Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

WHO Khawatir Wabah Covid-19 di Korut Semakin Buruk: Ini Tidak Baik bagi Dunia

WHO menyayangkan sikap Korut yang tidak memberi pihaknya akses ke data tentang wabah virus corona di negara itu.

Editor: Vito
KCNA VIA KNS/AFP
Gambar ini diambil pada 17 Mei 2022 dan dirilis dari Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) resmi Korea Utara pada 18 Mei menunjukkan seorang petugas memakai pakaian pelindung virus di Ibu Kota Pyongyang berjaga, saat langkah-langkah blokade diambil untuk mengekang penyebaran Covid-19. 

TRIBUNJATENG.COM, JENEWA - Korea Utara (Korut) mengklaim mengenai kemajuan negara tersebut dalam penanganan wabah covid-19. Meski demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meragukan hal itu.

Pada Rabu (1/6), Direktur Kedaruratan WHO Michael Ryan mempertanyakan klaim itu. WHO menyayangkan sikap Korut yang tidak memberi pihaknya akses ke data tentang wabah virus corona di negara itu.

"Kami berasumsi bahwa situasinya semakin buruk, bukan lebih baik. Saat ini kami tidak dalam posisi untuk membuat penilaian risiko yang memadai dari situasi di lapangan," katanya, sebagaimana dikutip CNA.

Menurut dia, saat ini sangat sulit untuk memberikan analisis yang tepat tentang situasi di Korut kepada dunia. "Sangat, sangat sulit untuk memberikan analisis yang tepat kepada dunia ketika kami tidak memilikinya akses ke data yang diperlukan," ujarnya.

Sebelumnya, kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, pada Kamis (2/6), melaporkan 96.610 kasus demam baru dan tidak ada kematian baru. Jumlah itu merupakan penghitungan harian resmi tiga hari berturut-turut di mana jumlah kasusnya di bawah 100.000, sebagaimana dilansir DW.

Jumlah total kasus covid-19 di Korut tercatat telah melebihi 3,8 juta sejak akhir April. Sebanyak 3,6 juta pasien telah pulih. Jumlah kematian terkait demam sebelumnya mencapai 70 orang.

Meski demikian, Pyongyang juga tidak pernah secara langsung mengonfirmasi jumlah orang yang dites positif covid-19, sehingga meningkatkan kekhawatiran para ahli tentang skala masalah yang sebenarnya.

Kekhawatiran atas ketidaksiapan Korut, Ryan menuturkan, WHO bekerja sama dengan Korea Selatan dan China untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya tentang keadaan di negara itu.

Korea Utara, yang memiliki sistem kesehatan terburuk di dunia, belum memvaksinasi sekitar 25 juta orangnya, setelah menolak suntikan yang ditawarkan oleh WHO.

Ryan menekankan pentingnya mengekang wabah di negara miskin itu, di mana WHO terus menawarkan dukungan melalui vaksin.

"Kami telah menawarkan bantuan pada beberapa kesempatan. Kami telah menawarkan vaksin pada tiga kesempatan terpisah. Kami terus menawarkan," terangnya.

WHO telah berulang kali memperingatkan agar tidak membiarkan virus penyebab Covid-19 menyebar tanpa terkendali. Antara lain karena kemungkinan besar akan bermutasi dan menghasilkan varian baru yang berpotensi lebih berbahaya.

"Kami tidak ingin melihat penularan penyakit ini secara intens pada populasi yang rentan, dalam sistem kesehatan yang telah melemah. Ini tidak baik untuk rakyat (Korea Utara). Ini tidak baik untuk kawasan. Ini tidak baik untuk dunia," papar Ryan.

Sementara itu, Pemimpin WHO untuk Covid-19, Maria Van Kerkhove menyatakan, negara itu telah mendaftarkan sekitar 3,7 juta kasus dugaan virus corona, meskipun akun resmi pemerintah Korut hanya menyebutnya kasus demam.

Korut diketahui menerapkan lockdown setelah melaporkan kasus covid-19 pertama pada awal Mei. Pemimpin Korut, Kim Jong Un mengecam beberapa pejabat tinggi Partai Buruh karena respon yang tidak matang terhadap pandemi, dan pengiriman obat-obatan yang lambat.

Hari-hari setelah mengonfirmasi kasus covid-19 pertamanya, Pyongyang melaporkan ratusan ribu kasus demam. Laporan itu meningkatkan kekhawatiran di antara para pakar kesehatan masyarakat tentang ketidaksiapan negara itu untuk mengatasi covid-19.

Pembatasan dicabut

Adapun, Juru Bicara Kedutaan Besar Rusia di Korut mengatakan kepada TASS bahwa pihak berwenang negara itu telah mengendalikan situasi covid-19 di Pyongyang.

Menurut dia, hampir semua pembatasan virus corona yang diberlakukan setelah 12 Mei 2022 telah dicabut di ibu kota Pyongyang.

“Tanggal 29 Mei, kami diizinkan keluar kota untuk berbelanja di toko kelontong di dekat distrik diplomatik. Kami melihat angkutan umum telah kembali beroperasi, ada pejalan kaki di jalan-jalan dan beberapa toko telah dibuka kembali," tuturnya.

"Pada 30 Mei 2022, pihak berwenang mencabut hampir semua pembatasan yang diberlakukan setelah 12 Mei 2022, ketika sebuah pernyataan telah dibuat tentang varian virus corona Omicron yang mencapai negara itu," imbuhnya.

Kedutaan mengatakan sebelumnya bahwa penguncian total sebenarnya telah diterapkan di Pyongyang di tengah peningkatan infeksi.

"Kami melihat situasi di sekitar pasien virus corona dan perawatan mereka telah terkendali, setidaknya di Pyongyang, dan tidak lagi mengkhawatirkan kepemimpinan negara," jelasnya.

Pembatasan pergerakan yang diberlakukan di Pyongyang dicabut pada Senin (30/5). Namun, pembatasan tetap berlaku di beberapa provinsi di Korut.

Karena keterasingannya dari seluruh dunia, informasi yang keluar dari Korea Utara selama pandemi sangat sedikit. 

Sementara, Kantor berita Jepang Kyodo, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya di Beijing, mengatakan, pembatasan di Pyongyang telah dicabut pada Minggu (29/5).

Laporan itu muncul tak lama setelah Pemimpin Korut Kim Jong Un memimpin pertemuan politbiro untuk membahas revisi pembatasan anti-epidemi.

KCNA mengatakan, Kim dan anggota politbiro membuat evaluasi positif tentang situasi pandemi di seluruh negeri, menilai situasi wabah sebagai "membaik". 

"Biro Politik memeriksa masalah koordinasi dan penegakan peraturan dan pedoman anti-epidemi yang efektif dan cepat, mengingat situasi anti-epidemi yang stabil saat ini," kata KCNA pada hari Minggu. (Kompas.com/Tribunnews)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved