OPINI
OPINI Hendra Kurniawan : Kartasura dan Gagalnya Pendidikan Sejarah
JEBOLNYA benteng Keraton Kartasura melayangkan imajinasi sejarah pada peristiwa 280 tahun silam. Pada 1742, koalisi Tionghoa-Jawa yang anti-VOC
Oleh Hendra Kurniawan, MPd
Mahasiswa S3 Pendidikan Sejarah UPI
JEBOLNYA benteng Keraton Kartasura melayangkan imajinasi sejarah pada peristiwa 280 tahun silam. Pada 1742, koalisi Tionghoa-Jawa yang anti-VOC membobol benteng menggunakan peledak dari mesiu.
Peristiwa Geger Pacinan ini mengakhiri periode Kartasura yang berdiri sejak 1680. Kartasura ditinggalkan dan dibangunlah istana baru di Desa Sala, kini jadi Surakarta.
Kamis (21/4), seakan mengulang sejarah, eks Benteng Baluwarti dengan tinggi 3,5 meter dan ketebalan 2 meter kali ini dijebol menggunakan alat berat. Benteng yang sebagian besar batu batanya telah rapuh termakan usia ajur mumur sepanjang 7,4 meter.
Ironisnya si penjebol benteng mengaku tidak tahu apabila bangunan itu adalah objek cagar budaya.
Benteng dirobohkan demi menginvasi tanah di dalamnya untuk didirikan bangunan baru yang memiliki nilai komersial.
Ketidaktahuan terhadap keberadaan benteng sebagai situs sejarah menjadi indikasi gagalnya pendidikan sejarah bagi masyarakat.
Putusnya informasi sejarah menyadarkan perlunya upaya kreatif agar masyarakat semakin dekat dengan sejarah. Persoalannya sejauh mana pendidikan sejarah di sekolah diterima bukan sebagai pengetahuan belaka, namun dibawa dalam kehidupan keseharian di tengah masyarakat.
Kebijakan kurikulum memang menentukan sejarah yang diajarkan di sekolah (school history). Akan tetapi sejatinya para pendidik sejarah perlu berefleksi.
Bercermin dari ketidaktahuan historis pelaku penjebol benteng Kartasura, muncul pertanyaan menggelitik: Sudahkah pendidikan sejarah selama ini dihadirkan secara bermakna? Salah satu ciri pendidikan sejarah yang meaningful yakni bersifat kontekstual dan tanggap zaman.
Tanggap Zaman
Jika ditelaah lebih lanjut dalam kasus benteng Kartasura, hasrat ekonomi yang terlanjur memuncak mengalahkan sikap kesadaran sejarah masyarakat.
Demikian pula ketidakperhatian dalam urusan pendanaan untuk merawat warisan sejarah pada akhirnya berpotensi membunuh historical awareness yang selama ini hidup di tengah masyarakat.
OPINI Paulus Mujiran : Akuntabilitas Jabatan Kepala Desa |
![]() |
---|
Opini Dian Ananda P: Kasus Pelecehan Anak dan Pentingnya Edukasi Seksual |
![]() |
---|
Opini Tasroh: Haji, antara Bisnis dan Ibadah |
![]() |
---|
OPINI Prof Saratri Wilonoyudho : Peta Kependudukan Jateng 2023 |
![]() |
---|
Opini Prof DR Nugroho: Menduga Arah Kebijakan Suku Bunga BI 2023 |
![]() |
---|