Pemerintah Berencana Naikkan Harga BBM, Puan Ingatkan akan Kondisi Masyarakat
Puan meminta pemerintah untuk memperhatikan kondisi masyarakat sebelum mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM.
TRIBUNJATENG.COM - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puan Maharani meminta pemerintah untuk memperhatikan kondisi masyarakat sebelum mengambil kebijakan yang dipicu dengan lonjakan harga minyak mentah dan gas alam dunia.
Adapun kebijakan pemerintah yang dimaksud Puan, yakni menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar, gas Elpiji, serta tarif listrik.
Menanggapi hal tersebut, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengungkapkan, telah terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan di masyarakat saat ini.
Hal itu dikarenakan, masyarakat berharap berbagai harga kebutuhan pokok sudah semakin terjangkau setelah pandemi Covid-19 melandai.
Justru kenyataannya, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mencekik masyarakat menengah ke bawah.
“Oleh karena itu, apa yang diharapakan oleh Puan itu menjadi benar. Sebelum menaikkan atau menetapkan kebijakan, pemerintah harus melihat realitas yang ada. Supaya kebijakan ini tidak terkesan elitis,” ujar Trubus dalam keterangan persnya, Selasa (17/5/2022).
Menurut Trubus, segala kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus memperhatikan suasana kebatinan masyarakat dan kondisi riil yang dihadapi.
"Hal itu patut untuk dilakukan, agar pemerintah tidak berhadapan langsung dengan resistensi masyarakat," katanya.
Trubus mengatakan, ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah agar kebijakan kenaikan BBM tidak mengakibatkan gejolak publik.
Adapun yang pertama, yaitu pemerintah harus mampu mengedukasi masyarakat terkait kebijakan kenaikan harga BBM, mulai dari dasar kebijakan, kondisi nasional dan global, hingga dampak dan antisipasi dari dampak yang ditumpulkan.
“Pemerintah harus memperbaiki komunikasi publik. Jadi masyarakat harus diberikan edukasi,” jelasnya.
Kedua, pemerintah harus memperhatikan kebutuhan masyarakat yang terdampak dengan membuat jaring pengaman sosial yang kuat.
Jaring pengaman sosial itu berupa stimulus ataupun paket keringanan untuk mendorong masyarakat semakin produktif, utamanya pada sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan padat karya.
“Pemerintah harus menyiapkan segala jaring pengaman sosial. Jaring pengaman sosial juga harus diarahkan pada hal yang produktif untuk masyarakat di perkotaan maupun pedesaan. Jadi, masyarakat sekarang ekonominya yaitu ekonomi kerakyatan saja, ekonomi dari basis bawah,” katanya.
Tak ingin ada BLT
Meski demikian, Trubus tidak setuju apabila pemerintah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat akibat dari kebijakan naiknya harga BBM.
“Tapi jangan BLT itu. BLT sudah tidak cocok lagi karena masyarakat sudah dapat bermobilitas ditengah melandainya pandemi. Jadi kebijakan yang lebih tepat adalah menstimulus masyarakat untuk memperoleh keringanan, misalnya untuk pupuk, kebutuhan pertanian,” tegasnya.
Ia menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan efisiensi dengan mengevaluasi pengeluaran negara yang berjumlah besar, seperti belanja pegawai dan pembangunan.
Sebab, jelas dia, pembiayaan infrastruktur bisa dilakukan melalui skema yang melibatkan pihak ketiga, sehingga tidak membebani keuangan negara.
“Pemerintah harus melakukan efisiensi. Misalnya untuk aparatur sipil negara (ASN) yang anggarannya besar. Hal-hal yang terkait dengan pembangunan harus dievaluasi terlebih dahulu,” ungkapnya.
Ia juga memberikan saran agar pemerintah harus menstabilkan terlebih dahulu harga kebutuhan pokok, dibanding langsung menaikkan harga BBM.
“Kalau menurut saya stabilkan dahulu harga kebutuhan pokok. Jadi masyarakat ada kesiapan secara mental dalam menghadapi dinamika situasi yang bergejolak itu,” katanya.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufikurahman mengharapkan pemerintah dapat menahan rencana kenaikan gas Elpiji 3 kilogram (kg).
“Rumah tangga menengah kebawah menggunakan gas epliji tiga kg dan sangat sensitif dengan perubahan harga. Kalau menengah kebawah tertekan karena elpiji tiga kilogram dicabut, hal itu akan menggerogoti konsumsi dan daya beli masyarakat,” jelas Rizal.
Kemudian, untuk rencana kenaikan harga BBM, Rizal juga mengatakan, pemerintah perlu mengkaji dengan benar, mengetahui untung dan rugi, serta memanfaatkan peluang yang ada.
Ia menambahkan, selama ini, pemerintah mendapat keuntungan dari ekspor minyak mentah dan mengimpor balik ke dalam negeri. Namun, keuntungan tersebut apakah cukup untuk membiayai subsidi BBM.
Hal itu dikarenakan, dalam merencanakan kenaikan harga, harus memperhatikan dengan baik dampaknya yang akan terjadi kepada masyarakat.
“Kita tidak mengorbankan konsumsi rumah tangga yang jelas mempengaruhi transmisi dan mekanisme ekonomi dalam negeri. Pemerintah perlu menjaga pergerakan harga dalam negeri, agar ekonomi yang tengah tumbuh ini dapat bergerak maju,” katanya.