Kisah Inspiratif
Kisah Sukses Jenang Buatan Desa Kaliputu, Penghasil Jenang Yang Tak Pernah Tergerus Zaman
Jenang sudah menjadi kuliner legendaris selama ratusan tahun yang lalu. Bahkan telah bertahan sampai sekarang ini dan menjadi warisan keluarga turun
Penulis: raka f pujangga | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Jenang sudah menjadi kuliner legendaris selama ratusan tahun yang lalu.
Bahkan telah bertahan sampai sekarang ini dan menjadi warisan keluarga turun temurun hingga menghidupi banyak keluarga.
Khususnya di Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang merupakan sentra produksi jenang yang sudah bertahan tak tergerus peradaban zaman.
Sudah banyak keluarga yang terbantu dan bisa menyekolahkan anaknya sampai sarjana berkat produksi jenang.
Satu di antaranya Sugeng (47), warga Kaliputu, yang sudah menjadi tukang masak jenang sejak 2001.
"Anak saya dua, alhamdulillah yang satu sudah kuliah. Tinggal yang satu lagi ini masih sekolah," ujar dia.
Saat ini, jenang sudah menjadi mata pencahariannya yang utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Setiap hari, dia memasak jenang sekitar 7-10 kali masakan. Jumlah masakan itu tergantung dari permintaan konsumen.
"Kalau lebaran, bisa masak sampai tiga kali lipat. Sekali masak 35 kilogram," ujar dia, yang bekerja dibantu lima orang tukang masak lainnya.
Sementara itu, pemilik Jenang Karomah, Masfuah Enti Aliah menjadi generasi penerus kedua dari orang tuanya yang telah menjadi produsen jenang sejak tahun 1973.
Kemudian Masfuah melanjutkan usahanya tersebut sejak 1995 dan mengembangkan merek Jenang Karomah hingga kini.
"Kami selalu menjaga produktifitas ini dengan mutu, rasa dan kualitas yang tetap sama sejak dulu sampai sekarang," ujar dia.
Kualitas yang tetap dijaga itu membuat jenangnya memiliki segmen pasar menengah ke atas.
Jenangnya dibanderol Rp 40 ribu per kilogram, lebih tinggi dibandingkan kelas menengah ke bawah yang dibanderol Rp 20 ribu per kilogram.
"Memang ini kami jual untuk kelas menengah ke atas, tapi juga menyediakan merek lain yang harganya lebih terjangkau yakni Jenang Muria," ujar dia.
Dalam proses produksinya, Masfuah juga mempekerjakan ibu rumah tangga untuk membantunya dalam mengembangkan bisnis jenang.
Sehingga Jenang Karomah yang memproduksi empat kwintal per hari bisa bermanfaat untuk warga masyarakat sekitar.
Banyak dari ibu rumah tangga dan buruh rokok yang mengambil jenang tersebut untuk mencari pengasilan tambahan.
Pengepakan jenang sebanyak satu loyang seberat lima kilogram, akan mendapatkan upah sebesar Rp 5.000.
Sehingga upah ibu-ibu warga Kaliputu yang membantu pengepakan jenang sampai 20 loyang bisa menerima upah Rp 100 ribu.
"Satu kilogramnya kami beri upah Rp 1.000, dan mereka bisa dapat upah Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Tergantung bisa menyelesaikan berapa loyang," ujar dia.
Menurutnya, banyak ibu yang sudah bekerja di pabrik rokok juga ikut mengambil bagian untuk menambah penghasilan.
Pihaknya juga mempersilakan bagi ibu-ibu sekitar jika usahanya itu bisa bermanfaat untuk orang lain.
"Ada yang sudah bekerja di pabrik rokok ya masih mau bekerja di tempat saya, silakan boleh. Ada puluhan orang yang mau," ujarnya.
Sejauh ini, jenang khas Kaliputu itu sudah merambah ke seluruh daerah di Indonesia. Terutama pusat oleh-oleh dan tempat ziarah yang menjajakan jenang dari Kaliputu.
Masfuah mengaku belum pernah mengekspor jenangnya ke luar negeri, tetapi sudah seringkali dibawa wisatawan asing.
"Wisatawan dari Arab banyak yang sudah membawa jenang kami ini untuk oleh-oleh keluarganya," ujar dia.
Senada, Fatkah Sudarmaji (55) pemilik Jenang Asta Jaya menyampaikan rasa manis jenang telah memberikan penghidupan bagi masyarakat Desa Kaliputu.
