Opini
Opini Dwi Larso: Catatan Haji 2022
HAJI adalah penyempurna Keislaman kita yang secara syariat dilaksakan di Tanah Suci Mekah. Namun demikian syariat ibadah Haji diserukan kepada muslim
Opini Ditulis Oleh Dwi Larso (Mahasiswa Doktoral UIN Sunan Kalijaga)
TRIBUNJATENG.COM - HAJI adalah penyempurna Keislaman kita yang secara syariat dilaksakan di Tanah Suci Mekah. Namun demikian syariat ibadah Haji diserukan kepada muslim yang mampu. Mampu di sini memuat secara fisik, finansial dan kondisi keamanan pada saat pelaksanaan. Keamanan juga menjadi sangat penting dalam pelaksanaan di tahun ini.
Di saat dunia dilanda pandemi covid 19, pelaksanaan haji dari jamaah di luar Arab Saudi ditunda dua tahun demi keamanan dan kenyamanan jamaah. Di tahun 2022 ini musim haji digelar kembali dengan melibatkan jamaah dari luar Arab Saudi. Meskipun dengan pembatasan-pembatasan untuk kenyamanan dan keamanan.
Jamaah luar negeri diberi porsi 1 juta jamaah untuk seluruh dunia. Ini menjadi sangat penting dilakukan oleh pemerintah Saudi, karena pelaksanaan haji yang melibatkan jamaah luar negeri ini menjadi tes case dan disorot seluruh dunia terkait pelaksanaannya.
Secara politis Arab Saudi akan dipantau oleh dunia sukses tidaknya pelaksanaan haji tahun ini.
Ada beberapa catatan terhadap pelaksaan Haji tahun ini yang penulis sampaikan. Dan saat ini penulis masih berada di Arab Saudi. Menurut jadwal kloter, penulis akan tiba di embarkasi Solo (Boyolali) besok tanggal 9 Agustus 2022.
Besok 29 Juli, jamaah haji rombongan kami, akan ke Madinah, melaksanakan arbain. Arbain artinya 40. Yaitu melaksanakan salat 40 waktu (8 hari) di Masjid Nabawi di Madinah, secara berturut-turut secara berjamaah, tidak boleh ketinggalan takbiratul ihram bersama imam.
Berlangsung sukses
Berdasar pengalaman haji tahun ini, penulis mencatat beberapa hal. Pertama pelaksanaan haji tahun ini terasa sangat istimewa dalam fasilitasnya, mulai dari makan sehari 3 kali, maktab yang memadai dan nyaman baik di hotel hingga di arena pelaksanaan haji (Arofah, Muzdalifah dan Mina).
Transportasi yang terjadwal masing-masing kloter, sehingga tidak terjadi kerumunan berebut bus. Hingga pelaksanaan jamarat yang tidak berjubel, walau ada sedikit trouble mati listrik sebentar, namun dalam 35 menit segera teratasi. Ini semua disediakan oleh pemerintah Saudi dengan baik untuk membuktikan bahwa pelaksanaan haji tahun ini bisa sukses walaupun di tengah masa pandemi.
Kesuksesan ini tentunya akan berpengaruh terhadap pelaksanaan haji tahun yang akan datang.
Kedua, penegakan aturan yang ketat khususnya dalam membawa air zamzam ke tanah air. Diadakan razia ketat di Bandara. Bagi jamaah yang kedapatan membawa air zamzam akan dikembalikan ke hotel untuk dibongkar dan dikeluarkan. Sehingga kondisi begini, benar-benar menghambat jamaah lain yang tidak membawa , namun terdampak antrean.
Ketiga, jemaah haji yang bermacam-macam suku, berasal dari banyak negara, dengan tingkat pengetahuan keagamaan yang juga berbeda, tentu akan juga berbeda cara mereka mengkuti semua prosesi ibadah haji di Mekah. Ada yang bersemangat menjalani semua ibadah baik yang wajib, sunnah, maupun yang mubah. Tapi ada juga yang sekadar hiburan, yang penting memanfaatkan waktu di Mekah untuk mengejar kuantitas ibadahnya yang seakan berrnafsu untuk beribadah.
Beda-beda bekal
Ada juga yang mengerjakan ibadah yang wajib wajib saja. Tanpa melakukan ibadah sunnah. Ada yang bersikap menjalankan ibadah mengejar kualitas ibadahnya. Mereka tidak memilih waktu waktu yang menurutnya nyaman dan mustajab dalam menjalankan ibadah. Setiap saat ibadah.
Mereka memilih kenyamanan dan keamanan dalam beribadah. Ada juga yang suka protes mengkritik cara ibadah orang lain. Pernah penulis mengalami hal demikian. Saat melaksanakan thawaf dan sa'i, dimana penulis memandu doa bersama jamaah sambil jalan. Kami bersama berdoa sebagaimana panduan saat manasik Kemenag. Namun ada jemaah dari negara lain memprotes karena beda cara bacanya.
Kemudian pada saat sai juga begitu. Akhirnya penulis membiarkan saja dan mereka berlalu. Bahkan ada politik identitas, dimana ada sebagian jamaah haji mengambil salah satu ibadah sunnah menjadi ciri khas organisasi yang harus dilaksanakan.
Dan akhirnya penulis menganalisa bahwa semua itu adalah bagian dari proses ibadah di Mekah. Semua itu tergantung tingkat pemahaman jamaah terhadap pelaksanaan ibadah haji dan umrah maupun ibadah lainnya.
Ternyata mereka datang ke Mekah itu dengan berbagai macam kondisi, ada yang datang ke Mekah dengan Ilmu, ada yang sekedar dapat kuota porsi haji tanpa dibekali ilmu, ada yang datang ke Mekah dibekali ilmu syariat tanpa ilmu adab sehingga memunculkan jidal, ego pemahaman dan bahkan provokasi ibadah. Itulah proses...semoga Allah menerima ibadah mereka baik yang Haji, Umroh dan sunnah sunnahnya, dan mengampuni segala dosa kita semua tanpa kecuali. Semoga menjadi haji dan hajjah yang mabrur. Aamiin. (*/tribun jateng cetak)