Berita Semarang
Pohon Asam Identitas Kota Semarang Mulai Hilang, Phoaa: Kami Hanya Bisa Mengenangnya
Bahkan masyarakat percaya, kata Semarang berasal dari singkatan asem arang-arang atau pohon asam jarang
Penulis: budi susanto | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pohon asam jawa atau Tamarindus indica, jadi identitas Kota Semarang.
Beberapa literasi juga menyebutkan, pohon tersebut dulunya banyak dijumpai di Kota Semarang.
Bahkan masyarakat percaya, kata Semarang berasal dari singkatan asem arang-arang atau pohon asam jarang.
Baca juga: Surti Tak Kuasa Berkata-kata Saat Suami Mengajak Bicara Setelah 30 Tahun, Kisah Mereka Bak Sinetron
Baca juga: Siti Fadia/Apriyani Mulus Kandaskan Lawan Pertama di Malaysia Open 2022, Sudah Ditunggu Lawan Berat
Keberadaan pohon asem tersebut mulai susah dijumpai di Kota Semarang.
Hanya beberapa pohon yang masih berdiri gagah di beberapa titik.
Misalnya di Pasar Peterongan, wilayah Gajahmungkur, hingga di Jalan Dr Soetomo, itu pun hanya beberapa pohon.

Jika pohon asam kini mulai susah ditemui, beda cerita dengan beberapa puluh tahun silam.
Di era 1960 hingga 1970 an, pohon tersebut sangat mudah dijumpai dan biasanya ditanam di persimpangan jalan hingga sudut-sudut jalan protokol di Kota Semarang.
Sejumlah masyarakat Kota Semarang yang berumur lebih dari 50 tahun juga menuturkan hal serupa.
"Dulu sangat banyak ditemui, misalnya di wilayah Gayamsari, Peterongan hingga Karangayu," jelas Susilowati (62) warga Gayamsari, Selasa (28/6/2022).
Ia juga membenarkan, pendahulunya sering menyebut nama Semarang berasal dari kata asem arang-arang.
"Tapi sekarang pohon tersebut sudah jarang, sayang disayangkan.
Harusnya dilestarikan karena sebagian penanda dan cikal bakal kota ini," ucap wanita kelahiran 1960 itu.
Tak hanya Susilowati, Phoaa Cian Lim (60) warga Peterongan, juga menceritakan kenangannya mengenai pohon asem.
Ia bercerita, saat kecil sangat banyak pohon asem di Kota Semarang, bahkan sering kali Phoaa diajak berteduh di bawah pohon asem.
"Dulu masih banyak pejalan kaki dan pohon tersebut dijadikan untuk berteduh, misalnya pohon asem di depan Pasar Peterongan," tuturnya.
Tak hanya untuk tempat berteduh, Phoaa menerangkan banyak pedagang yang menggelar lapak di bawah pohon asam.
"Selain itu disediakan kendi, masyarakat yang istirahat di bawah pohon bisa minum air di kendi tersebut.
Hal itu bisa dijumpai di sepanjang jalan dari Bubakan hingga Peterongan," kata wanita keturunan Tionghoa itu.
Phoaa menambahkan, kini sangat susah menjumpai pohon asam besar, di wilayah Peterongan pun hanya ada satu di depan pasar.
"Hampir semua pohon asam di tepi jalan dan persimpangan ditebang, kami hanya bisa mengenangnya.
Karena tidak hanya tempat untuk istirahat, pohon asam juga acapkali untuk bermain anak-anak dan sangat ingat betul kenangan itu," tambahnya. (*)