OPINI
OPINI Urip Triyono : Merenungi Kebangkitan Nasional
MEI menjadi bulan yang sakral sekaligus istimewa bagi bangsa Indonesia. Banyak tonggak sejarah bangsa ditorehkan pada bulan ini
Semboyan bertumpah darah satu tumpah darah Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan berbahasa Indonesia dikumandangkan ke seluruh persada nusantara menjadi idealisme baru dalam merenda masa depan bangsa.
Dinamika perjuangan bangsa yang diperjuangkan pendahulu bangsa menjadi realita dengan diproklamirkan kemerdekaan bangsa ini pada tanggal 17 Agustus 1945.
Puncak perjuangan nasional anak bangsa yang gilang-gemilang, mensejajarkan bangsa ini dengan nama baru “Indonesia”, berdiri sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia sebagai bangsa yang merdeka. Kini tinggal generasi penerus yang harus memperkuat idealism kebangsaan agar visi misi menjadi negera yang berdaulat dan dapat mencapai kesejahteraan atas dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Prestasi
Eksistensi sebuah bangsa dapat diukur dengan pencapaian prestasi sepanjang sejarah perjalanan bangsanya. Sepanjang sejarah kepemimpinan bangsa selama 74 tahun, belum ada sosok yang benar-benar tangguh membawa keluar bangsa ini dari masalah esensial bangsa, yakni kemiskinan dan keterbelakangan.
Ketika dipimpin presiden Soekarno selama 21 tahun, keluar dari bangsa terjajah telah dilakukan dengan baik, bangsa ini solid menjadi bangsa yang merdeka. Ketika dipimpin oleh Soeharto selama 32 tahun, bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri dan berdaulat penuh terutama dalam swasembda pangan. Ketika Gus Dur dan
Megawati memimpin, belum banyak prestasi yang ditorehkan karena kurun waktu kekuasaannya relatif singkat. Ketika dipimpin SBY semangat memberantas korupsi meninggi, namun ternyata belum optimal karena masih banyak kasus korupsi yang belum tertangani bahkan korupsi menjadi ‘budaya’ warga negara +62 ini. Semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara terlilit kasus korupsi tanpa seorang pun dapat menghentikannya.
IPM Rendah
Kini, negara ini dinahkodai oleh Joko Widodo, sosok sederhana yang memiliki banyak kelebihan dan tentu saja juga ada kekurangan.
Prestasi yang menonjol adalah terbangunnya sarana dan prasarana jalan raya yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Namun belum dapat dikatakan sukses karena belum mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang superior seperti yang diidam-idamkan, menjadi bangsa besar yang mampu berdiri sendiri yang dihormati dan disegani bangsa lain.
Salah satu indikasi lambannya dinamika bangsa ini adalah lambatnya percepatan pembangunan bangsa dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Rendahnya IPM ini diperparah oleh berbagai kebocoran dana pembangunan akibat perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme baik pada wilayah eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Indikasi menjadi bangsa level bawah yang tidak diperhitungkan (underdog) dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. (https://www.bps.go.id/, 2022) .
Laporan rendahnya IPM juga dirilis setiap tahunnya secara global oleh United Nation Development Programme (UNDP), badan khusus PBB yang berkecimpung dalam program pembangunan terutama bagi negara-negara sedang berkembang. Konsep yang digunakan masih sama dengan mempertimbangkan tiga aspek yaitu usia, pendidikan dan ekonomi.
Hanya saja pendekatan kalkulasinya saja yang berbeda. Hasilnya untuk tahun 2020 Indonesia menduduki peringkat ke 107 dari 189 negara yang dianalisis oleh UNDP, Indonesia berada pada peringkat tengah. Namun apabila merujuk pada skor IPM RI versi UNDP maka statusnya tergolong tinggi.
Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat kelima. IPM Indonesia kalah dari Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Hal yang masih menyesakkan dada.
Refleksi diri