Soal Potensi Kenaikan Suku Bunga, Likuiditas Perbankan Masih Memadai

perbankan akan menyesuaikan bunga simpanan, sehingga mempengaruhi biaya dana. Perbankan pun ikut mengerek bunga kredit.

Editor: Vito
KONTAN/Cheppy A Muchlis
ILUSTRASI 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Para bankir kini mulai mengkaji kenaikan suku bunga kredit. Maklum, kenaikan bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) berpotensi diikuti kenaikan bunga acuan BI.

Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) pada Rabu (15/6), mengumumkan kenaikan suku bunga terbesar dalam 28 tahun terakhir, yakni dari 0,75 persen menjadi 1,75 persen.

Langkah itu dilakukan demi menekan harga barang yang terus meroket. Kenaikan suku bunga bank sentral AS itu tentu akan memberikan dampak berat bagi ekonomi Indonesia.

Perbankan akan menyesuaikan bunga simpanan, sehingga mempengaruhi biaya dana atau cost of fund (cof). Perbankan pun ikut mengerek bunga kredit dalam mengoptimalkan pendapatan.

Direktur Utama Bank CIMB Niaga, Lani Darmawan menyatakan, pada prinsipnya bunga kredit akan tergantung dari pergerakan biaya dana, biaya bunga, dan juga likuiditas.

Ia melihat, sejauh ini likuiditas masih cukup memadai. “Tetapi kita lihat saja apakah ada kenaikan suku bunga acuan dari regulator yang bisa mempengaruhi biaya dana,” ujarnya.

Lani berujar, masih terlalu dini menimbang dampak bila bunga kredit naik terhadap permintaan kredit. Namun, ia menilai, kenaikan bunga kredit untuk segmen ritel tidak akan terlalu terdampak, sementara akan ada sedikit penyesuaian di segmen korporasi.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menyatakan, suku bunga perbankan masih turun kendati lebih terbatas. Hal itu didukung oleh suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan terjaganya likuiditas perbankan.

Di pasar uang, suku bunga IndONIA pada Maret 2022 stabil sebesar 2,79 persen dibandingkan dengan Maret 2021. Di pasar dana, suku bunga deposito 1 bulan perbankan turun sebesar 91 bps sejak Maret 2021 menjadi 2,85 persen pada Maret 2022.

Di pasar kredit, suku bunga kredit baru lebih rendah 17 bps (yoy) pada periode yang sama, sejalan dengan penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) dan perbaikan persepsi risiko perbankan di tengah berlanjutnya pemulihan aktivitas ekonomi.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga mencermati, dalam 15 bulan terakhir sejak Februari 2021 hingga Mei 2022, suku bunga deposito 1 dan 3 bulan terpantau masih turun, meskipun penurunannya semakin melambat.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, penurunan suku bunga deposito turut berkontribusi dalam penurunan biaya dana (cost of fund perbankan), sehingga mendukung penurunan suku bunga kredit.

“Perkembangan likuiditas yang tetap longgar memberikan ruang yang cukup bagi perbankan untuk mengelola biaya dana atau suku bunga simpanan di level yang rendah,” ujarnya.

Jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara, suku bunga kredit di Indonesia masih merupakan yang tertinggi. Hal ini mengindikasikan adanya ruang untuk perbaikan struktur perbankan di Indonesia agar dapat beroperasi dengan lebih efisien. (Tribun Network)

Sumber: Tribunnews.com
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved