Liputan Khusus
Kelas Rawat Inap Standar Berlaku Mulai Juli, Pasien Harap Layanan Kesehatan Ditingkatkan
Layanan kelas rawat inap standar (KRIS) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) disebut sejalan dengan UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sos
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Layanan kelas rawat inap standar (KRIS) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) disebut sejalan dengan UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Rawat Inap kelas 1, 2, 3 yang selama ini berlaku akan dihapus dan diubah menjadi satu yaitu Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yakni kelas standar BPJS Kesehatan.
Sejumlah rumah sakit milik pemerintah sedang melakukan persiapan dan penyesuaian menuju KRIS tersebut.
Fakta yang saat ini masih terjadi, ada pasien di kelas 3 minta naik kelas 2 atau kelas 1. Maka biaya naik kelas itu ditanggung oleh pasien sendiri, di luar BPJS Kesehatan. Repotnya kalau ada pasien kelas 3 ingin naik ke kelas 1.
"Padahal berdasarkan aturan tidak boleh naik kelas langsung dua tingkat, dari 3 ke 1 itu harus kami jelaskan bahwa itu tidak bisa," kata Direktur RSUD Banyumas, Dani Esti Novia.
Baca juga: Mulai Juli 2022, Rawat Inap Kelas 1, 2, 3 Rumah Sakit Diganti Jadi KRIS
Baca juga: Sejumlah RSUD di Jateng Persiapkan Kamar Rawat Inap Standar
Termasuk kebijakan yang baru yaitu KRIS bagaimana mekanisme naik kelas perawatannya pihaknya juga masih menunggu informasi lebih lanjut.
Sementara itu terkait kesiapan rumah sakit RSUD Margono Soekarjo menyatakan siap 100 persen dengan jumlah total kamar mencapai 827 tinggal bagaimana menyesuaikannya saja.
Penyesuaian penghapusan kelas rawat inap 1,2,3 menjadi KRIS akan ujicoba mulai Juli 2022.
Tingkatkan Layanan
Purnomo, warga Semarang yang pernah menjadi pasien rawat inap menanggapi rencana pemerintah mengengai KRIS. Dia heran dengan masih penasaran dengan KRIS ini. Bagaimana nanti semua rawat inap standar, satu kelas. Sedangkan iuran BPJS Kesehatan masih bertingkat-tingkat. Apalagi tarif iuran disesuaikan dengan gaji peserta.
"Coba saja perhatikan itu loket BPJS di rumah sakit pasti banyak antrean. Tapi kalau asuransi swasta nggak perlu antre. Cepat dilayani," kata Purnomo.
Purnomo yang mengaku sebagai peserta iuran kelas II BPJS berharap apapun perubahannya, seharusnya pemerintah melalui rumah sakit negeri, meningkatkan pelayanan.
"Pelayanan yang maksimal tanpa harus membedakan besar kecil iuran. Ini kan urusannya dengan nyawa manusia," harapnya.
Senada dengan Purnomo, Alvin mendukung kebijakan pemerintah. Yang penting pelayanan kesehatan ditingkatkan.
"Pendapatan saya lebih dari UMK, tidak masalah dibebani iuran besar untuk membantu masyarakat lainnya. Namun pemerintah harus serius dalam hal menjamin kesehatan melalui program-programnya," ujar Alvin. (tim/TRIBUN JATENG CETAK)