Berita Pati
Pekerja Seni di Pati Berharap Syawal Tahun Ini Sudah Diizinkan Gelar Pementasan Terbuka
Sejumlah pekerja seni di Kabupaten Pati berkumpul di Pendopo Kemiri, Desa Sarirejo, Kecamatan Pati, Selasa (12/4/2022).
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, PATI - Sejumlah pekerja seni di Kabupaten Pati berkumpul di Pendopo Kemiri, Desa Sarirejo, Kecamatan Pati, Selasa (12/4/2022).
Para seniman pertunjukan dari berbagai jenis kesenian ini berembuk untuk mencari solusi atas belum diperbolehkannya pementasan terbuka oleh pemerintah daerah.
Wibowo Asmoro, seorang dalang, mengatakan bahwa pihaknya berharap setidaknya bulan Syawal ini Bupati Pati Haryanto sudah membolehkan adanya pementasan kesenian terbuka.
"Rekan-rekan seniman Pati cuma berharap diberi kesempatan pentas setidaknya Syawal ini. Karena seniman Pati 'masa panennya' itu Syawal-Apit (Dzulqa'dah)-Besar (Dzulhijjah)," ujar dia.
Para seniman tradisional biasanya dipentaskan saat momen haul dan sedekah bumi.
Ia mengatakan, terkait hal ini pihaknya akan berupaya melakukan pendekatan persuasif dengan bupati.
Berdasarkan Instruksi Bupati (Inbup) Pati terbaru yang terbit 5 April lalu, lanjut Wibowo, pementasan kesenian hanya dibolehkan di dalam gedung.
Itu pun jumlah penonton dibatasi 50 persen dari kapasitas gedung. Durasi pertunjukan juga dibatasi hanya dua jam.
Menurut Wibowo, kebijakan tersebut belum memadai untuk menghidupkan kembali perekonomian para seniman.
"Ini memberatkan seniman yang sudah hampir tiga tahun tidak bisa bekerja," kata dia.
Ia menyebut, berdasarkan perundingan hari ini, para seniman bersepakat untuk mengirimkan surat pada Bupati Pati Haryanto.
Surat tersebut dimaksudkan sebagai pendekatan persuasif pada bupati agar mengeluarkan kebijakan yang bisa membantu seniman.
"Teman-teman seniman mohon petunjuk dari bupati, langkah apa, kebijakan apa yang bisa diberikan untuk kami agar bisa bekerja kembali.
Diharapkan paling tidak Syawal sudah boleh. Maka kami kejar waktu untuk mengirimkan surat pada bupati, mohon kelonggaran, kebijakan, dan petunjuk," ucap Wibowo.
Ia menyebut, di beberapa kabupaten tetangga, sudah ada kelonggaran untuk para seniman.
"Ada beberapa kota/kabupaten yang sudah ada kelonggaran, mungkin karena ada otonomi daerah, kebijakan dikembalikan ke daerah masing-masing.
Di Blora sudah ada pentas, Rembang, Boyolali, Purwodadi, Jepara, Kudus juga sudah. Yang kami pertanyakan kenapa Pati belum. Itu pertanyaan klasik dari pelaku seni di Pati," ungkap dia.
Selama "puasa manggung", lanjut Wibowo, banyak seniman yang jadi "pedagang dadakan".
"Sepeda motor dijual, apapun yang ada di rumah dijual untuk menyambung hidup. Sebab mayoritas tidak punya pekerjaan sampingan," tandas dia.
Senada, Mogol, seniman ketoprak, mengatakan bahwa belum diperbolehkannya pementasan terbuka membuat kondisi perekonomian para pekerja seni di Pati kian memburuk.
"Kondisi seniman saat ini hancur lebur, 'modar sak klenger-klengere'. Sudah dua tahun lebih kami tidak bisa beraktivitas," ujar dia.
Ia juga menilai kebijakan izin pentas dalam gedung dengan durasi dan penonton terbatas sama sekali belum bisa menghidupi seniman.
"Maka, kami akan coba bertemu bupati. Belum tau kapan, tapi secepatnya. Pertama untuk meminta kebijakan. Kedua, kalau memang seniman punya salah, kami coba mencari celah salahnya apa, ini berkaitan dengan (hubungan) anak kalih bapak (anak dengan bapak). Kalau memang salahnya apa nanti biar kami yang meminta maaf," tandas dia.
Untuk diketahui, saat ini Kabupaten Pati masih berstatus PPKM Level 2
Berdasarkan Inbup Pati nomor 12 tahun 2022 yang terbit 5 April lalu, kegiatan seni budaya dapat dibuka dengan protokol kesehatan.
Selain itu dengan ketentuan dilaksanakan di gedung dengan jangka waktu maksimal dua jam, pengunjung dan pelaku seni telah divaksin, kapasitas maksimal 50 persen, serta menggunakan Aplikasi Peduli Lindungi.
Maret lalu, sejumlah pekerja seni juga sempat meminta kelonggaran pada bupati. Namun, bupati masih meminta mereka untuk bersabar dan menunggu kebijakan pemerintah pusat membolehkan.
"Ini regulasi, pedomannya dari pemerintah pusat. Kita harus taat aturan. Kalau nanti regulasinya sudah diperbolehkan buka, saya pasti membolehkan.
Kalau belum ya kita harus patuh.
Selama ini, sebelum pandemi, berpuluh-puluh tahun pada nanggap dangdut, tayub, ketoprak, saya tidak pernah melarang. Hanya saja karena ini masih pandemi Covid-19, berpotensi kumpul orang banyak, sementara baru boleh di gedung dengan pembatasan," jelas Bupati Pati Haryanto ketika itu. (mzk)
Baca juga: Awas! Masih Ada Jalanan Kota Semarang Rawan Begal, Waspada Saat Melintasi Utamanya Malam Hari
Baca juga: Wanita Brebes Gagal Mati Tabrak Kereta Api, Teriak-teriak Dipeluk Suami: korban pemerkosaan
Baca juga: Hendi Kawal Penyaluran BLT Minyak Goreng di Kota Semarang
Baca juga: Memahami Kehidupan Manusia Purba dari Museum Sangiran, Ada Homo Erectus Usia 1,25 Juta Tahun