Berita Semarang
Lokakarya Strategi dan Kemitraan dalam Penanganan Sampah Plastik di Laut dari Sektor Perikanan
DFW Indonesia bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng gelar lokakarya.
Penulis: amanda rizqyana | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Upaya penanganan sampah plastik di laut tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja, namun butuh kerja kolaborasi multipihak baik pemerintah, sektor privat, pelaku usaha perikanan, masyarakat pesisir dan nelayan.
Dalam upaya membangun kesadaran bersama dan bertindak untuk mengurangi sampah plastic yang masuk ke laut, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.
Keduanya melaksanakan Lokakarya Strategi dan Kemitraan dalam Penanganan Sampah di Laut dari Sektor Perikanan pada Rabu (29/6/2022) di Hotel Santika Premiere Kota Semarang.
Kegiatan tersebut melibatkan

pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak swasta produsen alat tangkap, akademisi, komunitas serta organisasi nelayan.
Disampaikan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah diwakili oleh Ibu Dewi Yuliawati, Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah.
Di sisi lain, pemerintah sebagai otoritas pengelola pelabuhan perikanan memiliki keterbatasan sumberdaya dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan sampah yang ada.
"Untuk itu dibutuhkan kolaborasi multipihak melibatkan para pihak yang berkepentingan di sektor perikanan," ujarnya.
Direktur Kepelabuhanan Perikanan, Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ir. Tris Aris Wibowo, dalam pemaparan materi menyampaikan bahwa perbaikan tata kelola di kawasan pelabuhan perikanan sebagai pusat dari aktivitas perikanan.
"Aktivitas perikanan berkontribusi kepada pengurangan sampah plastik di laut sesuai dengan target komitmen pemerintah mengurangi sampah di laut 70 persen di tahun 2025," ujarnya.
Ia menambahkan, KKP saat ini sementara mengembangkan sistem perbaikan tata kelola pelabuhan perikanan dengan pendekatan teknologi dan kecerdasan buatan.
Berkaitan regulasi yang ada, untuk di kawasan pelabuhan perikanan akan didorong adanya Edaran Dirjen agar setiap perizinan kapal perikanan yang dikeluarkan mensyaratkan kapal perikanan melaporkan dan menyetorkan sampah dari trip penangkapan sebelumnya.
Melalui dukungan Uni Eropa dan Pemerintah Federal Jerman, dalam kerangka proyek Rethinking Plastic-Circular Economy Solutions to Marine Litter, DFW Indonesia melaksanakan proyek percontohan untuk mengurangi sampah plastik di laut dari aktivitas perikanan dengan pendekatan berbasis pelabuhan perikanan.
Hartono, Project Coordinator DFW Indonesia menyampaikan bahwa studi yang dilakukan menemukan total potensi sampah plastik dari kemasan perbekalan makanan, minuman dan perlengkapan pribadi nelayan selama masa penangkapan ikan mencapai kurang lebih 30 kilogram setiap kapal perikanan dengan ukuran bobot 30 GT.
Menurut DFW Indonesia, satu di antara sumber sampah plastik di laut berasal dari aktivitas perikanan.
Alat tangkap perikanan yang diabaikan, rusak dan dibuang ke laut (Abandoned, Lost or Discarded Fishing Gear; ALDFG) yang menjadi Ghost Gear jumlahnya cukup signifikan sebagai sampah laut dan mengancam ekosistem serta biota di laut.
"Data pengukuran tersebut belum termasuk sampah dari alat penangkapan ikan yang rusak dan dibuang, sampah tersangkut dalam alat penangkapan ikan serta sampah lainnya yang berkaitan dengan operasional kapal perikanan," terangnya.
Upaya perbaikan tata kelola dilakukan dengan menyusun panduan standar operasional prosedur (SOP) penanganan sampah di kapal perikanan yang terintegrasi ke dalam perizinan di kesyahbandaran pelabuhan perikanan.
Standard Operating Procedure (SOP) yang disusun memastikan setiap kapal perikanan menyediakan tempat sampah dan membawa kembali sampah plastik ke pelabuhan perikanan.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI) Jawa Tengah, Lalu M Syafriadi membahas mengenai strategi edukasi kepada nelayan mengenai sampah laut.
"Pengelolaan sampah wajib didasarkan atas asas gotong-royong, kebersamaan dan tanggung jawab dari semua penghasil sampah di dalam kawasan pelabuhan perikanan, tidak dapat dibebankan hanya kepada satu pihak saja baik nelayan atau pengelola pelabuhan," tuturnya.
Agung Wahyono perwakilan Produsen Jaring PT. Arteria Daya Mulia (Arida) menyampaikan bahwa produk yang mereka buat telah disesuaikan standar SNI agar tidak mudah terputus atau rusak sehingga dibuang di laut sehingga menjadi ghost gear di laut.
"PT. Arida juga berkomitmen dalam membeli kembali produk mereka yang rusak untuk didaur ulang sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan," tuturnya.
Widi Hartanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah mendukung agar adanya kolaborasi antar instansi di Jawa Tengah.
Pemerintah Provinsi sangat konsen dengan isu penanganan sampah dan menggas perlu membentuk satuan tugas bersama antara Dinas LHK dan Dinas KP Jawa Tengah dalam penanganan sampah laut khususnya melalui kawasan Pelabuhan Perikanan.
"Lebih lanjut menyampaikan bahwa Kongres Sampah berikutnya yang dilaksanakan oleh Pemerintah Jawa Tengah akan memasukan isu penanganan sampah laut sebagai agenda utama lainnya," ujarnya. (*)