Teknologi
Banyak Perusahaan Startup Rontok dan PHK Karyawan, Ini Penyebabnya Menurut Pakar
Sejumlah perusahaan rintisan atau startup mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada ratusan karyawannya.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Sejumlah perusahaan rintisan atau startup mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada ratusan karyawannya.
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan rintisan atau startup mulai terjadi, seiring ketatnya kuncuran dana kembali dari investor.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, PHK di industri startup digital merupakan sesuatu yang wajar terjadi, karena suatu bisnis selalu ada pasang dan surut.
"Kondisi menurun sekarang ini lebih disebabkan oleh kondisi global yg mengalami pengetatan likuiditas," papar Piter saat dihubungi, Sabtu (28/5/2022).
Menurutnya, bisnis startup yang masih di fase awal, pastinya banyak bergantung kepada aliran modal asing yang sekarang terdampak mengeringnya likuiditas.
"Investor tidak bisa lagi terus-menerus bakar duit," ucap Piter.
Piter melihat, investor pada saat ini sudah sangat selektif dan startup pun dituntut untuk menunjukkan keuntungan dalam menjalankan roda bisnisnya.
"Program - program yang merugi harus dihentikan dan akibatnya banyak PHK," paparnya.
Penyebab
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa penyebab utama industri startup melakukan PHK.
"Pertama, Produk yang kalah bersaing, sehingga kehilangan market share secara signifikan. Kedua, kesulitan mencari pendanaan baru akibat investor lebih selektif memilih startup," papar Bhima saat dihubungi, Sabtu (28/5/2022).
Faktor ketiga, kata Bhima, kondisi makro ekonomi secara global penuh ketidakpastian, sehingga investor menghindari pembelian saham startup yang persepsi risikonya tinggi, terlebih ada kenaikan inflasi dan suku bunga di berbagai negaranya.
Keempat, saat ini pasar mulai jenuh dan hypersensitif terhadap promo dan diskon.
"Jika aplikasi tidak berikan diskon maka user menurun drastis. Jadi budaya mencoba layanan aplikasi karena promo mulai berakhir," ucapnya.
Kelima yaitu pandangan bahwa paska pandemi user digital masih akan tinggi mulai terbantahkan, di mana pandemi memaksa masyarakat untuk go digital, tapi ketika mobilitas dilonggarkan banyak yang gunakan kesempatan untuk belanja di toko fisik.
"Jadi winter atau musim dingin di saham-saham startup diperkirakan masih berjalan cukup lama. Para founder dan CEO harus mempersiapkan diri dari yang terburuk, terlebih beberapa startup yang merugi, hanya andalkan pendanaan baru," paparnya.
"Ini ibaratnya rumah kartu, ketika satu startup kehabisan pendanaan, sementara investor baru tidak tertarik membeli maka fondasi startup akan runtuh. Tech bubble bukan sesuatu yang mustahil," sambung Bhima.