Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Usman Roin : Urgensi Edukasi Kartini Kini

TANGGAL-21 April, mafhum diperingati sebagai Hari Kartini. Potret memperingati sosok Kartini, bisa tampak dari simbolis penggunaan kebaya

tribun jateng
Usman Roin 

Oleh: Usman Roin

Mahasiswa Doktor UIN Walisongo Semarang

TANGGAL-21 April, mafhum diperingati sebagai Hari Kartini. Potret memperingati sosok Kartini, bisa tampak dari simbolis penggunaan kebaya untuk perempuan dari berbagai elemen.

Mulai dari lembaga pendidikan, perkantoran, industri transportasi, perdagangan dan lainnya. Simbol “kebaya” yang dipakai, menyiratkan makna bahwa identitas budaya Jawa sebagai lokal wisdom mendapat tempat khas untuk dilestarikan sepanjang masa.

Perlu diketahui, meski identitas kebaya memperingati Hari Kartini menunjukkan peradaban masa lalu yang memiliki time and space terhadap lika-likunya zaman, dalam bahasa Prof. Musahadi, selaku Guru Besar Bidang Hukum Islam UIN Walisongo, sangat applicable dan adaptif.

Sejarah mencatat, bila RA Kartini lekat sekali dengan pakain kebaya semasa hidupnya. Alhasil, ciri khas dari kebaya Kartini, memiliki kerah setali yang menghiasi leher hingga bagian dari bawah kebaya.

Motif inipun berkembang kekinian secara estetik dinamis dengan aneka corak modern.

Selain simbolisme “kebaya”, kemeriahan Kartini juga banyak diperingati melalui forum diskusi ilmiah. Yaitu, diskusi publik yang coba merekonstrusi bagaimana bentuk Kartini masa kini meneladani kepahlawanan di masa lalu.

Bentuk lain, viralisme flayer selamat Hari Kartini responsif membanjiri jagad medsos. Baik atas nama perorangan, dunia pendidikan, ormas, legislatif, eksekutif, parpol, insan pers, LSM, dan lainnya.

Semua sepakat dan dalam frame yang sama, agar jasa kepahlawanan kewanitaan yang terpotret oleh Kartini menyala tiada henti.

Kartini Kini

Pertanyaannya, lalu bagaimana potret Kartini masa kini? Pertanyaan penulis ini setidaknya ingin menelisik peran Kartini kekinian.

Agar yang terwujud bukan sekadar simbolisme “kebaya” kala momen peringatan datang. Akan tetapi, terciptanya upaya membangun ruh, spirit, motivasi konkrit peran seperti apa yang bisa dilakoni perempuan masa kini sebagai wujud pengejawantahan memperingatinya.

Sebagaimana kita mafhum, Kartini getol memperjuangkan kesetaraan pendidikan untuk perempuan. Terlebih, eksistensi perempuan menukil Prof. Zainuddin Ali (2015:76), memiliki hak yang sama berdasar surah al-Hujurat:13. Tidak terkecuali pula dalam hal melek dunia pendidikan.

Artinya, kesamaan persepsi wajib belajar (wajar) kepada perempuan harus dimiliki orang tua kekinian. Goal-nya, jangan ada lagi dominasi sekunder yang mendiskriditkan perempuan “nanti dulu” dalam hal pendidikan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved