Tren Kenaikan Harga Pangan Diperkirakan Berlangsung hingga Tahun Depan
tren produksi pertanian global pada setengah abad terakhir yang menunjukkan penurunan, dan bahkan terendah di beberapa abad terakhir.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bustanul Arifin menyebut, konflik Rusia-Ukraina berdampak pada kenaikan harga pangan global. Indonesia pun turut terkena imbasnya.
“Perang Rusia-Ukraina meningkatkan laju inflasi global, juga terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia, dan menaikan harga beberapa harga komoditas. Harga gandum, dan crude palm oil (CPO) yang paling naik signifikan,” katanya, Kamis (9/6).
Menurut dia, hal itu diperparah dengan tren produksi pertanian global pada setengah abad terakhir yang menunjukkan penurunan, dan bahkan terendah di beberapa abad terakhir.
Bustanul menyatakan, kondisi itu menjadi ancaman untuk masa depan. Tren penurunan produksi pertanian global hanya dapat diselesaikan dengan perubahan teknologi intensifikasi yang berkelanjutan.
Ia menyebut, persoalan harga dan ketersedian pangan ini belum tahu kapan akan berakhir. Namun, diperkirakan masih akan terjadi hingga 2023.
“Dinamika geopolitik dan geostrategi global telah menaikkan harga pangan secara spesifik di Indonesia. Antisipasi kondisi lebih buruk harus dilakukan,” tuturnya.
Bustanul memberikan beberapa rekomendasi untuk masalah pangan nasional. Dalam jangka pendek, menurutnya, perlu ada Bantuan Tunai Langsung (BLT) ataupun jenis subsidi lain yang dilaksanakan efektif dari perkotaaan sampai ke pelosok pedesaan, dan diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Untuk jangka menengah, diperlukan pendampingan dan pemberdayaan petani pada pertanian presisi, digitalisasi rantai nilai pangan, dan kerja sama quadruple helix ABCD untuk memperbaiki produktivitas pertanian.
“Sedangkan jangka panjangnya, diperlukan teknologi pertanian, ekosistem, inovasi, dan integerasi strategi,” terangnya. (Kontan.co.id/Lailatul Anisah)