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus korupsi Bank Jateng Cabang Blora mulai dikuliti satu persatu oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejagung, dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
Dalam persidangan terkuat satu persatu kejanggalan dalam kasus korupsi periode 2018-2019 yang menyeret tiga nama.
Tiga orang yaitu Kepala BPD Jateng cabang Blora, Rudatin Pamungkas, Ubaydillah Rouf (Direktur PT Gading Mas Properti), serta Teguh Kristianto (Direktur PT Lentera Emas Raya), menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
Baca juga: 54 Sekolah Ikuti LKS Kabupaten, Bupati Ajak SMK Ikut Berkontribusi Membangun Blora
Baca juga: Diterjang Puting Beliung, 52 Pohon Jati Roboh Dan Rusak Rumah Warga di Blora
Baca juga: Tahanan Polrestabes Semarang Nikahi Wanita Beda Usia 10 Tahun, Semua Tamunya Polisi Bersenjata
Baca juga: 54 Sekolah Ikuti LKS Kabupaten, Bupati Ajak SMK Ikut Berkontribusi Membangun Blora
Adapun kasus korsupsi Bank Jateng Cabang Blora mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 115 miliar, hingga kini aliran penyelewengan dana dalam kasus tersebut masih digali dari keterangan sejumlah saksi.
Seperti pengakuan Wakil Pimpinan Bank Jateng Cabang Blora, Reza Bebasari, yang dihadirkan sebagai saksi.
Ia mengungkapkan beberapa pengajuan kredit yang di Bank Jateng Cabang Blora janggal dalam hal legal formalnya.
Diterangkannya, Ubaydillah pernah mengajukan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dengan jumlah 140 debitur ke Bank Jateng Cabang Blora.
"Yang mengajukan Ubaydillah dan membawa nama PT Gading Mas Properti."
"Dia menjaminkan perumahan yang akan diajukan KPR tersebut," jelasnya dalam persidangan, Kamis (17/3/2022).
Saat ditanya JPU apakah jaminan yang diajukan memenuhi persyaratan, Reza jaminan tersebut tidak memenuhi klasifikasi.
"Selain tidak masuk klasifikasi, Ubaydillah juga tidak terdaftar di Real Estate Indonesia (REI)."
"Dan waktu itu, ada aturan dari yang diterbitkan melalui surat keputusan bahwa debitur yang mengajukan KPR disarankan menjadi anggota REI," katanya kepada Tribunjateng.com, Kamis (17/3/2022).
Meski sejumlah syarat tak terpenuhi, namun menurut Reza, pengajuan Ubaydillah tetap disetujui dengan nominal per debitur Rp 400 juta hingga Rp 500 juta.
"Di situ saya marah, harusnya Ubaydillah diblokir tapi justru pengajuannya diterima."
"Padahal saat diaudit ada kejanggalan di dalam pengajuannya," jelasnya.