Petani Tambak di Pati Bikin Pupuk Sendiri dari Kotoran Hewan
Sekelompok petani di Desa Talun, Kecamatan Kayen, berinisiatif untuk membuat pupuk organik sebagai antisipasi kelangkaan pupuk kimia atau anorganik.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Daniel Ari Purnomo
Senada, Penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian Kayen, Supriyanto, mengatakan bahwa pihaknya sudah lama menginformasikan mengenai pupuk organik. Namun, baru dua tahun belakangan kelangkaan pupuk anorganik dirasakan petani.
“Maka tergeraklah mereka, melalui pendampingan kami, untuk mencari solusi dari kelangkaan pupuk ini. Seperti yang kita tahu pupuk subsidi terbatas. Tiap tahunnya tidak akan selalu memenuhi,” kata dia ketika diwawancarai usai mendampingi petani membuat pupuk.
Ia menambahkan, dua tahun ini juga petani tidak sadar ada jenis pupuk yang sudah ditarik, tanaman pangan hanya dapat urea dan NPK Phonska.
“Maka muncullah ide untuk membuat pupuk organik dari kotoran hewan ini,” kata dia.
Sarkawi, pendamping swadaya yang membantu pembuatan pupuk, mengatakan bahwa pupuk kandang merupakan solusi yang murah dan aman untuk petani tambak di tengah kelangkaan pupuk urea.
“Toh dampaknya (urea) kurang bagus untuk kolam. Ketika panen nilai harga jualnya lebih murah ketimbang daerah yang tidak pakai urea. Karena aroma dan rasa (ikan) berbeda, juga kualitas daging berbeda,” ujar dia.
Ia menjelaskan, untuk membuat pupuk ini, kotoran burung puyuh ditebar dan diratakan dengan ketinggian sekira 20 sentimeter.
“Lalu kami semprot gunakan (cairan) dekomposer untuk mengurai bakteri yang tidak bagus, juga amoniaknya supaya terpisah dari material padat yang menjadi pupuk. Sebetulnya bisa juga disiasati dengan bioreaktor, tapi dengan keterbatasan modal dan teknologi, kami buat rekayasa dengan kita langsung aplikasikan di kotoran.
Setiap satu ton, cukup gunakan 5 liter probiotiknya,” ujar dia.
Nantinya, kotoran hewan lain juga akan ditambahkan dengan pola berlapis. Diratakan dengan ketinggian yang sama.
“Jadi nanti bukan hanya kotoran puyuh. Misal besok ada kotoran ayam atau kambing, kita tebarkan lagi dengan ketinggian yang sama, lalu kita semprot ulang,” jelas Sarkawi.
Selanjutnya, kotoran ditutup terpal untuk proses pemeraman hingga dua pekan.
“Kalaupun (diperam) sampai satu tahun malah luar biasa. Di pertanian pun sama. Kalau kita buat pupuk sendiri, buat sekarang untuk tahun depan. Tapi untuk di kolam ikan, dua pekan saja in syaa Allah sudah bisa dipakai dengan takaran sesuai aturan. Ketika amoniak, gasnya sudah keluar, dan yang tersisa tinggal material yang dibutuhkan, kolam jadi banyak planktonnya dan tidak merusak ekosistem di situ. Jadi ikannya nyaman,” tandas dia. (mzk)