FOKUS
FOKUS : Teladan Resi Gotama
KOCAP kacarita, di Gunung Sukendra tinggal keluarga pertapa. Resi Gotama bersama sang istri, Dewi Windradi, dan tiga putra-putrinya: Guwarsa, Guwarsi
Penulis: achiar m permana | Editor: Catur waskito Edy
Oleh Achiar M Permana
KOCAP kacarita, di Gunung Sukendra tinggal keluarga pertapa. Resi Gotama bersama sang istri, Dewi Windradi, dan tiga putra-putrinya: Guwarsa, Guwarsi, dan Anjani.
Di tengah ketenangan hidup mereka, hadir sebuah benda kecil yang mengundang petaka: Cupu Manik Astagina. Cupu tersebut merupakan hadiah dari Batara Surya kepada Windradi. Cupu itu merupakan bukti cinta Surya kepada sang dewi.
Persoalan hadir, ketika cupu itu diberikan kepada Anjani. Tanpa dosa, Anjani memain-mainkan cupu sehingga mengundang perhatian kedua kakaknya. Mereka pun berebut.
Pertengkaran ketiga bocah itu membuat rahasia besar Dewi Windradi—yang selama ini tersimpan rapat-rapat—menjadi terkuak. Resi Gotama pun tak bisa menahan amarah, saat tahu perselingkuhan istrinya. Dia kemudian mengutuk sang dewi menjadi batu, lalu melemparnya hingga ke Alun-alun Alengka.
Kemudian sang resi membuang cupu sejauh-jauhnya. Cupu jatuh ke tengah hutan dan berubah menjadi Telaga Sumala.
Resi Gotama menasihati anak-anaknya untuk melupakan barang laknat tersebut. Namun, ketiga putra-putrinya tidak menggubris.
Sesampai di Telaga Sumala, Anjani membasuh muka, sedangkan Guwarsa dan Guwarsi nyemplung ke dalamnya untuk mencari Cupu Manik Astagina. Walhasil, paras jelita Anjani berbulu serupa kera, sedangkan Guwarsa dan Guwarsi malih rupa menjadi wanara.
Resi Gotama yang tahu nasib buruk anaknya, sama sekali tidak membela. Dia membiarkan anaknya, yang karena ulah mereka sendiri, jatuh ke dalam petaka.
Yang dia lakukan kemudian, memberi tahu upaya apa yang harus dilakukan anak-anaknya untuk lepas dari kutukan. Menebus kesalahan dan agar bisa kembali menjadi manusia.
Resi Gotama menyuruh ketiga anaknya untuk pergi bertapa. Dewi Anjani bertapa nyantika (seperti katak) di Telaga Madirda, Subali melakukan tapa ngalong (seperti kelelawar) dan Sugriwa melakukan tapa seperti kijang di Hutan Sunyapringga.
“Sik, sik, Kang. Jan-jane sampean meh ngomong apa? Kok sampai Resi Gotama barang,” celetukan Dawir, sedulur batin saya, seketika membuyarkan lamunan saya.
Begitulah teladan Resi Gotama. Sebagai pertapa yang sakti mandraguna, sesungguhnya dia memiliki kemampuan untuk menyelamatkan anak-anaknya.
Namun, dia tidak memilih jalan itu. Dia memilih anak-anaknya membayar konsekuensi perbuatan mereka sendiri.
Kisah Resi Gotama itu seketika melejing ke kepala saya, seiring viralnya video seorang kiai sepuh dari sebuah pesantren di Ploso, Jombang, Jawa Timur, yang “menghalang-halangi” upaya polisi menangkap anaknya, Kamis (7/7/2022). Sang anak sudah tiga tahun buron, sejak ditetapkan sebagai tersangka pencabulan santriwati, pada 2019.