Ajang FMM G20, Menlu Rusia Diteriaki: 'Stop the War', RI Desak Akhiri Perang
Menlu Rusia Sergey Lavrov tiba-tiba diteriaki dengan kalimat ‘Stop The War’ oleh seseorang yang tak diketahui saat tiba di venue FMM
TRIBUNJATENG.COM, NUSA DUA - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi telah membuka acara Foreign Minister Meeting (FMM) atau pertemuan para menteri luar negeri G20 di di Hotel Mulia, Nusa Dua, Bali, Jumat (8/7).
Sebagaimana diketahui, seluruh menlu anggota G20 telah mengonfirmasi kehadiran di FMM G20, Nusa Dua, Bali, pada 7-8 Juli 2022.
Namun, Menlu Inggris Elizabeth Truss memutuskan untuk kembali ke Inggris, terkait dengan pengunduruan diri Perdana Menteri Borris Johnson. Meski demikian, ia diketahui telah melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Retno pada Kamis (7/7).
Adapun, Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov tiba-tiba diteriaki seseorang yang tak diketahui saat tiba di venue acara penyelenggaraan FMM G20.
Ia diteriaki dengan kalimat ‘Stop The War’ saat datang dan bersalaman dengan Menlu Retno Marsudi di acara yang berlangsung. "Can you stop the war!” ujar seseorang itu.
Lavrov tidak tampak merespon hal itu, dan kemudian duduk di antara perwakilan dari Arab Saudi dan Meksiko pada pertemuan Jumat (8/7).
Dalam sambutannya, Menteri Retno menyoroti secara serius terkait dengan kondisi global saat ini, khususnya atas terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina.
Menurut dia, perang yang telah berlangsung berbulan-bulan itu telah menciptakan dampak yang kini sudah dirasakan beberapa negara secara global.
"Dunia belum pulih dari pandemi. Tapi kita sudah dihadapkan dengan krisis lain, perang di Ukraina. Efek riaknya dirasakan secara global," katanya, dalam pembukaan FMM G20, yang ditayangkan secara daring, Jumat (8/7).
"G20 harus menjadi mercusuar solusi bagi banyak tantangan global. Hanya dengan begitu G20 dapat menjadi relevan dan bermanfaat bagi dunia pada umumnya, tidak hanya para (negara) anggotanya," tambahnya.
Retno menuturkan, beberapa sektor yang paling dirasakan atau terdampak akibat perang kedua negara tersebut yakni krisis di sektor pangan, energi, dan fiskal.
Dampak tersebut kini paling dirasakan oleh beberapa negara berkembang di dunia, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah.
"Pada pangan, energi, dan ruang fiskal. Dan seperti biasa, negara berkembang dan berpenghasilan rendah adalah yang paling terkena dampak," bebernya.
Retno menyebut, dampak dari perang tersebut juga diproyeksikan akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi global, di mana diperkirakan terjadi perlambatan menjadi 2,9 persen pada 2022, dan akan menciptakan inflasi hingga 8,7 persen.
Atas kondisi tersebut, negara berkembanglah yang paling merasakan dampaknya. "Pertumbuhan global diproyeksikan melambat menjadi 2,9 persen pada tahun 2022, sementara inflasi dapat mencapai hingga 8,7 persen untuk negara berkembang," ucapnya.
Indonesia pun mendesak para menteri luar negeri yang tergabung dalam G20 untuk membantu menyuarakan agar Rusia mengakhiri perang di Ukraina.
Dikutip dari Reuters, Jumat (8/7), pertemuan para menlu G20 didominasi pembicaraan mengenai invasi Rusia ke Ukraina dan dampaknya terhadap ekonomi global.
“Adalah tanggung jawab kita untuk mengakhiri perang lebih cepat, dan menyelesaikan perbedaan kita di meja perundingan, bukan di medan perang," ucap Retno.
Dengan menyebut keragaman agama di Indonesia sebagai contoh bagaimana keyakinan yang berbeda dapat hidup berdampingan secara harmonis, Retno mendesak G20 untuk menemukan jalan ke depan untuk mengatasi konflik yang terjadi di Ukraina.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS menyatakan, kehadiran dan partisipasi Rusia menimbulkan keraguan dalam sebuah konsensus tentang Ukraina.
Ia sempat berujar, bahwa penting untuk mencegah gangguan atau interupsi pada agenda G20, sembari memastikan tidak ada yang dapat melegitimasi invasi Rusia terhadap Ukraina.
Meski demikian, Retno berujar pada Kamis (7/7), bahwa penting bagi tuan rumah untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi semua orang.
"Tantangan global membutuhkan solusi global. Tetapi sejujurnya kita tidak dapat menyangkal bahwa semakin sulit bagi dunia untuk duduk bersama," ucap Retno.
Setelah berdiskusi tentang masalah Ukraina dengan Menlu India S Jaishankar, Menlu China Wang Yi mengungkapkan, Beijing menentang setiap tindakan yang meningkatkan konfrontasi blok, dan menciptakan perang dingin baru.
Invasi Rusia, yang disebutnya operasi militer khusus, telah menyebabkan gangguan besar pada ekonomi global, dengan blokade terhadap gandum Ukraina dan sanksi terhadap minyak dan gas Rusia yang mendorong krisis pangan dan lonjakan inflasi global.
Sebagai informasi, agenda diskusi para menteri luar negeri atau FMM G20 ini digelar dalam dua sesi utama. Untuk sesi pertama, Menteri Retno akan membahas tentang Memperkuat Multilateralise, yang akan berfokus pada bagaimana G20 dapat memastikan multilateralisme di tengah tantangan global saat ini.
Sedangkan, sesi kedua tentang Mengatasi Ketahanan Pangan dan Energi "Akan fokus pada bagaimana G20 dapat berkontribusi sebagai bagian dari solusi untuk krisis pangan dan energi saat ini," jelas Retno.
Dalam kesempatan ini, Indonesa sebagai negara presidensi G20 mengundang beberapa negara dan pulau kecil, di antaranya anggota Pacific Island Forum, dan Caribbean Community, serta Uni Afrika.
"Karena di dunia yang terpolarisasi ini, kepentingan mereka juga penting, dan keprihatinan mereka juga menjadi perhatian kita," kata Retno.
Adapun, G20 terdiri dari 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia, yaitu Indonesia, Rusia, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Prancis, China, Turki, dan Uni Eropa.
Dalam agenda FMM tahun ini, Indonesia mengundang 10 negara di luar G20, yakni Ukraina, Spanyol, Belanda, Singapura, Kamboja, Senegal, Suriname, Fiji, Rwanda, dan Uni Emirat Arab. Selain itu juga 10 organisasi internasional, yaitu PBB, ADB, FSB, ILO, IMF, IsDB, OECD, WB, WHO, dan WTO. (Tribunnews/Rizki Sandi Saputra/Mikael Dafit Adi Prasetyo)