Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Petani Tambak di Pati Bikin Pupuk Sendiri dari Kotoran Hewan

Sekelompok petani di Desa Talun, Kecamatan Kayen, berinisiatif untuk membuat pupuk organik sebagai antisipasi kelangkaan pupuk kimia atau anorganik.

Tribun Jateng/ Mazka Hauzan Naufal
Petani di Desa Talun, Kecamatan Kayen, Pati, membuat pupuk kandang dari kotoran puyuh sebagai alternatif pupuk urea, Jumat (22/4/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Sekelompok petani di Desa Talun, Kecamatan Kayen, berinisiatif untuk membuat pupuk organik sebagai antisipasi kelangkaan pupuk kimia atau anorganik. Terutama pupuk urea bersubsidi.

Mereka tergabung dalam Kelompok Tani Bangunsari (petani tambak ikan) dan Sedulur Tani Makmur Jaya atau STMJ (petani padi).

Jumat (22/4/2022), mereka membangun sebuah gubuk sederhana beratap terpal sebagai naungan untuk memeram kotoran burung puyuh menjadi pupuk kandang. Nantinya juga akan ditambahkan dengan kotoran hewan lain, di antaranya sapi dan kambing.

Moh. Kholil, Ketua Kelompok Tani Bangunsari, mengatakan bahwa sejak 2004 lalu, pihaknya menggunakan pupuk urea untuk diaplikasikan di kolam ikan.

Untuk diketahui, penggunaan pupuk pada kolam ikan antara lain dimaksudkan untuk merangsang proses pembentukan pakan alami, yakni plankton.

“Sekarang urea agak langka, saya dapat info katanya mulai 2022 kelompok tambak tidak dapat. Jadi kami inisiatif bikin pupuk kandang sebagai ganti urea,” kata dia.

Kholil menyebut, dengan pengaplikasian pupuk untuk membentuk pakan alami di kolam, petani tambak jadi tidak boros pakan buatan.

“Pakai pakan ikan jadi tidak boros. Misal biasanya satu hari lima kilo, kalau pakai pupuk kandang cukup 2-3 kilo. Itu hitungannya per seribu ekor ikan. Semakin bertambah usia ikan semakin menurun juga jumlah pakan yang diberikan,” jelas dia.

Kholil menyebut, pihaknya baru kali ini mencoba membuat pupuk kandang sendiri. Sebelumnya, ia pernah membeli pupuk kandang tanpa diperam terlebih dahulu. Akibatnya, air kolam jadi busuk, ikan stres dan banyak yang mati.

“Jadi kami inisiatif lakukan pemeraman ini. Ke depan mau diproduksi terus in syaa Allah,” ucap dia.

Ia menyebut, di Desa Talun sendiri terdapat kurang lebih 360 hektare kolam tempat petani membudidayakan ikan bandeng, nila, tombro, patin, dan bawal. Adapun kelompoknya sendiri mengelola sekira 50 hektare.

Penyuluh Perikanan Kecamatan Kayen, Yunita Diah Istanti, mengatakan bahwa dengan luasan tambak ratusan hektare, petani tambak di Talun memang perlu memikirkan pupuk alternatif.

“Sebab kebutuhan pupuk untuk alokasi 2022 di sektor perikanan, yang tahun sebelumnya menginduk di dinas pertanian, tahun ini terpisah tersendiri. Kebetulan dalam jangka waktu dekat baru ada usulan untuk permintaan alokasi pupuk sektor perikanan, tapi kapan dan kuotanya yang turun berapa belum ada,” ucap dia.

Yunita menambahkan, pemerintah pusat sendiri memang menyarankan agar penggunaan pupuk subsidi urea dan SP-36 yang sebelumnya digunakan petani tambak agar dikurangi. Dialihkan ke pupuk organik. Namun, ia mengakui bahwa dari pemerintah sendiri mekanisme pelatihan atau sosialisasi belum dilakukan secara umum.

“Kebetulan kelompok Bangunsari yang pengurusnya juga sekaligus Kelompok Tani STMJ ini sudah berupaya menginisiasi masyarakat untuk membuat pupuk organik sendiri. Mereka termasuk pelopor di wilayah Kecamatan Kayen, bisa ditularkan ke desa-desa lain,” tandas dia.

Senada, Penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian Kayen, Supriyanto, mengatakan bahwa pihaknya sudah lama menginformasikan mengenai pupuk organik. Namun, baru dua tahun belakangan kelangkaan pupuk anorganik dirasakan petani.

“Maka tergeraklah mereka, melalui pendampingan kami, untuk mencari solusi dari kelangkaan pupuk ini. Seperti yang kita tahu pupuk subsidi terbatas. Tiap tahunnya tidak akan selalu memenuhi,” kata dia ketika diwawancarai usai mendampingi petani membuat pupuk.

Ia menambahkan, dua tahun ini juga petani tidak sadar ada jenis pupuk yang sudah ditarik, tanaman pangan hanya dapat urea dan NPK Phonska.

“Maka muncullah ide untuk membuat pupuk organik dari kotoran hewan ini,” kata dia.

Sarkawi, pendamping swadaya yang membantu pembuatan pupuk, mengatakan bahwa pupuk kandang merupakan solusi yang murah dan aman untuk petani tambak di tengah kelangkaan pupuk urea.

“Toh dampaknya (urea) kurang bagus untuk kolam. Ketika panen nilai harga jualnya lebih murah ketimbang daerah yang tidak pakai urea. Karena aroma dan rasa (ikan) berbeda, juga kualitas daging berbeda,” ujar dia.

Ia menjelaskan, untuk membuat pupuk ini, kotoran burung puyuh ditebar dan diratakan dengan ketinggian sekira 20 sentimeter.

“Lalu kami semprot gunakan (cairan) dekomposer untuk mengurai bakteri yang tidak bagus, juga amoniaknya supaya terpisah dari material padat yang menjadi pupuk. Sebetulnya bisa juga disiasati dengan bioreaktor, tapi dengan keterbatasan modal dan teknologi, kami buat rekayasa dengan kita langsung aplikasikan di kotoran. 
Setiap satu ton, cukup gunakan 5 liter probiotiknya,” ujar dia.

Nantinya, kotoran hewan lain juga akan ditambahkan dengan pola berlapis. Diratakan dengan ketinggian yang sama.

“Jadi nanti bukan hanya kotoran puyuh. Misal besok ada kotoran ayam atau kambing, kita tebarkan lagi dengan ketinggian yang sama, lalu kita semprot ulang,” jelas Sarkawi.

Selanjutnya, kotoran ditutup terpal untuk proses pemeraman hingga dua pekan.

“Kalaupun (diperam) sampai satu tahun malah luar biasa. Di pertanian pun sama. Kalau kita buat pupuk sendiri, buat sekarang untuk tahun depan. Tapi untuk di kolam ikan, dua pekan saja in syaa Allah sudah bisa dipakai dengan takaran sesuai aturan. Ketika amoniak, gasnya sudah keluar, dan yang tersisa tinggal material yang dibutuhkan, kolam jadi banyak planktonnya dan tidak merusak ekosistem di situ. Jadi ikannya nyaman,” tandas dia. (mzk)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved