Berita Jateng
Ahli Ingatkan Bahaya Gas Beracun di Tengah Masifnya Tanaman Kentang di Dieng
Insiden kecelakaan kerja di sumur PLTP Dieng yang menewaskan seorang pekerja karena paparan gas beracun.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Insiden kecelakaan kerja di sumur PLTP Dieng yang menewaskan seorang pekerja karena paparan gas beracun, (12/3/2022) lalu menjadi pelajaran berharga bagi upaya mitigasi ke depan.
Ahli Geokimia dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Sachrul Iswahyudi mengatakan, lapangan panas bumi, bukan hanya di Dieng, memang banyak mengandung gas-gas yang bersifat racun jika melebihi ambang batas yang bisa ditoleransi tubuh manusia. Semisal gas CO CO2, H2S, SO2 dan lainnya.
Insiden paparan gas beracun yang merenggut jiwa bukan kali ini saja terjadi.
Baca juga: Viral Atang Korban Kecelakaan 2,5 Tahun Lumpuh Tak Punya Biaya Berobat, Pemkab Sukoharjo Bergerak
Baca juga: Kejari Salatiga Berhasil Lakukan Upaya Perdamaian Kasus Anak Melakukan Kekerasan Pada Ibu Kandung
Baca juga: Cara Beli dan Daftar Lengkap Harga Tiket Konser Justin Bieber di Jakarta, Mulai Rp 1,5 Juta
Peristiwa kelam yang dikenal “Tragedi Sinila” Tahun 1979 telah merenggut 149 korban jiwa akibat terpapar gas beracun.
Pola tanaman semusim, khususnya kentang ternyata bisa mempercepat atau memerperlancar aliran gas beracun hingga mengancam keselamatan warga.
Sachrul Iswahyudi mengatakan, masyarakat perlu memertimbangkan kembali pola pertanian yang sebagian besar berupa tanaman kentang.
Jika tetap mempertahankan tanaman semusim, baiknya dilakukan pola tumpang sari. Yakni tanaman pokok diselingi tanaman produksi lain yang ukurannya lebih besar dan tinggi.
"Ini bertujuan untuk menghambat laju alir gas jika gas keluar, " katanya
Hal tersebut sebenarnya sudah pernah diupayakan beberapa tahun lalu, yakni melalui upaya perselingan tanaman kentang dan kopi.
Lahan di kawasan rawan bencana gas beracun jangan sampai dibiarkan gundul. Gas-gas akan mudah mengalir ke atas jika tidak ada penahan tanaman di permukaan.
Di tempat-tempat yang rawan keluaran gas yang tinggi, seperti kawah, juga perlu penanaman tumbuhan penangkal polusi yang telah dikenal selama ini.
Tetapi ini tetap perlu dilakukan penelitian terlebih dulu, apakah tanaman-tanaman tersebut efektif untuk menangkal gas-gas beracun, atau ada jenis tanaman lain yang lebih baik untuk lokasi tersebut.
Baca juga: Kronologi Bocah Kelas 3 SD di Purbalingga Terkena Ledakan Petasan, Harus Dilarikan ke RS
Baca juga: 5 Fakta Nada Tarina Putri, Anak Angkat Deddy Corbuzier dan Juga Penari Balet Berbakat
Baca juga: Alasan Joan Laporta Tutup Pintu untuk Lionel Messi Kembali ke Barcelona
Penelitian-penelitian di lokasi panas bumi juga perlu terus-menerus dilakukan dan lebih masif untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci terkait karakter sistem atau lapangan panas bumi.
"Informasi-informasi tersebut diperlukan untuk pengelolaan lapangan panas bumi yang lebih akurat, termasuk upaya mitigasi bencana untuk masyarakat yang lebih baik, " katanya. (*)