Berita Solo
Piring Terbang Saat Acara Pernikahan di Solo, Para Tamu Duduk Manis Bak Raja
Di acara pernikahan berkonsep piring terbang, tamu cukup duduk manis di kursi yang telah disediakan
Terkadang, calon mempelai kesulitan pula untuk meyakinkan keluarga besar untuk tak menggunakan tradisi ini.
"Katakanlah calon mempelai mempunyai saudara atau kakek nenek yang menggunakan tradisi itu dan mereka mau break the culture itu kayak susah. Jadi memang mostly ini adalah adat yang turun temurun," jelas Okky.
Jengah, setidaknya itu yang dirasakan Okky ketika tradisi piring terbang kerap dikaitkan dengan masalah finansial atau harga yang dipatok.
Nah, ada anggapan pesta piring terbang adalah siasat agar pesta pernikahan lebih murah biayanya.
Tapi Okky mengatakan, dia pernah menjumpai piring terbang dengan harga per pax Rp350 ribu.
Sehingga disebutnya piring terbang jadi lebih tinggi harganya jika dibandingkan dengan prasmanan, tergantung dari menu yang disajikan.
"Piring terbang tidak ada hubungannya dengan finansial. Lebih ke culture kalau menurut saya," katanya.
Tapi, Okky setuju bila tradisi piring terbang lebih efisien dibandingkan prasmanan.
Dengan hanya menghitung jumlah tamu yang hadir, tradisi piring terbang jarang sekali kekurangan hidangan bagi tamu.
"Jadi kenapa piring terbang lebih efisien dan tidak bisa dibilang lebih murah? Ya karena sangat bisa dikontrol. Misal tamu seribu, pesan seribu ya kamu aman. Tapi kalau standing party pax nya seribu tapi pesan seribu ya jelas nggak aman," kata Okky lagi.
"Lebih kesitu yang harus kita edukasi ke masyarakat, kenapa piring terbang lebih efisien, ya karena lebih tepat dan bisa dikontrol," pungkasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Asal-usul Piring Terbang di Acara Pernikahan Solo : Dianggap Lebih Bergengsi dari Cara Prasmanan