Fokus
Fokus: Jangan Siramkan Kotoran ke Wajah Pemerintah
Ada 34 kontainer yang diangkut kapal tersebut. Masing-masing sebanyak 15 kontainer milik PT Inno Wangsa, lima kontainer punya PT Permata Hijau Group,
Penulis: galih pujo asmoro | Editor: m nur huda
Tajuk Ditulis Oleh Wartawan Tribun Jateng, Galih Pujo Asmoro
TRIBUNJATENG.COM - Terhitung mulai 28 April lalu, pemerintah melarang ekpor crude palm oil (CPO) dan turunannya. Namun pada Senin (16/5) ada berita cukup mengejutkan. TNI-AL menahan kapal MV Mathu Bhum di perairan Belawan, Medan, Sumatera Utara. Kapal itu ditahan karena mengangkut RBD Palm Olein yang hendak diekspor ke Malaysia.
Ada 34 kontainer yang diangkut kapal tersebut. Masing-masing sebanyak 15 kontainer milik PT Inno Wangsa, lima kontainer punya PT Permata Hijau Group, dan 14 sisanya punya PT Multimas Nabati Asahan. Dua nama terakhir cukup menarik. Mengutip laman Badan Standardisasi Nasional, PT Multimas Nabati Asahan merupakan bagian dari Wilmar Group (Wilmar International).
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Komisiaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor sebagai tersangka. Tumanggor diduga intens bekomunikasi dengan tersangka lain yang merupakan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana terkait penerbitan izin Persetujuan Ekspor PT Wilmar Nabati Indonesia dengan PT Multimas Nabati Asahan dengan tidak memenuhi syarat peraturan perundang-undangan.
Selain Tumanggor, Kejagung juga menersangkakan Stanley MA. Stanley merupakan Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup. Sama dengan Tumanggor, Stanley intens berkomunikasi dengan Indrasari Wisnu Wardhana terkait penerbitan izin persetujuan ekspor Permata Hijau Group dan dilakukan dengan melanggar hukum. Satu tersangka lainnya adalah Pierre Togar Sitanggung adalah General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas. Jaksa Agung mengumumkan status tersangka itu pada 19 April 2022. Dan pada 28 April, ekpor CPO dan turunannya dilarang.
Tentu saja, berita tentang penahanan kapal yang mengangkut 34 kontainer itu sangat mengejutkan. Tak selang lama, Kemendag pun buka suara. Menurut Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Veri Anggrijono, tiga perusahaan itu sudah memiliki izin ekspor sebelum larangan ekspor bahan baku minyak goreng diberlakukan.
Veri menyebut bila tiga perusahaan itu sudah mengantongi dokumen izin ekspor sebelum 28 April 2022. Penjelasan dari Kemendag yang menyebut tiga perusahaan itu sudah mengantongi izin ekspor sebelum pelarangan diberlakukan cukup melegakan. Setidaknya, tiga perusahaan itu tidak melakukan perbuatan ilegal.
Di sisi lain, pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan untuk menekan harga minyak goreng. Mulai dari subsidi minyak goreng kemasan Rp 14 ribu per liter di toko-toko modern, subsidi migor curah, hingga memberikan subsidi minyak goreng secara tunai.
Terbaru, pemerintah Kemendag dan Kementerian BUMN bersinergi dengan pelaku usaha minyak goreng meluncurkan Program MigorRakyat, Selasa (17/5). Program tersebut bertujuan agar penjualan minyak goreng curah dengan harga Rp 14.000/liter tepat sasaran, yaitu untuk masyarakat berpendapatan rendah.
Usaha pemerintah menekan harga minyak goreng, harus didukung semua pihak. Mulai dari masyarakat, aparat, hingga pelaku usaha. Bila sampai di tengah usaha mati-matian pemerintah ada pengusaha atau perusahaan yang nekat mengajukan dan mengantongi izin ekspor, tentu sangat menyakitkan. Level ngejeknya tak lagi cuma setara menampar muka pemerintah. Namun menurut saya, selevel dengan menyiram kotoran ke wajah pemerintah di depan umum, di-live-kan di medsos dan media elektronik, dan seblum aksi itu ada iklan berhari-hari. Jadi jangan lakukan itu. (*)