Berita Solo
Keraton Solo Pertimbangkan Libatkan Kerbau Bule saat Kirab Malam Satu Suro
Keraton Solo akan menimbang beberapa kemungkinan terkait pelaksanaan Kirab Malam Satu Sura, Jumat (29/7) malam.
Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Keraton Kasunanan Surakarta akan menimbang beberapa kemungkinan terkait pelaksanaan Kirab Malam Satu Sura, Jumat (29/7) malam.
Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo, Kanjeng Pangeran (KP) Dani Nur Adiningrat mengungkapkan, saat ini pembahasan terkait Kirab Malam Satu Sura masih berlangsung.
Dalam pembahasan tersebut, pihak keraton masih mempertimbangkan kemungkinan melibatkan kerbau bule keturunan Kiai Slamet, yang saat ini sedang menjalani proses pemulihan dari paparan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Selain itu, kata Dani, ada kemungkinan terjadi perubahan rute. "Ada berbagai macam kemungkinan untuk kirab tahun ini," ucap Dani via telepon, Rabu (27/7).
Dani menjelaskan, pihaknya saat ini masih menunggu surat rekomendasi dari tim dokter hewan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (DPKPP) Kota Solo. Selain itu juga menunggu rekomendasi tim dokter hewan dari Keraton Solo terkait dengan kondisi kerbau keturunan Kiai Slamet tersebut.
"Kami masih menunggu rekomendasi dari tim dokter apakah mahesa (kerbau bule--Red) bisa dilibatkan atau tidak," ungkapnya.
Dia menjelaskan, status kerbau bule sebenarnya sebagai cucuk lampah saat prosesi Kirab Malam Satu Suro. Kerbau bule itu juga sebagai pasangan dari pusaka.
"Kalau pusaka itu dikeluarkan, maka harus didampingi mahesa. Jadi, agak tentatif," tuturnya.
Terkait dengan rute, kata Dani, pihak keraton akan berkoordinasi dengan Pemkot Solo dan baru akan memutuskan saat sudah mendekati waktu penyelenggaraan kirab.
"Mengenai rute, mungkin kami pada last minute akan berkoordinasi dengan Pemkot Solo, apakah menggunakan rute panjang atau kembali ke rute sebelum tahun 1974," jelasnya.
Menurutnya, sebelum tahun 1974, rute Kirab Malam Satu Sura hanya berkeliling kawasan Baluwarti. Setelah Peristiwa Malari, rute kemudian berubah karena permintaan Presiden Soeharto.
"Presiden Soeharto meminta pada Sinuhun PB XII agar dampak doa meluas, kirab dikelilingkan ke luar tembok keraton," ungkapnya.
Dani menambahkan, terkait dengan rangkaian upacara peringatan Malam Satu Suro, pihak keraton tetap menyelenggarakan prosesi upacara.
"Pada masa pandemi pun, rangkaian upacara tetap berjalan meski tidak ada kirab. Wilujengan dan miyos pusaka tetap miyos, walaupun tidak kirab," tandasnya. (kan/tribun jateng cetak)