Pria yang menjabat sebagai Kasi Pelayanan Pemerintah Desa Kaliputu juga ikut mengambil bagian menikmati hasil dari produksi jenang.
"Istri saya yang mengerjakan usaha jenang itu dari mula orang tuanya. Kemudian diteruskan tahun 2005," ucapnya.
Dalam satu hari, dia bisa melakukan proses pemasakan sampai tiga kali. Satu kali pemasakan jenang bisa produksi sampai 48 kilogram.
Pegawainya tersebut berasal dari kalangan keluarganya sendiri dan dibantu tetangga sekitar saat pesanan banyak.
"Masih dari keluarga yang membantu karena memang skalanya masih kecil, karena industri rumah tangga," katanya.
Terpisah, Kepala Desa Kaliputu, Widiyo Pramono menyebutkan jumlah produsen jenang di wilayahnya terdapat 27 produsen.
Ada yang pendaftar baru, tetapi tak sedikit pula yang sudah bertahan lama melanjutkan usaha orang tuanya.
"Setiap produsen tersebut menyerap tenaga kerja sekitar 4-5 orang tergantung dari modalnya. Tapi ada juga yang punya karyawan lebih dari 10 orang," ujar dia.
Selama pandemi, produksi jenang di Desa Kaliputu sempat terhenti. Beruntung tahun 2021 ini sudah mulai pulih.
Saat ini, produktifitas jenang sudah menggeliat. Setiap usaha jenang itu bisa memproduksi sedikitnya 40-80 kilogram jenang per harinya.
Sehingga jenang dari Desa Kaliputu bisa menghasilkan sebanyak 2.160 kilogram atau 2,1 ton per harinya.
Jenang itu lalu didistribusikan ke toko oleh-oleh dan tempat ziarah.
"Semua tempat ziarah, sembilan wali songo itu suplai oleh-oleh jenangnya itu dari Desa Kaliputu," ujarnya.
Meskipun jumlah produsen jenang tak lebih dari 1 persen penduduk Desa Kaliputu yang jumlahnya seitar 3.500 orang.
Namun mampu memberikan manfaat bagi masyarakat dan menyuplai sumber pangan legendaris.
"Kebanyakan bekerja sebagai buruh rokok, tapi produksi jenang sampai sekarang masih berjalan. Apalagi kalau mau Lebaran, banyak ibu rumah tangga yang ikutan bantu buat jenang," ujar dia.
Jenang Kaliputu, bahkan sudah dikenal pada era kolonial belanda. Pasalnya dalam catatan sejarah, jenang Kaliputu itu sudah pernah dikirim ke negeri kincir angin tersebut.
Bukti sejarah itu juga masih ada tersimpan yang menunjukkan perjalanan panjang Jenang Kaliputu.
"Ada pemilik Jenang Menara yang masih menyimpan bukti sejarah itu, berupa dokumen pengirimannya saat kolonial belanda," ujar dia.
Sejarah Desa Kaliputu menjadi sentra produsen jenang juga tak bisa dilepaskan dari cerita Mbah Depok Soponyono yang merupakan tokoh masyarakat pada masanya.
Saat itu cucu dari Mbah Depok tersebut ke sungai dan diselamatkan Syek Jangkung atau disebut juga Saridin.
Kemudian Saridin yang merupakan murid Sunan Kudus itu memberikannya bubur gamping dan menyuapinya. Ajaibnya cucu tersebut tersadar.
Kemuian Mbah Depok mengucapkan jika anak cucunya suatu hari kelak akan mencari penghidupan dari bubur gamping atau yang sekarang lebih dikenal jenang.
"Cerita itu masih dipercaya sampai sekarang, Desa Kaliputu itu menjadi produsen jenang terbesar di Kudus sampai sekarang," jelas dia. (raf)
Baca juga: Berkah Pandemi, Emak-emak di Sragen Sukses Usaha Online hingga Dirikan Paguyuban
Baca juga: Nasib Siswa Gunungpati Jatah Zonasi Hanya SMAN 12 Semarang, Orangtua Pusing Tahu Anak Tereliminasi
Baca juga: Doa Buka Puasa Dzulhijjah 2022
Baca juga: Temukan Fasilitas Publik Tidak Terawat, Hendi Harap Masyarakat Tingkatkan Rasa Memiliki